"Jadi, Khalif itu temen maen PS Kak Rama, A. Dan karena Khalif sering ke rumah jadi aja kita kenal. Kebetulan juga kita satu sekolah, jadi dari situ kita deket," ungkap Raika.
Keempatnya sedang menelusuri mall lagi setelah makan siang. Aidan memaksa membayar sebagai bentuk permintaan maaf. Meski ditolak mentah-mentah oleh Khalif, tetapi Aidan tetap bersikukuh. Dan sebelum Khalif membuka dompet untuk membayar, Aidan sudah mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar.
“Kalian sahabatan lama gitu nggak ada rasa suka yang muncul? Kalau aku lihat kalian itu akrab banget.”
kira-kira apa, ya rencana Kakak-kakaknya Raika?
Aidan mengendarai motor matic besarnya keluar dari kawasan Suniaraja. Lelaki itu melakukan kunjungan rutinnya ke customer. Perjalanannya cukup melelahkan karena pada jam-jam ini banyak yang baru pulang bekerja. Dan perjalanan menuju apartemennya masih cukup jauh.Baru saja membelokan motornya ke daerah Kebon Kawung, matanya melihat motor di depannya terserempet pengendara motor lainnya. Hingga motor matic tersebut oleng dan terjatuh tepat di depannya.Aidan segera menghentikan motornya dan turun untuk menolong si korban. Sementara si pelaku pergi begitu saja. Beberapa orang pun ikut menghampiri untuk membantu. Tak lupa Aidan mengunci motor, serta melepas helmnya.Beberapa orang memaki pelaku karena tidak bertanggung jawab, apalagi sampai membuat seseorang jatuh. Motor si korban diangkat dan disimpan di pinggir jalan."Akangnya nggak apa-apa?" tanya seorang bapak, sepertinya ia supir angkot yang sedang ngetem."Nggak apa-apa, Pak..Aww.." te
Raika baru saja duduk di sofa saat ponselnya bergetar berbunyi tanda telepon masuk. Mengambil ponselnya yang ada di atas meja Raika melihat layar ponselnya. Ada telepon dari kekasihnya, tak biasanya Aidan menelepon di sore hari."Assalamu'alaikumBae, udah di rumah?"itulah pertanyaan Aidan pertama kali."Walaikumsalam. Udah, A,” jawab Raika di tengah keheranannya karena telepon Aidan. "Kenapa A?" tanya gadis itu akhirnya.Aidan pun menceritakan peristiwa yang baru terjadi padanya setengah jam yang lalu. Raika dibuat terkejut bukan main. Apalagi mengetahui Rama yang mengalami kecelakaan membuat Raika khawatir.“Tenang, Bae. Udah ada Kak Rasya dan Kak Raihan tadi untuk bantu Kak Rama,” ucap Aidan menenangkan kekasihnya.“Makasih, ya, A, udah nolongin Kak Rama. Tapi, aku jadi curiga, ada apa mereka kumpul-kumpul gitu, ya?” Raika mengutarakan kecurigaannya pada Aidan.
Keesokan harinya Raika berangkat bekerja seperti biasa. Gadis itu tidak mencurigai apa pun dari ketiga kakaknya. Bahkan saat sarapan sikap Rama tetap manja seperti biasa. Namun, bertambahlebaykarena ia sedang sakit. Membuat orang tua dan kakak mereka hanya menggelengkan kepala. Sementara Raika hanya pasrah apalagi kakaknya saat ini sedang sakit.Rasya sengaja bertukar shift dengan rekannya. Berbeda dengan Raihan yang terlihat santai karena Gymnya masih bisa diurus oleh karyawannya. Rama tentu saja izin tidak masuk karena kondisinya yang belum memungkinkan untuk bekerja. Demi rencana ini, ketiganya berkumpul ketika Raika sudah berangkat bekerja.Ditemani oleh Raihan, Rama berjalan sedikit pincang ke kamar adiknya. Beruntungnya, sang adik tidak mengunci kamarnya. Dengan perlahan Rama menghampiri meja belajar lama adiknya dan mengambil kamera kecil yang sengaja ia simpan sembunyi-sembunyi di balik tempat pensil adiknya. Dengan seringai kemenangan, Ram
Tidak perlu menunda-nunda lagi. Ketiganya hari ini siap untuk melaksanakan misi menjadi detektif untuk mencari siapa pacar sang adik. Berbekal informasi yang mereka dapatkan kemarin, siang ini ketiganya sudah berkumpul untuk menyelidiki. Bahkan Rama yang belum boleh banyak bergerak, memaksa ikut misi ini. Dasar keras kepala! Rasya kembali bertukar shift dan Raihan menyerahkan pekerjaannya pada bawahannya. Meski harus melalaikan pekerjaan, tapi demi adik perempuan satu-satunya, mereka tidak peduli. Ketiganya menunggu Raika di dalam toko roti dekat kantor adiknya bekerja. Mengabaikan dua pelayan toko perempuan yang memandang kagum dan terpesona pada ketiganya. Mereka tidak peduli, yang mereka pikirkan saat ini adalah mengetahui siapa lelaki yang berani memacari adik kesayangan mereka. Rama melirik arloji di tangan kirinya. "Harusnya sepuluh menit lagi Adek keluar kantor, Kak," lapor Rama pada kedua kakaknya yang mengangguk. Mata ket
