Bab 53Usai menemani Sabrina di kamar, Elang pun pamit untuk kembali ke rumah istri pertama. Ia sudah tidak sabar untuk bisa memeluk Kayla yang mengaku sedang hamil anaknya. Sebuah keturunan yang sudah lama diidamkan oleh keluarga tersebut."Mas pulang dulu ya?" pamit Elang pada Sabrina. Ia mencium pucuk kepala Sabrina dengan lembut."hati-hati ya, Mas? Nanti kalau sampai rumah kabari aku." Sabrina masih merasa berat untuk melepas kepergian sang suami, akan tetapi ia sadar diri dan posisi."Iya. Mas telepon nanti." Seulas senyuman tercipta di bibir Elang yang kemerahan. Ia lantas berjalan menuju mobilnya terparkir sambil sesekali menoleh ke arah Sabrina. Dalam hatinya juga merasa berat untuk berpisah, tapi ia sadar untuk tinggal bersama pun tidak mungkin.Selepas kepergian Elang, Sabrina kembali merasa mual. Ia berlari menuju kamar mandi agar bisa menuntaskan gejolak dalam perutnya.Dorongan rasa dalam perutnya membuat Sabrina merasa lemas. Seluruh makanan yang masuk ke dalam mulutnya
Bab 54"Mas Elang pasti sudah bilang kalau aku sedang hamil sekarang ini," ujar Kayla memulai pembicaraannya. Matanya menatap tajam lawan bicaranya yang sejak tadi hanya menunduk.Sabrina mengangguk. Ia ingin memberikan selamat tapi melihat wajah sang madu yang tak bersahabat, istri kedua Elang pun mengurungkan niatnya. Diam lebih baik darp pada bersuara tapi berujung pertikaian."Aku datang untuk berterima kasih padamu."Sabrina mengangkat kepalanya untuk bisa melihat ekspresi Kayla. Dahinya mengerut sebab tak mengerti maksud ucapan perempuan yang ada di depannya itu. Perkataan dan ekspresi wajahnya tidak seimbang, membuat Sabrina hanya diam sambil diliputi banyak pertanyaan dalam kepalanya."Terima kasih karena telah membuat seluruh keluarga tenang akan kehadiranmu," lanjut Kayla lagi. Ia tahu bahwa banyak pertanyaan dalam hati Sabrina atas ucapannya itu."Tidak perlu berterima kasih, Mbak. Saya senang bisa berada di antara kalian." Sabrina memberanikan diri membalas ucapannya, mesk
Bab 55Kayla menikmati pemandangan memilukan di depannya dengan hati yang penuh kelegaan. Akhirnya apa yang ia tunggu-tunggu kini tiba saatnya. Tidak ada drama yang ia khawatirkan atau menghambat keinginannya itu. Dengan sigap Sabrina patuh pada perintahnya.Senyum miring yang sejak tadi terkembang di bibir Kayla tiba-tiba sirna saat ia melihat Sabrina menutup resleting kopernya dan bersiap untuk pergi. Tangan yang semula ia lipat di depan dada, kini ia biarkan jatuh ke bawah. Kayla bersiap untuk menyambut kepergian Sabrina. "Terima kasih atas kebersamaan yang singkat tapi berujung menyakitkan ini, Mbak?" ujar Sabrina dengan suara sengau. Kayla tersenyum sedikit. "Sama-sama. Saya juga merasa sakit." ia mengambil sebuah amplop dalam tasnya."Ini untuk kamu," tukas Kayla seraya menyerahkan amplop tersebut di hadapan Sabrina."Apa itu?""Ini bisa untuk bekal kamu ke depannya. Saya tidak mungkin membiarkan kamu hidup luntang kantung di jalanan tanpa bekal."Sabrina tertawa sumbang. "Tid
Bab 56"Obat apa ini?" gumam Elang sambil membaca nama obat yang tertera dalam kertas pembungkusnya.Dering ponsel Elang terdengar saat ia masih sibuk mengamati beberapa obat tersebut. Dengan segera ia meletakkan obat itu untuk segera menerima panggilan yang masuk. Dalam hatinya ia berharap bahwa itu adalah Sabrina, sebab beberapa waktu lalu ia mencoba menghubunginya tetapi nomornya sedang di luar jangkauan.Embusan napas panjang keluar dari bibir Elang saat membaca nama tang tertera dalam layar. "Iya, Sayang?" jawab Elang setelah menerima panggilan tersebut. Ia meletakkan bobot tubuhnya di atas sofa yang ada di dekatnya."Mas di mana? Perutku sakit, apa Mas bisa antar aku periksa?""Mas masih di rumah Sabrina, kamu benar tidak ada orang di sini.""Sejak kapan aku pandai berbohong? Sabrina pergi, dia pergi atas kemauannya sendiri jadi biarkan saja. Toh Mas tidak mengusirnya."Elang tak menjawab ucapan Kayla. Ia masih sibuk menata hatinya yang masih syok atas apa yang terjadi."Mas seg
