Bab 46Beberapa hari setelah kembali dari rumah Sabrina, Kayla merasa badannya ada yang tak nyaman. Ada yang mengganjal di perut bagian bawahnya. Hal itu membuat Kayla susah memejamkan mata saat malam hari.Perasaan Kayla disergap rasa takut. Ia khawatir jika kondisi kista dalam rahimnya makin berbahaya dan mempersulit kehamilannya. Sebisa mungkin Kayla berusaha untuk tetap tenang agar semuanya tetap berjalan baik dan sesuai rencananya. Terlebih agar semua keluarganya tidak ada yang tahu.Pagi itu, Kayla sibuk menyiapkan pakaian untuk Elang. Ia memasukkannya ke dalan sebuah koper kecil yang biasa digunakan Elang untuk bepergian. Beberapa kemeja dengan celana bahan sudah ditata rapi dalam koper tersebut."Sayang, aku pergi ya? Kamu jangan capek-capek. Banyak istirahat, minum vitamin juga jangan lupa. Habis aku balik, kita kontrol ke dokter lagi," ujar Elang sambil menatap wajah sang istri yang cerah. Keduanya saling berhadapan dengan jarak yang hanya beberapa inci saja."Kontrol?" tany
Bab 47Seorang dokter memeriksa perut Kayla dengan menggunakan alat. Sebuah layar datar menempel di dinding menampakkan isi perut Kayla yang sejak kemarin terasa nyeri. Dokter Gina tercengang melihat layar itu. Tampak sebuah bulatan kecil di dalam layar yang sejak tadi diperhatikan oleh beliau."Gimana, dok?" tanya Kayla tak sabaran. Melihat ekspresi dokter, ia khawatir jika kondisi penyakit yang bersarang dalam perutnya makin membahayakan nyawanya."Masya Allah," ucap dokter Gina. Ia meletakkan alat USG kembali ke tempatnya, lalu menghadapkan wajahnya pada pasien yang masih terbaring di bed pasien."Kenapa, dok?" Kayla terkesiap. Mendadak hatinya dipenuhi rasa cemas yang teramat sangat."Bu, Allah telah memberikan apa yang Ibu inginkan," ungkap dokter itu dengan wajah berbinar."Apa maksud dokter? Bagaimana dengan penyakit yang ada di dalam perut saya? Apa sudah hilang?" Kayla mengubah posisinya. Ia bangkit dari tidurnya setelah memperbaiki baju yang telah disingkap oleh dokter ters
Bab 48"Tadi ngga apa-apa, kok jadi mendadak lemes gini?" Dahi Elang mengerut. Ia menatap aneh perempuan yang tiba-tiba lemas di depannya.Selama perjalanan Sabrina terlihat baik, bahkan ia banyak bercerita tentang masa lalunya dengan riang. Tidak ada tanda-tanda sakit atau murung selama perjalanan. Bahkan keduanya masih bisa tertawa bersama ketika Sabrina bercerita tentang masa kecilnya yang menurut mereka lucu.Namun sekarang kondisi Sabrina berubah drastis. Bahkan terkesan tidak masuk akal. Bagaimana bisa langsung mual dan muntah setelah sampai di rumah ini? Ada apa dengan Sabrina?"Tapi aku ngga apa-apa kok, Mas. Mas pergi aja. Kalau ada apa-apa nanti aku minta tolong tetangga." Sabrina memaksa bibirnya untuk tersenyum agar sang suami bisa pergi dengan tenang. "Tapi wajahmu pucat begitu," sela Elang sambil terus menatap wajah Sabrina yang berubah warna. Gurat cemas tercipta di wajahnya yang sejak tadi tak lepas dari wajah sang istri."Habis ini aku bikin teh hangat, nanti juga se
Bab 49“Maksudmu?” sahut Elang tak paham dengan ucapan istrinya.“Bukannya dia hadir antara kita karena untuk memberikan kita keturunan? Sekarang aku sudah bisa hamil sendiri, jadi kurasa dia tidak perlu ada di sini lagi,” ujar Kayla takut-takut. Ia harus mengatakan apa yang mengganjal perasaannya sebelum terlambat.“Sayang, tidak semudah itu,” sergah Elang cepat. Ia berdiri meninggalkan kursi kebangsaannya yang empuk dan nyaman itu untuk berjalan mondar-mandir di depan meja kerjanya yang jarang ditempati. Permintaan Kayla itu membuat rasa gelisah Elang makin meningkat. Tak hanya itu, ia juga khawatir jika kecemasan Kayla itu makin menjadi hingga membuatnya berbuat yang tidak-tidak.“Mengapa tidak mudah? Toh aku sudah terbukti hamil dan kita tidak memerlukan kehadiran dia lagi.” Kayla tetap memaksa. Sebisa mungkin ia ingin menjaga keutuhan rumah tangganya dari pahitnya madu.“Tidak bisa, Sayang.” Elang terdiam sejenak. Ia tak mau mengatakan apa yang sedang mengganggu pikirannya soal