Aidan datang lima belas menit kemudian. Lelaki itu masuk ke ruangan Bu Dina. Raika segera menegakkan tubuhnya kala melihat sosok Aidan. Rasa cemas perempuan itu sedikit berkurang ketika Aidan tersenyum padanya. Ternyata ada Rudi yang sedang duduk di kursi sebelah Hani.“Aman, Dan?” tanya Hani penasaran.Aidan menganggukan kepalanya seraya mempertahankan senyumnya yang berubah tipis.“Emang lo kenapa, Dan?” tanya Rudi seraya menelisik kondisi Aidan.“Tadi waktu makan siang, kita diikutin sama kakak-kakaknya Raika.” Hani menyahut mewakili Aidan.“Serius?” Rudi menganga tidak percaya setengah tersenyum. Lelaki itu menoleh pada Raika yang sudah meringis malu. “Beneran, Neng?”“Iya, A. Sebelum keluar mall saya sempet lihat mereka juga. Kalau A Aidan nggak ngomong kayaknya saya nggak akan sadar,” balas Raika. “Aa beneran nggak apa-apa?” tanya perempuan itu pelan.
Raika menyanggupi permintaan Aidan. Perempuan itu akan membicarakannya dengan sang ayah di rumah nanti. Di antara semua lelaki yang pernah dan hampir menjadi pacarnya, tak ada yang berani bertemu dengan ayahnya lebih dulu. Bahkan sepertinya ide itu tidak pernah terlintas di pikiran para lelaki itu.Namun, Aidan sudah memikirkannya (walau awalnya itu ide Rudi). Bahkan lelaki itu seperti sudah siap untuk bertemu dengan ayahnya. Ah, Raika semakin jatuh hati saja pada lelaki ini. Setiap tindakannya untuk hubungan mereka selalu membuat Raika tersentuh dan semakin yakin pada Aidan.“Raika mana?” tanya Aidan ketika memasuki ruangan gadis itu sore harinya.Hanya ada Hani, sementara hari ini Bu Dina memang izin untuk tidak masuk ke kantor. Ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkannya.“Tadi sih bilangnya ke gudang,” jawab Hani.Aidan hanya menganggukan kepalanya dan memberikan laporan pada Hani.“Hmm.. Dan..” pang
Raika pulang bekerja seperti biasa. Di ruang tamu ada dua kakaknya, Raihan dan Rama. Raika mengucapkan salam dan menyalami keduanya. Gadis itu tak bertanya apa pun dan segera duduk di sofa. Matanya menilik duduk Rama yang terlihat kurang nyaman.Suara pintu di belakangnya membuat Raika menoleh. Ada Shinta yang sepertinya bersiap untuk pergi.“Mau ke mana, Bu?” tanya Raika.“Mau ke rumah Bah Sapri. Tadi Rama ngeluh lagi pinggangnya sakit,” jawab Shinta.Belagu banget sih pake ikut-ikutan nguntit segala. Olok Raika dalam hatinya.“Aku aja, Bu, yang ke rumah Bah Saprinya.” Ketika Raika hendak berdiri, sang Ibu menghalanginya.“Udah, nggak apa-apa, Ibu perginya bareng Raihan kok. Adek istirahat aja.”Raika kembali duduk dan menatap kakak keduanya yang berdiri. Lelaki itu mengusap rambutnya dan pergi bersama Shinta.“Pinggang Kak Rama sakit lagi? Bukannya kemarin Kakak b
Raika sudah memberitahu Aidan jika ayahnya setuju untuk bertemu. Atas saran sang ayah, ketiganya akan bertemu di restoran dekat rumah bibi Raika. Tempat yang aman karena tidak akan dicurigai oleh kakak-kakak Raika. Aidan pun menyetujuinya tanpa banyak bertanya.“Bae,” panggil Aidan ketika keduanya sudah selesai makan siang.Raika hanya menjawab dengan senyumnya sembari menatap Aidan.Aidan berdeham kemudian berkata, "Kamu tahu kan kalau hubungan kita ini bukan untuk main-main?" Raika menganggukkan kepala tanpa bicara.Aidan meraih kedua tangan Raika yang ada di atas meja. Perlahan ia mengusap lembut punggung tangan kekasihnya. Raika cukup terkejut sekaligus deg-degan. Meski mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih, tapi kontak fisik yang mereka lakukan cukup jarang terjadi.Lelaki itu menatap Raika serius. Hubungan mereka memang belum lama, tapi entah bagaimana lelaki itu merasa yakin pada Raika. Aidan pun tak mengira perasa