Share

Terjebak Gairah Semalam Presdir Tampan
Terjebak Gairah Semalam Presdir Tampan
Author: Smallie

Wanita Asing Bergaun Merah

‘Sean ... bangun, Sean ....’

Bisikan dan dengung panjang dalam telinga Sean terasa semakin menyakitkan, suara yang teramat ia kenal memanggilnya dari tempat yang teramat jauh.

Memaksanya bangun saat itu juga, meskipun rasanya sangat sulit.

“Hah ...!”

Dengan deru nafas memburu juga keringat dingin yang bercucuran di sekujur tubuhnya, Sean berhasil terbangun.

Hal pertama yang ia lakukan kala kedua matanya terbuka adalah mengedarkan pandangan ke sekeliling

Sebuah tempat asing dengan aroma yang asing pula. Kebingungan yang ia rasakan semakin membuat kepalanya berat.

Hingga ia mengalihkan pandangan ke sisi kiri dan menemukan seorang gadis bergaun merah dengan tangannya yang terlipat rapi di depan dada.

“Sudah bangun, Tuan? Bagaimana tidurmu tadi malam?” tanya si wanita asing dengan nada datar.

Tak ... tak ... tak ....

Ketukan heels tinggi yang dikenakannya pun memecah sunyi yang teramat nyata di dalam kamar hotel mahal bernuansa klasik itu.

Ia melangkahkan kakinya pelan menuju tengah ruangan. Hingga kini Sean dapat melihat wajahnya dengan jelas.

“Siapa kau?”

Lelaki itu beringsut sebab merasa tak nyaman, untuk kemudian menyadari sesuatu yang salah bahwa ia terbangun tanpa sehelai benang pun.

“Apa yang telah terjadi? Siapa kau?!” bentaknya.

“Aku adalah wanita yang telah kau sewa jika kau lupa. Sekarang berikan aku upah yang harus aku terima darimu setelah apa yang kau lakukan padaku semalam, Tuan,” ujarnya tenang.

“Apa?!” Sean mengernyit samar sebelum tersenyum sinis.  “Jangan gila! Berani-beraninya kau menjebakku!” makinya dengan amarah.

“Aku tidak akan pergi sebelum-“

SET!

Namun belam sempat si wanita menyelesaikan ucapannya, Sean membuka selimut yang menutupi tubuhnya dengan kasar.

Sontak wanita itu memalingkan wajah, menimbulkan seringai tipis di wajah Sean. Dengan cepat lelaki itu meraih beberapa potong pakaian miliknya yang tersebar di sekitar ranjang besar.

“Aku tidak akan menuntut apa pun dan tetap diam dengan semua ini. Jadi kau harus pergi sekarang,” ujar Sean.

“Apa? Sudah kukatakan aku harus menerima upahku hari ini. Aku tidak melakukan semuanya secara gratis. Kau pikir aku perempuan seperti apa?!”

Mendengar ungkapan menggelikan itu lantas membuat sisi lain dari si pria tergugah. Sean melangkah dan mengikis jarak di antara mereka.

Menyisakan lima senti meter yang teramat aneh hingga membuat jantung si wanita berdegup dengan kencang.

“Kau wanita murahan yang mau melakukan apa pun demi uang.”

DEG!

Degupan lembut dan getaran yang membahagiakan itu berubah menjadi hantaman keras yang membuat sepasang matanya memanas.

Sean dapat merasakan kepalan tangan dari wanita di hadapannya. Namun ia tak peduli, bagaimana pun ia adalah korban di sini.

“Berapa usiamu, Nona?” tanyanya kemudian. “Jangan sampai kau terjebak semakin jauh. Aku mengatakannya karena aku peduli dengan masa depan-“

“Persetan dengan rasa pedulimu! Berikan upahku sekarang!”

Agaknya Sean merasa terkejut dengan teriakan penuh amarah yang baru saja meledak dan menghantam pendengarannya.

Lelaki itu mematung untuk sesaat, sebelum kembali fokus dengan jam tangan mahal yang melingkari pergelangan tangan kirinya.

“Aku tidak akan mengeluarkan sepeser pun untuk kau miliki, jika tidak setuju dengan ucapanku barusan seharusnya kau sudah pergi. Itu juga jika kau benar-benar memiliki harga diri.”

“Apa?!”

Wanita itu menganga tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tentu saja ini bukan pertama kalinya ia menerima makian kasar dari seseorang, sayangnya kali ini terasa berbeda dan menyakitkan.

“Semua pakaian dan aksesori mahal itu tak menggambarkan dirimu sama sekali rupanya. Kau lebih buruk dan menjijikkan dari apa pun dan siapa pun yang pernah kutemui selama ini.

Aku sama sekali tak heran jika banyak orang yang ingin menghancurkanmu di luar sana. Dasar lelaki miskin menyedihkan.”

BLAM!

Belum sempat Sean berbalik dan pintu kayu bercat hitam di belakangnya itu dibanting dengan keras.

Masih mampu ia rasakan dengan jelas letupan amarah yang berusaha disalurkan oleh wanita itu di tempatnya berdiri sebelumnya.

Deru nafasnya yang memburu, egonya yang tinggi, hingga aromanya yang lembut masih terngiang jelas dalam benak Sean saat ini.

Perlahan ia berbalik, menatap pintu yang telah tertutup rapat dan bersiap untuk pergi. Sebelum perhatiannya teralihkan pada sebuah benda kecil di atas nakas.

