Bab 57Sabrina memutar bola mata malas melihat raut muka Devan di hadapannya. Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari lelaki yang sedang menaruh harap padanya itu. Istri Elang itu tidak mau menambah kesal dirinya dengan terus memandang wajah laki-laki itu dan meningkatkan kadar kemarahannya."Aku sungguh berharap padamu, Sa. Aku berharap kita bisa menikah dan hidup bahagia nanti. Aku akan menjadikanmu satu-satunya wanita yang bertahta dalam hati dan hidupku. Aku juga akan membelikanmu sebuah istana untuk tempat tinggal anak kita nanti. Aku akan bekerja dan kamu akan menyambutku di depan pintu dengan senyum yang meruntuhkan rasa letih dan lelahku. Tidak seperti suamimu itu." Sebuah senyum merendahkan tercipta di wajah Devan.Sabrina langsung menoleh. Ia menatap wajah Devan dengan sorot mata tak setuju. "Jaga ucapanmu, Mas. Mas Elang itu suami yang baik," sergah Sabrina tak suka. Tangannya mengepal erat, meremas ujung baju yang melekat di badannya.Namun setelah kalimat itu terlontar
Bab 58Kayla turun dari mobil dengan berurai air mata. Hatinya sakit mendengar pembelaan Elang terhadap Sabrina, yang notabene sudah ia singkirkan dengan susah payah. Rencana Kayla untuk mendapatkan kasih sayang sang suami secara utuh rupanya telah gagal. Sabrina sudah berhasil mendapatkan sebagian tempat di hati laki-laki yang dicintainya."Kenapa Kay?" tanya Bu Laras saat berpapasan dengan Kayla. Sayangnya menantunya itu pergj begitu saja tanpa memberikan penjelasan.Dahu Bu Laras mengerut. Ia menoleh ke arah sang putra yang masih duduk di dalam mobil. Tak mau larut dalam rasa penasaran, Bu Laras pun menghampiri Elang."Kenapa El?" tanya Bu Laras yang baru saja tiba di hadapan Elang . Ia berdiri di samping pintu mobil yang masih tertutup. Sesekali ia mengarahkan pandangannya ke arah pintu dimana Kayla baru saja melintas.Elang membuang napas kasar. Lagi, ia membuat orang tuanya turut serta mencampuri urusan pribadinya."Sabrina pergi, Ma," ucap Elang putus asa. Mata Elang tak lagi
Bab 59Elang menghentikan pekerjaannya. Ia meletakkan sapu yang digunakan bersandar di dinding, lalu masuk ke dalam rumah. Hatinya sesak, ia tak sanggup lagi bertahan terlalu lama di rumah itu. Lelaki yang tengah kehilangan istrinya itu harus segera pergi dari rumah yang penuh kenangan dan membuatnya terus berada dalam kesedihan yang mendalam."Dimana Sabrina?" tanya Devan yang tiba-tiba muncul di depan Elang. Urung menyalakan menutup pintu mobil, Elang turun untuk berbicara dengan Devan."Kamu tahu kalau Sabrina pergi?" Elang balik bertanya. Pertanyaan Devan itu menimbulkan banyak tanya dalam benak Elang."Tahu. Aku sedang mencarinya," balas Devan santai. Ia sengaja mengatakan bahwa ia mengetahui kepergian Sabrina."Tidak perlu repot-repot, aku pun sedang berusaha mencarinya." Elang mengabaikan Devan. Ia hendak kembali masuk ke dalam mobil, akan tetapi ucapan Devan menghentikan aktifitasnya."Harusnya anda yang tidak perlu repot, urus saja istri anda yang tengah hamil itu," sengit De
Bab 60Sabrina berdiri dengan bahu yang bergetar. Air matanya tumpah ketika melihat bagaimana raut Elang saat mempertahankan dirinya dari Devan. Ia tahu bahwa sang suami benar-benar merasa khawatir atas dirinya. Sayangnya, apa yang terjadi di masa lalu membuat Sabrina tak berdaya. Bahkan kondisinya saat ini juga tak luput dari perbuatan sang suami.Benar dugaan Sabrina bahwa Elang akan mencarinya ke tempat tinggal kedua orang tuanya sehingga ia lebih memilih tinggal di tempat yang baru yang tidak diketahui oleh siapapun. Menyendiri itu lebih baik untuk menjaga mental dan jiwanya dari hal-hal yang menyakitkan. Selang beberapa saat, Devan meninggalkan kediaman Sabrina setelah memastikan bahwa rumah Sabrina dalam keadaan terkunci rapat. Bukan tidak percaya pada Elang, hanya saja Devan ingin memastikan sendiri bahwa rumah wanita yang dicintainya dalam keadaan aman. Setelah kepergian Devan, Sabrina bergegas mendekati rumahnya. Ia harus mengambil sesuatu dari dalam rumah itu untuk dibawa
