Starla benar-benar merasa kewalahan di hari pertamanya kembali bekerja. Pekerjaannya benar-benar menumpuk dan banyak sekali yang tertunda.
Apa Revanno tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan itu selama Starla tidak ada di kantor?Starla memijat pangkal hidungnya. Pria itu benar-benar membuatnya repot saja.Beruntung, Starla masih di berkati dengan kemampuan bekerja yang cepat meski sudah beberapa lama ini ia tidak melakukan pekerjaannya. Berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya perlahan mulai berkurang sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu.“Wah, ternyata sekretarisku yang satu ini selain cantik dan seksi, dia juga cekatan sekali, ya,” goda Revanno seraya bersiul.Starla hanya mendengus. “Jangan menggangguku, Revanno. Aku sedang sibuk.”Revanno berjalan mendekat, dan berdiri di depan meja kerja Starla. “Apa kamu tahu, Starla? Selama kamu nggak ada di sini, ruang kerjaku ini rasanya menjadi begitu kelam dan“Revanno, kamu ingin makan malam—“Ucapan Starla terhenti ketika Revanno langsung melumat bibirnya. Mereka baru saja sampai di apartemen Revanno, dan Starla baru berencana ingin memesan makanan untuk makan malam mereka. Tapi sepertinya Revanno lebih tertarik untuk memakan Starla ketimbang memakan yang lainnya.“Revanno ...,”Starla berusaha mendorong dan menjauhkan tubuh Revanno agar menjauh dari tubuhnya.“Kamu apa-apaan sih, Revanno?” Protes Starla ketika ia berhasil membuat jarak di antara mereka.“Aku hanya ingin melanjutkan kegiatan siang tadi,” jawab Revanno tanpa merasa berdosa sedikitpun.Starla mendengus. “Astaga, Revanno. Apa kamu nggak bisa menahannya barang sebentar saja?”Revanno dengan polos menggeleng. “Nggak bisa, Starla. Aku bisa gila kalau harus menahannya terus-terusan.”“Terus-terusan apanya?! Kamu lupa, kemarin kita sudah melakukannya!” Bentak Starla.“
Satu hari yang lalu ….Revanno melajukan mobilnya mengikuti mobil yang tadi di tumpangi oleh Ramos—Papi Cheryl. Mobil mereka tengah menuju ke arah sebuah rumah sakit yang selama ini menjadi tempat dimana Cheryl menjalani perawatan.Mobil Papi Cheryl berhenti di basement rumah sakit, dan Revanno juga ikut menghentikan mobilnya di sana.Pria paruh baya itu menatap Revanno yang sedang keluar dari mobil, lalu berjalan mendekatinya.“Sebelumnya saya ingin berterima kasih karena kamu bersedia ikut datang ke sini bersama saya,” ujar Ramos ketika Revanno berhenti di hadapannya.“Hm.” Revanno hanya bergumam, lalu mengikuti Ramos yang langsung melangkah memasuki rumah sakit.Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Jika dulu selama proses koma Cheryl di rawat di ruangan khusus. Kini setelah wanita itu tersadar dari komanya, ia langsung di pindahkan ke ruang perawatan yang berjarak cukup jauh dari ruangan yang wanita itu tempati sebelumnya.“Oh, iya, Revanno ...,” Pria yang sejak tadi hany
“Revanno, akhirnya kamu menjengukku juga. Aku sangat merindukanmu.”Revanno mengernyit, sedikit terkejut ketika mendengar Cheryl mengatakan kalau wanita itu merindukannya. Ck! Memangnya wanita itu siapa? Berani-beraninya mengatakan rindu kepada Revanno.“Revanno, kemarilah. Duduklah di sini.” Cheryl menepuk sisi ranjangnya yang kosong. Berharap agar pria itu duduk di sebelahnya.Revanno hanya diam. Kemudian menggeleng. “Aku duduk di sini saja,” ujar Revanno seraya menggeser kursi yang ada di sebelah ranjang tempat tidur Cheryl.“Kenapa nggak di sini saja? Padahal kamu tahu kalau aku sangat merindukanmu.” Kata Cheryl manja.“Hm.” Revanno hanya menanggapi ocehan Cheryl dengan gumaman.“Kita sudah nggak bertemu berapa lama sih, Honey? Kok sepertinya sudah lama sekali aku nggak bertemu denganmu. Sampai aku rindu seperti ini.” Lagi-lagi Cheryl berujar manja.“Nggak tahu. Lupa,” sahut Revanno malas.Cheryl tersenyum. Sedikit menggeser posisi duduknya agar bisa mendekat ke arah Revanno. “Ka