Sebuah kartu nama dengan desain norak berwarna merah muda dan abu. Dengan background nama perusahaan abal-abal yang tidak Sean yakini kredibilitasnya.

“Stacy Angela?” gumamnya pelan seraya menatap pintu dan kartu nama di hadapannya bergantian.

Di sisi lain sang wanita bergaun merah tengah turun dengan tergesa-gesa menuju lobi hotel. Rasa malu, amarah dan dendam telah membara memenuhi rongga dadanya.

Nafasnya yang memburu seirama dengan langkah kakinya yang bergerak cepat tak beraturan, melupakan gaun panjangnya yang menjuntai hingga mata kaki.

Brugh!

“Akh!”

Dan benar saja, kesialannya semakin bertambah saat ia terjatuh tepat di depan meja resepsionis. Sudah jatuh masih tertimpa tangga pula.

Selain sial karena bertemu lelaki seperti Sean, ia juga harus menanggung malu dan merelakan waktunya yang berharga terbuang sia-sia.

Jika ia tak mendapatkan sepeser uang pun hari ini, itu artinya ia harus menahan lapar hingga esok hari. Lebih parahnya lagi jika para rentenir busuk itu datang malam ini.

“Anna? Kau baik-baik saja?”

Wanita yang dipanggil dengan sebutan ‘Anna’ itu mendongak. Mengerucutkan bibirnya kala menemukan sosok lelaki yang ia kenal.

“Kau tidak lihat aku tengah ketiban sial? Sepertinya tubuhku tidak akan mampu lagi untuk datang ke tempat ini.”

Lelaki itu terdiam sejenak, mencermati wanita muda di hadapannya dengan pandangan datar.

“Well ... sudah kukatakan untuk berhenti sejak dulu, kau mungkin ingin mencari uang yang besar dengan cara instan, tapi lihat sekarang? Kau bahkan tak mendapatkan apa pun dan malah mendapatkan kesialan.”

Anna tak ingin menggubrisnya, wanita muda itu mulai menyanggul rambut panjangnya asal.

Bersiap menjinjing gaun merahnya yang sama sekali tak tampak elegan untuknya. Melangkah dengan tergesa dan keluar dari hotel.

“Kau berbicara dengannya?”

Terlalu fokus dengan Anna membuat Bima tak sadar bahwa Sean telah bersamanya sekarang. Ia menolehkan kepala dengan cepat kala suara sang sahabat memasuki indra pendengarannya.

“Oh, sejak kapan kau sampai?”

“Aku bertanya apa kau baru saja berbicara dengannya? Kau mengenalnya?”

Bima menaikkan sebelah alisnya, bingung. “Kenapa tiba-tiba kau sangat tertarik dengannya?”

“Aku sedang bertanya padamu.”

“Seharusnya aku yang bertanya, mengapa pagi ini aku mendapatkan panggilan mendadak untuk menjemputmu di sini huh?” tanya Bima seraya berjalan menyejajarkan diri dengan Sean yang mulai melangkah cepat meninggalkan lobi hotel.

Lelaki berusia 31 tahun itu tampak mengernyit samar sebelum mengubah ekspresinya menjadi datar kembali. Sebelum ia kembali melanjutkan.

“Lagi, seseorang berusaha menjebakku, Bim” jawabnya setelah terdiam cukup lama.

“Sudah seharusnya kau berhenti melakukan semua ini Sen, hidupmu sudah berubah dan kau memiliki banyak tanggung jawab sekarang.”

“Hanya kau satu-satunya orang yang kupercaya, kau cukup menjadi tangan kananku selamanya, dan semua akan baik-baik saja.”

Pembicaraan serius di antara Sean dan Bima selalu memiliki kekuatan dan nuansanya tersendiri. Mereka adalah dua orang pria dewasa dengan kehidupan masing-masing yang rumit.

“Jalan sekarang, aku harus datang ke sekolah Jason sebelum bertemu dengan klien siang nanti,” tutupnya.

Audi hitam metalik itu melaju kencang menembus jalanan padat ibu kota. Ramai dan bising kendaraan sudah membuat Sean muak.

Namun hari ini ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang wali untuk Jason dan datang ke sekolah elit itu tepat waktu.

Jakarta Elementary School terletak di pusat ibu kota, Bima telah membawa mobil mereka mendarat dengan sempurna di halaman sekolah sebelum pertemuan itu dimulai.

Ia tak menyangka harus mengawali hari dengan penuh kejutan. Dimulai dengan pertemuan aneh bersama wanita asing di dalam kamar hotel.

Bangun tanpa selembar kain di tubuhnya hingga datang ke sekolah Jason sebagai seorang wali.

Sean membawa langkahnya yang bersemangat, setidaknya ia harus menebus pagi ini dengan berperan sebagai seorang wali yang baik dan bertemu Jason.

Namun belum sempat ia melangkah lebih jauh, sosok yang tak asing tertangkap penglihatannya.

Tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini, Jason tengah bersama seorang wanita yang ia kenal sebagai wanita asing di dalam kamar hotelnya pagi ini.

“Jason?” Dan dua orang berbeda usia itu pun berbalik dengan ekspresi yang sangat jelas berbeda.

“Papa?!” teriak Jason keras.

Bocah lelaki itu tampak terkejut juga bersuka cita, berbeda dengan Anna yang tampak terkejut setengah mati hingga rasanya ingin menghilang untuk selamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status