Bab 50“Jangan melamun, nanti kesamber setan,” goda Elang yang disambut kekehan oleh Sabrina.Elang menatap wajah Sabrina dengan tatapan lembut di sela-sela konsentrasinya mengemudi. Matanya melihat wajah wanita yang sedang dipermasalahkan oleh istri pertamanya sedang tersenyum sambil menahan luka membuat Elang merasa terenyuh. Keteduhan dan kelembutan yang dimiliki wanita keduanya itu membuat rasanya pada wanita itu kian tertancap ke dasar hati yang terdalam.“Nggak, Mas. Aku ngga ngelamun, aku cuma ngantuk aja.” Bibir Sabrina kembali tersungging untuk meyakinkan Elang bahwa dirinya sedang baik-baik saja. Bibirnya bisa berbohong tetapi air muka dan sorot matanya tidak bisa menutupi apa yang sedang ia rasakan.“Aneh aja gitu lihat kamu diem terus dari tadi, kayak bukan kamu. Kalau ada masalah itu ya bilang, cerita sama aku. Barangkali bisa dibantu.” Sesekali mata Elang mencuri pandang ke arah samping untuk melihat bagaimana perubahan air muka istri keduanya.Sabrina mengatupkan bibirn
Bab 51"Aku hanya dekat sebagai teman, apa salah? Lagi pula kita punya sejarah yang indah." Devan menyahuti ucapan Sabrina, tanpa berpikir bahwa di sampingnya ada sang suami yang harus dihargai keberadaannya."Tolong hargai aku, Mas. Aku sudah menikah, jangan lagi membahas masa lalu, apalagi memintaku untuk kembali dekat denganmu," pinta Sabrina memohon. Ia melirik Elang sekilas, lalu beralih menatap wajah di sebelahnya yang seperti tidak memiliki dosa apapun."Oke baiklah, aku tidak akan mengatakan apapun soal masa lalu kita," jawab Devan santai. Ia melirik Elang penuh arti.Tak lagi menjawab, Sabrina kembali menikmati makanannya yang sudah terasa hambar. Ia hanya mengambil ayam goreng tanpa sedikitpun menyentuh nasi dalam piring tersebut."Mari makan," ucap Devan pada Elang sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia masih berusaha santai untuk bisa kembali memantik sesuatu antara sepasang suami istri itu. Sengaja."Kalian sampai kapan di sini?" tanya Devan memulai obrolan sete
Bab 52"Kemana lagi ini?" tanya Elang usai ia menutup panggilan dari istrinya. Matanya kembali menatap sang istri yang sedang melihat pemandangan luar dari balik jendela."Pulang saja. Aku ngantuk." Sabrina menjawab tanpa menoleh. Ia enggan membalas tatapan suaminya sebab rasa dongkol masih mendominasi.Tak menyahut, Elang menurut. Ia menginjak pedal gas agar lekas sampai rumah. Laki-laki yang akan menjadi ayah itu iba melihat Sabrina yang wajahnya tampak letih. Tak hanya soal Sabrina, ia sendiri juga sebenarnya sedang lelah. Hanya saja ia tidak bisa beristirahat tanpa mengisi perutnya yang sedang keroncongan itu.Sesampainya di rumah, Sabrina tak banyak bicara. Moodnya rusak karena mendengar obrolan Elang dengan Kayla tadi. Entah apa yang terjadi pada Sabrina, biasanya ia tidak ambil pusing dengan obrolan kakak madunya dengan sang suami, tetapi kini obrolan ringan itu sudah bisa memantik rasa cemburu yang menggebu dalam dada."Sayang, tumben langsung tidur? Capek banget ya? Biasanya
Bab 53Usai menemani Sabrina di kamar, Elang pun pamit untuk kembali ke rumah istri pertama. Ia sudah tidak sabar untuk bisa memeluk Kayla yang mengaku sedang hamil anaknya. Sebuah keturunan yang sudah lama diidamkan oleh keluarga tersebut."Mas pulang dulu ya?" pamit Elang pada Sabrina. Ia mencium pucuk kepala Sabrina dengan lembut."hati-hati ya, Mas? Nanti kalau sampai rumah kabari aku." Sabrina masih merasa berat untuk melepas kepergian sang suami, akan tetapi ia sadar diri dan posisi."Iya. Mas telepon nanti." Seulas senyuman tercipta di bibir Elang yang kemerahan. Ia lantas berjalan menuju mobilnya terparkir sambil sesekali menoleh ke arah Sabrina. Dalam hatinya juga merasa berat untuk berpisah, tapi ia sadar untuk tinggal bersama pun tidak mungkin.Selepas kepergian Elang, Sabrina kembali merasa mual. Ia berlari menuju kamar mandi agar bisa menuntaskan gejolak dalam perutnya.Dorongan rasa dalam perutnya membuat Sabrina merasa lemas. Seluruh makanan yang masuk ke dalam mulutnya