Bab 57Sabrina memutar bola mata malas melihat raut muka Devan di hadapannya. Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari lelaki yang sedang menaruh harap padanya itu. Istri Elang itu tidak mau menambah kesal dirinya dengan terus memandang wajah laki-laki itu dan meningkatkan kadar kemarahannya."Aku sungguh berharap padamu, Sa. Aku berharap kita bisa menikah dan hidup bahagia nanti. Aku akan menjadikanmu satu-satunya wanita yang bertahta dalam hati dan hidupku. Aku juga akan membelikanmu sebuah istana untuk tempat tinggal anak kita nanti. Aku akan bekerja dan kamu akan menyambutku di depan pintu dengan senyum yang meruntuhkan rasa letih dan lelahku. Tidak seperti suamimu itu." Sebuah senyum merendahkan tercipta di wajah Devan.Sabrina langsung menoleh. Ia menatap wajah Devan dengan sorot mata tak setuju. "Jaga ucapanmu, Mas. Mas Elang itu suami yang baik," sergah Sabrina tak suka. Tangannya mengepal erat, meremas ujung baju yang melekat di badannya.Namun setelah kalimat itu terlontar
Bab 58Kayla turun dari mobil dengan berurai air mata. Hatinya sakit mendengar pembelaan Elang terhadap Sabrina, yang notabene sudah ia singkirkan dengan susah payah. Rencana Kayla untuk mendapatkan kasih sayang sang suami secara utuh rupanya telah gagal. Sabrina sudah berhasil mendapatkan sebagian tempat di hati laki-laki yang dicintainya."Kenapa Kay?" tanya Bu Laras saat berpapasan dengan Kayla. Sayangnya menantunya itu pergj begitu saja tanpa memberikan penjelasan.Dahu Bu Laras mengerut. Ia menoleh ke arah sang putra yang masih duduk di dalam mobil. Tak mau larut dalam rasa penasaran, Bu Laras pun menghampiri Elang."Kenapa El?" tanya Bu Laras yang baru saja tiba di hadapan Elang . Ia berdiri di samping pintu mobil yang masih tertutup. Sesekali ia mengarahkan pandangannya ke arah pintu dimana Kayla baru saja melintas.Elang membuang napas kasar. Lagi, ia membuat orang tuanya turut serta mencampuri urusan pribadinya."Sabrina pergi, Ma," ucap Elang putus asa. Mata Elang tak lagi
Bab 59Elang menghentikan pekerjaannya. Ia meletakkan sapu yang digunakan bersandar di dinding, lalu masuk ke dalam rumah. Hatinya sesak, ia tak sanggup lagi bertahan terlalu lama di rumah itu. Lelaki yang tengah kehilangan istrinya itu harus segera pergi dari rumah yang penuh kenangan dan membuatnya terus berada dalam kesedihan yang mendalam."Dimana Sabrina?" tanya Devan yang tiba-tiba muncul di depan Elang. Urung menyalakan menutup pintu mobil, Elang turun untuk berbicara dengan Devan."Kamu tahu kalau Sabrina pergi?" Elang balik bertanya. Pertanyaan Devan itu menimbulkan banyak tanya dalam benak Elang."Tahu. Aku sedang mencarinya," balas Devan santai. Ia sengaja mengatakan bahwa ia mengetahui kepergian Sabrina."Tidak perlu repot-repot, aku pun sedang berusaha mencarinya." Elang mengabaikan Devan. Ia hendak kembali masuk ke dalam mobil, akan tetapi ucapan Devan menghentikan aktifitasnya."Harusnya anda yang tidak perlu repot, urus saja istri anda yang tengah hamil itu," sengit De
Bab 60Sabrina berdiri dengan bahu yang bergetar. Air matanya tumpah ketika melihat bagaimana raut Elang saat mempertahankan dirinya dari Devan. Ia tahu bahwa sang suami benar-benar merasa khawatir atas dirinya. Sayangnya, apa yang terjadi di masa lalu membuat Sabrina tak berdaya. Bahkan kondisinya saat ini juga tak luput dari perbuatan sang suami.Benar dugaan Sabrina bahwa Elang akan mencarinya ke tempat tinggal kedua orang tuanya sehingga ia lebih memilih tinggal di tempat yang baru yang tidak diketahui oleh siapapun. Menyendiri itu lebih baik untuk menjaga mental dan jiwanya dari hal-hal yang menyakitkan. Selang beberapa saat, Devan meninggalkan kediaman Sabrina setelah memastikan bahwa rumah Sabrina dalam keadaan terkunci rapat. Bukan tidak percaya pada Elang, hanya saja Devan ingin memastikan sendiri bahwa rumah wanita yang dicintainya dalam keadaan aman. Setelah kepergian Devan, Sabrina bergegas mendekati rumahnya. Ia harus mengambil sesuatu dari dalam rumah itu untuk dibawa