Bab 61Elang berjalan dengan gontai menuju ruang perawatan Kayla. Ia dilema berat. Bayi yang sudah lama diinginkannya kini harus digugurkan demi keselamatan sang istri. "Kenapa, Sayang? Apa yang dokter katakan?" sambut Kayla ketika Elang baru saja tiba di ambang pintu.Elang membuang napas berat. Demi keberlangsungan rumah tangganya, ia harus rela melepas janin itu agar Kayla bosa terus hidup."Katakan padaku apa yang dokter katakan," ucap Kayla sedikit memaksa. Rasa khawatirnya makin besar sebab ketika di ruangan IGD ia mendengar ucapan dokter itu pada Bu Laras.Elang menarik kursi untuk lebih dekat dengan bed Kayla. Ia harus bicara serius untuk bisa meyakinkan istrinya bahwa lebih baik merelakan janinnya yang terlalu beresiko itu."Sayang," ujar Elang pelan. Ia mengusap dahi Kayla dengan lembut. Ada rasa tak tega yang mengganjal dalam hati Elang saat akan berujar, bahkan lidahnya hampir kelu untuk mengatakan apa yang dokter sampaikan. Akan tetapi sebagai seorang suami ELang harus
Bab 62Sabrina tinggal di sebuah kontrakan kecil tak jauh dari tempat tinggalnya di kampung. Ia sengaja mencari tempat yang tak jauh dari lingkungan rumahnya sebab lebih mudah beradaptasi. Kehamilan Sabrina terbilang rewel dan manja. Ia tak bisa banyak beraktivitas sebab rasa mual yang kerap datang dan membuatnya lemas. Tak jarang Sabrina menangis nelangsa merasai nasibnya yang menyedihkan ini. Akan tetapi ia hanya mampu menangis tanpa sanggup menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi ini."Sabar ya, Nak? Mama akan berusaha kuat meskipun kamu selalu saja membuat Mama lemas begini," ucap Sabrina seraya mengusap perutnya yang baru saja terasa mual. Bagaimana pun beratnya menjalani morning sicknes, Sabrina tetap berusaha sabar. Ia juga harus kuat untuk bisa bekerja demi melanjutkan hidupnya yang sebatang kara. Pada siapa lagi Sabrina akan bergantung jika bukan pada tangannya sendiri. Tidak banyak uang yang Sabrina bawa sebab kartu pemberian Elang telah ia kembalikan pada Kayla. Sabrin
Bab 63"Saya ngga tau pasti ini perusahaan apa, tapi alamatnya benar ini," ucap Sabrina sambil membaca nama jalan dan nomor yang melekat di dinding dekat pintu."Ya sudah deh, Mbak. Hati-hati aja saran saya," ucap kang ojek itu sebelum ia meninggalkan Sabrina di halaman gedung bertingkat itu sendirian.Sabrina menghela napas dalam dan panjang. Dari ucapan kang ojek itu ia merasa aneh, akan tetapi untuk kembali pulang pun rasanya tak mungkin sebab ia memang butuh pekerjaan itu.Tak ada pilihan lain, Sabrina pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman gedung yang tak luas itu. Tidak ada orang di halaman itu, hanya ada security yang sejak tadi sibuk dengan benda pintar di tangannya. Ia bahkan tak mempredulikan Sabrina yang tampak kebingungan."Bismillah," ucap Sabrina menyemangati dirinya.Sabrina masuk ke dalam gedung yang ada di depannya. Ada rasa canggung dan takut saat membuka pintu kaca yang menjadi bagian utama dari bangunan tersebut. Tak banyak lampu yang menyala, hanya bebera
Bab 64Sabrina mematut diri di depan cermin, menatap pantulan wajah dan badannya yang mengenakan dress sabrina berbahan satin dengan belahan dada rendah yang menampakkan sebagian dari bahunya yang kecil dan mulus. Embusan hawa dingin dari AC yang menerpa badan Sabrina membuatnya berulang kali mengusap bahu dan leher bagian belakang. Rasa risih membuat Sabrina tak nyaman dengan pakaian itu. Sayangnya hendak protes pun Sabrina tak memiliki keberanian."Sudah cantik," ucap perempuan yang mendandani Sabrina itu. Rosa namanya. "Tubuhmu bagus, siapapun tamunya nanti pasti akan tertarik dengan badanmu yang padat ini.""Terus ini aku kemana, Kak? Saya harus apa di sana nanti?" tanya Sabrina dengan polosnya."Kamu nanti cukup duduk manis aja. Kalau diajak duet ya kamu duet, kamu layani dia dengan baik. Kalau dia mau apa-apain kamu ya udah biarin aja, pasrah aja jangan banyak protes biar nanti kamu dapat tips banyak. Lumayan kan? Ngga susah juga kerjanya, kamu cukup nikmati permainan dia nant