Zidan terkejut dengan pertanyaan Ana, ia langsung berdiri begitu melihat istrinya itu.
“Apa kamu mendengar semuanya?” tanya Zidan balik.
Ana mendesah pelan, ia benar-benar tidak mengerti kenapa pria itu sampai melakukan semua ini. Hampir saja ia merasakan suatu perasaan spesial pada suaminya itu, akan tetapi semuanya kini menguar entah ke mana.
“Tenang saja Mas! Aku juga tidak ingin punya anak dari Mas Zidan!” sarkas Ana yang sangat kecewa dengan sikap suaminya.
Ana juga meninggalkan Zidan, wanita itu memilih menyusul Alisya karena tahu jika gadis itu pasti sakit hati karena dianggap sebagai penyebab kematian ibunya.
Saat masuk ke kamar Alisya, Ana bisa melihat gadis itu tengkurap di atas tempat tidur. Alisya menangis karena perkataan Zidan.
“Sya!” panggil Ana.
Ana duduk di tepian ranjang Alisya, ia mengusap lembut surau panjang adik iparnya itu.
Zidan kembali ke rumah saat sore hari. Tidak mendapati Ana di lantai satu, Ia menebak jika istrinya berada di kamar.“Apa Ana di kamarnya, Bi?” tanya Zidan pada pembantu rumahnya.“Iya, tapi itu Mas, tadi sepulang belanja mbak Ana kelihatan marah, dia kasih barang belanjaan terus langsung ke kamar,” jawab pembantu Zidan.“Marah?” Zidan bertanya-tanya dalam hati.“Oh, terima kasih Bi!”Zidan langsung naik menuju kamar, untuk melihat keadaan Ana apakah sesuai dengan apa yang dikatakan pembantunya.Zidan mendapati Ana berbaring dengan posisi miring, wanita itu tampak memeluk guling dan memunggungi pintu. Zidan pun berjalan mendekat, ia lantas duduk di tepian ranjang tepat di hadapan Ana.Mengetahui jika itu Zidan, Ana memutar tubuhnya, ia kini menghadap ke arah pintu.“An, ada apa? Ada masalah?” tanya Zidan dengan nada suara lemah lembut.
“Bagus sekali!”Suara pujian dan tepuk tangan dari tim yang mengurus rekaman Band Arga terdengar menggema di ruangan khusus itu, mereka merasa senang karena rekaman band Arga sangat lancar serta tidak memakan banyak waktu karena Arga dan band-nya sangat profesional. Album pertama mereka sudah dirilis dan terjual hampir jutaan copy dalam sebulan.Arga dan teman-temannya merasa bahagia karena mereka akhirnya bisa melangkah sejauh ini, perjuangan mereka selama bertahun-tahun tidaklah terbuang sia-sia.“Ayo kita rayakan!” ajak Lanie.“Mungkin aku akan istirahat dulu,” tolak Arga halus.“Iya, kami sedikit lelah. Kita rayakan esok saja!” timpal salah satu teman Arga yang sudah terlihat menguap.Salah satu dari mereka juga terlihat mengusap tengkuk dan lengan mereka.Lanie menghela napas pelan, kemudian ia mengulas senyum dan mencoba mengerti kondisi band yang bernaung pad
Sesaat sebelumnya, Zidan sedang bekerja tapi pikirannya tidak bisa fokus karena masalahnya dengan Ana. Ia merasa butuh menjelaskan kesalah pahaman antara dirinya dengan Ana agar tidak berlarut-larut yang mengakibatkan renggangnya hubungan mereka, atau sebenarnya agar tidak memperburuk hubungan mereka yang sudah tidak harmonis.Ponsel Zidan yang berada di atas meja berderit, membuyarkan lamunannya tentang Ana. Zidan menengok dan melihat siapa yang menghubungi dirinya.“Rumah?” Zidan mengernyitkan dahi.“Halo.” Zidan menjawab panggilan itu.Pria itu tampak panik ketika mendengar pembantu rumahnya bicara, ia lantas menjawab ‘oke’ lalu segera memutus panggilan itu dan berdiri kemudia bergegas meninggalkan kantornya.Pembantu Zidan menghubungi majikannya itu sesaat setelah Ana keluar, ia tahu jika mantan kekasih majikanya begitu keras kepala dan nekat, karena itu ia segera menghubungi Zidan agar segera p
Malam itu Lanie mengajak Arga keluar, awalnya pemuda itu menolak karena ia takut jika ada penggemarnya yang melihat meski dirinya sudah memakai masker.“Lan, kenapa mengajakku ke tempat umum?” tanya Arga seraya mengamati sekeliling karena takut jika ada yang melihat mereka.Lanie tersenyum, ia tahu kekhawatiran Arga. Sebagai wajah baru idol di dunia hiburan, pastinya akan banyak fans juga hatters yang mengintai dirinya, karena itu pemuda itu terlihat cemas jika diajak ke tempat umum.“Tenang saja, aku sudah mengamankan sekeliling. Bahkan aku meminta pemilik resto untuk menutup sementara agar kita bisa makan dengan tenang,” jawab Lanie santai.“Begitu ya!” Arga memastikan.Ia kembali mengedarkan pandangan, Arga memang tidak melihat satu pengunjung pun yang masuk ke restoran itu. Hingga akhirnya Arga berani melepas masker yang ia kenakan.Lanie sudah memesan beberapa menu makanan untu
