Saga memutuskan untuk langsung kembali ke rumah saat di rasa percakapannya dengan Revanno telah selesai. Saga sudah memberitahu Revanno dimana keberadaan Starla saat ini. Sekarang Saga hanya tinggal menunggu perjuangan Revanno untuk menemukan Starla. Jika si pria berengsek itu benar-benar mau dan mampu menemukan adiknya. Maka setelah itu Saga akan berusaha untuk membiarkan Revanno mencintai adiknya.Ya, itulah janji Saga.“Pak Saga? Apa yang terjadi? Kenapa wajah Pak Saga bisa seperti ini?”Itu adalah pertanyaan pertama yang Saga dapatkan setelah ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamunya. Bi Inah yang kebetulan masih menunggu kepulangannya langsung kaget ketika melihat wajah Saga yang di penuhi luka.“Saya nggak apa-apa, Bi,” jawab Saga berbohong.“Nggak apa-apa bagaimana? Jelas-jelas wajah Pak Saga terluka dan berdarah seperti itu masih saja bisa bilang nggak apa-apa.” Bi Inah langsung mendekati Saga dan menarik lengan pr
Starla baru saja selesai mandi saat mendengar suara ponselnya yang berdering. Wanita itu segera meletakkan handuknya dan berjalan untuk mengambil ponsel yang tergeletak di atas ranjang tersebut. Tapi begitu Starla mengambil ponselnya, tiba-tiba saja tubuh wanita itu menegang begitu melihat nama yang tertera pada layarnya.“Revanno,” gumam Starla.Kedua lutut Starla langsung terasa goyah ketika nama Revanno muncul di layar ponselnya. Ini memang bukanlah panggilan pertama yang ia terima dari Revanno sejak ia memutuskan untuk menghidupkan ponselnya lagi. Beberapa hari kemarin Starla memang sengaja menonaktikan nomor ponselnya. Tapi begitu ia kembali menghidupkannya, Revanno seolah tidak pernah berhenti untuk menghubungi dan mengirim pesan untuknya. Meski tidak ada satupun pesan maupun panggilan yang pernah Starla hiraukan. Perlahan Starla duduk di atas ranjang dan meletakkan ponsel itu tepat di samping tubuhnya. Starla tidak tahu harus melakukan apa?
Hari semakin gelap saat mobil Revanno berhenti di dekat sebuah hotel yang tanpa sengaja ia lewati. Revanno merasa lelah. Seharian ia berkeliling mencari alamat rumah Saga, tapi sampai saat ini belum juga membuahkan hasil. Memang rumah Saga itu terletak sedikit jauh dari perkotaan. Jika bukan penduduk asli yang tinggal di daerah tersebut, maka mereka tidak akan tahu alamat yang di tanyakan oleh Revanno. “Sial. Kenapa Saga memilih untuk tinggal di desa terpencil seperti ini, sih?” Revanno mengacak rambutnya frustrasi. Revanno menghela napasnya sejenak. Menundukkan kepalanya sambil terus berusaha memikirkan apa yang sekiranya harus ia lakukan. “Argh! Aku nggak bisa memikirkan apapun, berengsek!” Makinya sambil membenturkan kepalanya ke stir kemudi. Setelah cukup lama terdiam. Akhirnya Revanno memutuskan untuk menginap di hotel yang ada di seberang jalan. Bagaimanapun juga tubuhnya butuh istirahat agar besok ia bisa kembali memikirkan cara untuk menemukan alamat rumah Saga. Revanno sa
Seperti biasanya pagi ini Starla bangun lebih awal. Ia bergegas mengganti piyama tidurnya dengan pakaian biasa. Starla juga tidak lupa menggosok gigi dan mencuci wajahnya. Lalu setelah itu Starla bergegas keluar dari kamarnya, menuju dapur dan menemui Nana yang sudah lebih dulu memasak menu sarapan di sana.“Pagi.” Starla menyapa riang.Nana yang sudah terbiasa mendengar sapaan riang dari Starla hanya bisa tersenyum. “Ibu lihat, semakin hari kamu jadi semakin terlihat semangat saja ya, Starla.” “Tentu saja,” ujar Starla semangat. “Aku bantu ya, Bu,” imbuhnya seraya mengambil alih pekerjaan Nana yang tengah membuat nasi goreng. Sejak tinggal di rumah ini, Starla jadi ikut terbiasa memanggil Nana dengan panggilan Ibu. Sama seperti yang di lakukan oleh Saga dan juga Lily. Starla merasa panggilan itu memang cocok sekali untuk Nana. Selain itu, Starla juga merasa seperti memiliki sosok Ibu jika sedang bersama dengan wanita paruh baya yang be
