Bab 37"Kenapa, Rin?" tanya Fitri saat Sabrina sibuk menatap ponselnya.Mendengar pertanyaan Fitri, Sabrina meletakkan benda pintar yang baru saja dibukanya. Ia berusaha terlihat biasa saja setelah pandangannya beradu dengan sahabatnya itu."Ngga apa-apa, kok. Eh gimana kabar kamu? Sudah lama aku kehilangan kontak kamu. Mau minta ke Ibumu tapi aku udah keburu kena masalah kayak gini." Sabrina mengalihkan pembicaraan."Baik, alhamdulilah. Kamu sendiri gimana bisa menikah mendadak gitu? Mana suamimu?" tukas Fitri penasaran. Kabar yang ia dengar di kampung membuatnya iba pada sahabatnya itu akan tetapi ia tak dapat membantu sedikitpun."Aku coba hubungi kamu tapi nomer kamu ngga aktif." Fitri menyambung ucapannya."Iya. Sejak bapak meninggal, hidupku ngga sama seperti dulu. Beberapa barang penting terjual untuk biaya berobat bapak, termasuk ponsel. Barang berharga cuma motor yang biasa kupake kerja itu aja. Makanya aku pengen banget kabari kamu pas aku tinggal di sini tapi aku ngga ada n
Bab 38"Mas Devan?" pekik Sabrina kaget. Kakinya mundur satu langkah untuk menghindari sentuhan fisik dengan laki-laki tersebut."Kamu apa kabar?" Senyum miring tercipta dari bibir Devan untuk Sabrina. Tatapan nyalang pun tak lepas dari wajah oval milik laki-laki yang telah lama mengharapkan Sabrina untuk menjadi pasangannya."Mas ngapain kesini? Kok tahu rumahku?" cecar Sabrina bingung. Ia khawatir jika Devan berbuat macam-macam padanya sebab ia hanya sendirian saja di rumah itu."Bukan hal yang sulit untuk mencari tahu keberadaanmu. Mendapatkan nomor istri suamimu saja Mas bisa. Bagaimana dengan suamimu? Pasti sudah terjadi perang besar kan? Istri pertamanya tahu kalau kamu adalah wanita simpanan suaminya."Sabrina mengerutkan dahi. Ia tak menyangka jika pelakunya adalah Devan, laki-laki tampan yang terkenal ramah di kampung halamannya. "Apa tujuan Mas melakukan itu?" ucap Sabrina sarkas.Devan terkekeh. Ia melihat ke dalam ruang tamu yang tampak rapi dan bersih. "Jangan emosi. Apa
Bab 39Elang berjalan mengitari mobil menuju sisi pintu dimana terdapat Kayla di dalamnya. Ia membukakan pintu dan mengulurkan tangannya untuk membantu Kayla turun dari mobil.Kayla bergeming. Ia membiarkan tangan Elang terangkat di udara tanpa balasan."Ayo, Sayang. Itu Sabrina sudah nunggu," ucap Elang yang membuat Kayla mengerjapkan matanya.Helaan napas panjang berembus dari hidung Kayla. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya ia menyambut uluran tangan sang suami.Sementara itu, di depan mereka Sabrina sedang menunggu dengan senyum yang terkembang di bibirnya. Ia bersemangat untuk menyambut kakak madunya itu dengan hati yang penuh rasa khawatir."Sayang, kenalkan ini Sabrina," ujar Elang saat keduanya sudah berada di hadapan istri kedua Elang itu.Kayla masih terdiam mengamati wajah di depannya yang rasanya tak asing. Sejenak, ia menyusuri ingatannya untuk mencari kepingan wajah Sabrina dalam ingatannya."Hai, Mbak. Kenalkan aku Sabrina," ujar Sabrina dengan tangan terulur di d
Bab 40"Mbak?" lirih Sabrina dengan raut tak paham dengan ucapan Kayla. Kayla mengerjapkan matanya. Ia menyadari bahwa ucapan terlalu frontal. "Ah iya. Maaf. Aku senang kamu sudah akrab dengan mereka," balas Kayla kemudian."Alhamdulillah. Mereka semua baik, termasuk Mbak yang mau menerimaku di sini." Sabrina mengulum senyuman. Kayla tersenyum sumbang. Akan tetapi di dalam hatinya penuh gemuruh yang sedang coba ia kendalikan."Mereka terlalu baik memang, sampai mengizinkan kamu masuk dengan mudahnya di rumah ini." Lagi, Kayla berusaha mengutarakan rasa keberatannya atas keadaan ini."Ceritanya panjang, Mbak. Aku ngga serta merta masuk begitu saja," bela Sabrina. Ia tidak mau dianggap demikian oleh Kayla."Iya, Mas Elang sudah cerita banyak sama aku. Beruntung aku belum punya anak, kalau aku sudah bisa memberikan mereka keturunan mungkin sudah lain ceritanya." Kayla menatap Sabrina dengan pandangan tegas. Ia makin mendekati Sabrina yang tengah berdiri di depan kompor yang menyala.Sa