“Terima kasih,” ucap Ana sekali lagi kepada pihak HRD studio musik tempatnya melamar.Akhirnya Ana diterima bekerja di sana sebagai seorang staf keuangan, karena Ana sudah memiliki pengalaman bekerja di bidang yang sama sebelumnya, juga riwayat pekerjaannya yang bagus, membuat dia mudah masuk ke sana.Ana keluar dari ruang HRD dengan perasaan lega, kejenuhannya selama ini akhirnya bisa sedikit terobati. Ia pun pergi meninggalkan gedung yang akan menjadi tempatnya bekerja mulai besok untuk pulang.--“Bagaimana tadi?” tanya Zidan saat mereka makan malam bersama.“Lancar, aku besok sudah bisa bekerja,” jawab Ana dengan sedikit senyum.“Wah, selamat ya, Kak!” Alisya memberi selamat.Ana mengulas senyum tipis, ia fokus dengan makanannya. Zidan tampak melirik Ana, sebenarnya ia masih tidak sepenuhnya ikhlas melepaskan Ana bekerja, hanya saja saat Ana me
Ana yang baru saja membuat kopi di pantry kantornya terlihat penasaran mendapati semua teman-temannya tengah berkerumun memandang ke arah luar. Ana menoleh mendapati sebuah mobil van mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu kantor.“Ada apa sih?” Wanita berumur dua puluh tujuh tahun itu tampak ikut penasaran dan menyembulkan kepalanya diantara kerumuman teman-temannya.“Arga and the band,” jawab seorang temannya.Ana sudah mendengar tentang nama band itu, bahkan Alisya beberapa kali menyanyikan lagunya di rumah. Namun, yang Ana tidak tahu, Arga yang dimaksud adalah Arga mantan kekasihnya. Gadis itu menggigit ujung cangkir kopinya, menunggu anggota band itu turun dari mobil.Senyum Ana seketika hilang, tangannya bergetar mendapati Arga sang mantan kekasih berjalan masuk ke dalam.“Ar-Arga … “Mencoba menyembunyikan rasa syoknya, Ana memilih berlalu untuk kembali ke ruangann
Hari itu Zidan memaksa ingin mengantar Ana bekerja, meski istrinya sudah mengatakan tidak perlu, tapi Zidan terus berkata jika ingin.“Nanti apa mau aku jemput?” tanya Zidan mencoba memberikan perhatian kepada istrinya.“Nggak usah, Mas! Aku nggak tahu apakah nanti bisa pulang tepat waktu. Pekerjaanku kayaknya masih banyak,” tolak Ana halus dengan tetap mengulas senyum ke arah suaminya itu.Zidan menghela napas pelan, ia mencoba memahami dan tidak ingin memaksa. Ana pun meminta izin turun dari mobil kemudian berjalan menuju pintu lobi perusahaan tempatnya bekerja. Sedangkan Zidan langsung melajukan mobilnya meninggalkan area perusahaan itu.Ana melakukan pekerjaannya seperti biasa, hanya saja dirinya berharap agar tidak berjumpa dengan Arga. Ana masih merasa bersalah kepada pemuda itu karena telah meminta putus dengannya begitu saja waktu itu. Meski ruang hatinya masih terisi dengan nama pemuda itu, akan tetapi keti
Arga sudah berada di dalam mobil bersama Lanie. Produser Arga tidak mengerti kenapa pemuda itu nekat keluar sendiri ke tempat umum, padahal Arga tahu jika para fans-nya sudah mengintai di segala tempat.“Kamu mau keluar kenapa nggak ngomong?” tanya Lanie menyelidik.“Aku cuman pengen ketemu teman lama,” jawab Arga yang tatapannya masih tertuju pada aspal jalanan.“Gadis itu, dia temanmu?” tanya Lanie yang sadar akan keberadaan Ana sebelum dia mengamankan Arga.Arga mengulas senyum, ia mengangguk tanda mengiyakan tebakan Lanie.Lanie menatap wajah Arga, ia menangkap sesuatu yang berbeda dari ekspresi pemuda itu. Lanie merasa jika Ana bukanlah sekedar teman bagi Arga.“Apakah dia adalah gadis yang dicintainya? Hingga membuat Arga menolak 'ku?” Lanie bertanya-tanya dalam hati.____Ana kembali ke rumah, hari ini ia memang sedang me