Saat ini Starla sedang berada di kamar Andra, membukakan bungkus obat yang harus di minum oleh Papanya tersebut. Sejujurnya Starla merasa begitu kasihan kepada Papanya yang setiap hari harus meminum obat dalam jumlah yang cukup banyak. Apalagi Starla tahu betul bagaimana tidak enaknya rasa dari obat-obatan tersebut. Pahit dan menyiksa.Tapi, semua ini demi kesembuhan Papanya. Dan mau tidak mau Starla harus tetap melihat Papanya meminum obat-obatan tersebut.“Setelah ini Papa istirahat, ya,” ujar Starla saat Andra sudah meminum habis semua obat yang ia berikan tadi.Andra mengangguk. “Tapi sebelum itu kamu mau kan di sini dulu menemani Papa?” “Iya, Pa.” Starla langsung memeluk erat tubuh Papanya. “Aku akan di sini dan akan selalu menjaga Papa,” imbuhnya pelan.“Terima kasih, anak Papa,” ujar Andra sambil mengusap-usap kepala Starla. “Seharusnya Papa yang menjaga kamu dan Saga. Tapi yang terjadi justru kebalikannya. Maafkan Papa,
“Starla?” “Ya?” Starla yang tengah duduk di atas ranjangnya itu tampak mengerjap karena kaget. “Kamu sedang apa?” Saga bertanya sembari masuk ke dalam kamar adiknya. Starla berdehem. “A-aku nggak sedang melakukan apa-apa. Hanya duduk saja,” ujarnya beralasan. “Kebetulan kalau begitu. Kamu bisa membantuku?” “Membantu apa?” “Ada. Ayo, ikut aku. Nanti kamu juga akan tahu.” Starla terdiam. Ia bukanya tidak mau membantu Saga. Hanya saja suasana hati Starla saat ini sedang tidak baik-baik saja. Jadi ia merasa malas untuk melakukan apapun sekarang. “Em, itu, Kak ... Tiba-tiba saja aku merasa pusing. Jadi maaf. Sepertinya aku nggak bisa membantumu. Aku ingin tidur terlebih dahulu supaya pusingnya cepat hilang.” “Kamu sakit?” Saga menatap Starla dengan sebelah alis terangkat. “Nggak kok.” Starla menggeleng cepat. “Hanya pusing saja,” jelasnya lalu kembali menunduk. Tidak ingin membuat Saga semakin curiga, Starla berniat untuk langsung berbaring ke atas ranjang tempat tidurnya. Namun
Berulang kali Saga mencoba menghubungi nomor Revanno. Tapi nomor pria itu sama sekali tidak bisa di hubungi. Ada apa gerangan? Saga kira, Revanno akan selalu membiarkan ponselnya menyala agar bisa terus di gunakan untuk menghubungi adiknya. Tapi ternyata dugaannya salah.Saga lalu menghubungi nomor salah satu anak buahnya. “Tolong cari kendaraan bernomor plat B16 B0SS di seluruh kota ini. Jika menemukannya segera hubungi aku,” perintah Saga.“ .... “ “Hm. Aku tunggu secepatnya,” balas Saga sembari memutus panggilan teleponnya.Untung saja, Saga masih ingat betul nomor plat kendaraan Revanno saat menguntit rumahnya beberapa pekan yang lalu. Dan Saga yakin kalau Revanno saat ini pasti juga sedang menggunakan mobil itu.Saga masih melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedang. Sambil sesekali menatap sekitar jalan. Barangkali ada mobil yang nomor platnya mirip dengan mobil Revanno sedang terparkir di pinggir jalan. S
“Ini adalah alamat rumah calon istriku.”Jessie yang mendengarnya hanya bisa terdiam sambil terus menatap Revanno. Dahinya muncul kerutan yang menunjukkan kalau ia sedang terkejut dan juga bingung. Yang ada di depannya ini benar-benar Revanno yang dulu pernah ia kenal, kan? Pria yang dulunya hanya menganggap wanita sebagai pemuas kebutuhan biologisnya. Tanpa mengenal apa itu rasa cinta dan kasih sayang. Bahkan Jessie masih ingat betul saat dirinya di tolak mentah-mentah saat mengutarakan perasaannya di depan Revanno.Jessie berdecih. Tidak pernah membayangkan kalau sosok Revanno akan berubah menjadi seperti yang sekarang ia temui.“Calon istri sungguhan?” Tanya Jessie setengah tidak percaya.Revanno mengangguk. “Kamu pikir ada calon istri pura-pura.”“Ada,” sahut Jessie cepat. “Kamu nggak pernah membaca novel yang sering sekali menceritakan tentang istri pura-pura yang di gunakan oleh para CEO sekelasmu untuk kepentingan pribadi mereka.” Revanno tertawa sumbang. “Sayangnya kehidupan