Bab 41"Biar kubantu," ujar Kayla menghentikan langkah Sabrina. Ia hendak berdiri untuk membawa sisa makanan yang ada di atas meja makan."Ngga usah, Mbak. Bersantailah, biar aku yang bersihkan ini," balas Sabrina sambil membawa setumpuk piring kotor bekas makan malam mereka ke dapur."Baiklah." Urung melangkah, Kayla kembali duduk.Sabrina membalas ucapan Kayla dengan senyuman, kemudian melangkah menuju dapur sambil membawa piring kotor tersebut.Di depan Kayla masih ada Bu Laras dan Pak Rahardjo. Keduanya sedang menikmati buah jeruk yang tadi dibeli oleh Sabrina di supermarket.Sementara di samping Kayla ada Elang yang tengah sibuk dengan ponselnya. "Kay, sekarang kan kamu sudah tahu dengan pernikahan kedua Elang ini. Mama harap, kamu tidak keberatan jika Elang membagi waktunya untuk kamu dan Sabrina." Bu Laras mulai bersuara. Tangannya sedang mengupas buah jeruk yang disediakan Sabrina sebagai pencuci mulut.Kayla refleks menoleh. Ia mengabaikan ponselnya yang sedang menyala demi
Bab 42Sabrina menjauhkan ponselnya dari telinga sebab suara Devan yang memekik. Dadanya mendadak berdebar mendengar teriakan lelaki di ujung panggilan itu."Maaf banget, Mas. Maaf. Aku sudah bersuami sekarang," lirih Sabrina mencoba mengendalikan suasana."Lalu aku harus bagaimana sekarang? Aku sudah terlanjur seperti ini demi kamu. Aku sudah punya kerjaan tetap sekarang. Aku sudah siap untuk meminangmu, mengambil alih tanggung jawab atas dirimu dari orang tua mu. Tapi kenapa kamu malah menolakku?!"Sabrina memijat dahinya yang mulia terasa pening. Sifat keras kepala yang dimiliki Devan membuatnya takut. Lelaki itu bisa saja melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia mau. Termasuk berbuat kasar padanya, seperti kemarin."Ikhlaskan, Mas. Masih banyak perempuan lain yang lebih baik dari aku. Yakinlah, Mas pasti akan bahagia.""Bahagiaku cuma kamu, mengertilah, Sa. Aku cinta sama kamu. Sekian tahun aku berjuang demi bisa memperistrimu, aku mengabaikan teman-teman yang mengajakku jal
Bab 43"Makasih ya, Sayang. Mas lega dengarnya," balas Elang. Ia meraih badan Sabrina ke dalam pelukannya lagi. Bibirnya tak henti mengulum senyum seiring dengan hatinya yang dipenuhi kelegaan."Sama-sama. Mas kok tumben datang ngga kasih kabar?" Sabrina mulai menyadari kedatangan Elang yang tiba-tiba pasti bukan tanpa tujuan."Mas ke sini mau bicara sama kamu soal yang kemarin. Maafkan Mas yang belum bisa membagi waktu untuk kamu dan Kayla karena masih harus meyakinkan Kayla bahwa Mas akan belajar adil untuk kalian berdua. Akan tetapi mendengar ucapanmu tadi, Mas yakin kamu bisa memahami konsisiku ini."Sabrina tersenyum kecut. Kenyataannya di depan matanya ini cukup memporak-porandakan naluri kewanitaannya yang ingin dimanja dan disayang. Ia berjalan meninggalkan Elang yang masih berdiri setelah mengurai pelukannya. Wanita yang menjadi istri kedua itu duduk di sofa sambil menatap nanar halaman luar melalui jendela kaca yang tertutup.Sekuat tenaga Sabrina menutupi celah dalam hatiny
Bab 44"Sudah, yakinlah semua akan baik-baik saja." Elang berujar sambil mengusap punggung Sabrina. Satu tangannya yang lain mendekap badan langsing yang tengah terisak itu."Makasih, Mas. Aku percaya Mas akan melakukan yang terbaik untuk pernikahan ini," balas Sabrina sambil terisak. Ia menyandarkan kepalanya dalam dada bidang laki-laki yang menjadikannya istri kedua."Pasti. Mas akan berusaha adil untuk kalian. Yang penting kamu percaya sama Mas dan selalu berusaha mengerti keadaan ini."Sabrina mengangguk dalam pelukan Elang. Ia sedang mencoba menenangkan hatinya untuk tetap setia di sisi sang suami, meskipun jadi yang kedua, meskipun selalu harus mengalah, meskipun harus selalu berkorban dan menekan egonya yang sejatinya masih bergejolak."Sudah ya? Kita masuk," ajak Elang setelah ia meja jam dalam layar ponsel di saku celananya.Sabrina mengangguk. Ia mengusap sisa air mata dengan menggunakan telapak tangannya."Makin jelek kalau nangis gitu," goda Elang sambil mencubit gemas pip