“Revanno, jadi mana yang benar?” Revanno hanya bisa mencengkeram stir kemudinya semakin kuat, ketika Starla terus mendesaknya dengan berbagai pertanyaan. “Apa jangan-jangan ...” Starla menoleh ke arah Revanno yang seketika membuat tubuh pria itu menegang. “Kamu membohongiku, iya?” Wajah Starla benar-benar terlihat kecewa sekali. Ia kembali menatap lurus ke depan, lalu kemudian menunduk. “Kenapa kamu tega membohongiku, Revanno? Aku kira setelah apa yang sudah kita lalui selama ini, kita akan menjadi semakin lebih terbuka lagi,” ujar Starla pelan. Sial! Revanno merasa kehabisan kata-kata. Ia tidak pernah menyangka kalau Starla akan curiga hingga seperti ini. Lagipula kenapa Nathan sialan itu harus berkata seperti itu kepada Starla? “Revanno, kenapa—“ “Starla, aku nggak membohongimu, Sayang,” sahut Revanno cepat. Tangan Revanmo lagi-lagi kembali meremas stir kemudinya dengan cukup kuat. R
Revanno mengerang seraya menggerakkan tubuhnya. Seluruh tubuhnya pagi ini terasa begitu remuk. Semalam ia benar-benar tidur di atas sofa, sementara Starla tidur di ranjang tempat tidurnya. Starla bahkan tidak mengizinkan sedikitpun pada Revanno untuk menyentuh ranjang tempat tidurnya. Wanita itu hanya memberi Revanno sebuah bantal, sedangkan untuk selimut Revanno harus mencari sendiri di dalam lemarinya. “Mmmhh ...,” Revanno kembali mengerang seraya membuka mata. Ia menoleh ke arah ranjang tempat tidur, tapi tempat itu kosong. Kemana Starla? Revanno segera bangun dan saat itulah ia melihat Starla yang baru saja selesai mandi. Wanita itu masih mengenakan handuk kimono, sementara rambutnya yang basah di biarkan terurai begitu saja. Sial! Pagi-pagi seperti ini Revanno sudah harus di hadapkan dengan pemandangan yang mampu membuat adiknya semakin berdiri dan mengeras saja. “Starla ...,” Revanno merengek seraya mengusap-usap mata. Bukanya menjawab Starla justru hanya diam, berjalan
Revanno merasa jantungnya tidak bisa berhenti berdebar gugup setelah melihat Starla memutuskan panggilannya dengan Nathan. Revanno yakin, Nathan sebentar lagi akan tiba di ruangannya.Revanno mendesah dalam hati. Apa saat ini benar-benar tidak ada sedikit saja kesempatan untuk dirinya? Revanno takut jika Starla akan mengetahui semuanya, lalu kembali salah paham lagi seperti kejadian yang sudah-sudah.“Kenapa kamu tegang seperti itu?” Starla bertanya seraya duduk di kursi kerjanya.Revanno berdehem pelan. “A-aku? Nggak kok. Siapa yang tegang? Aku biasa saja,” jawabnya mengelak.Starla mendengus. “Raut wajahmu nggak bisa membohongiku.”“Memang kenapa dengan raut wajahku? Perasaan biasa saja. Aku nggak tegang sedikitpun. Sudahlah, Starla. Nggak usah menuduh yang bukan-bukan,” ujar Revanno.“Aku nggak menuduh. Tapi memang seperti itu kan kenyataannya. Kamu pasti mulai tegang karena Nathan sebentar lagi akan ke sini.”“Kenapa aku harus tegang karena Nathan ingin ke sini? Justru yang membua
“Terima kasih, Nath.” Nathan yang baru saja keluar dari toilet langsung berhenti melangkah, ketika mendengar suara yang tidak asing dari arah samping. Pria itu menoleh, dan saat itu juga ia melihat Revanno yang sedang berdiri, bersandar di dinding dekat wastafel sambil bersedekap.“Terima kasih karena kamu sudah bersedia membantuku.” Revanno kembali bersuara. Lalu melangkah mendekati Nathan.Nathan berdecak. “Ck! Aku melakukannya bukan semata-mata demi kamu, Rev. Tapi demi kita semua.”“Ya, terserah. Apapun alasanmu, yang penting aku ingin bilang terima kasih padamu, Nath. Aku benar-benar sangat berterima kasih. Berkat kamu, aku nggak jadi kehilangan Starla lagi, Nath.”Nathan terkekeh. “Memangnya dia bilang kalau ingin pergi lagi?”Revanno mengangguk. “Dia juga bilang kalau nggak akan memaafkanku, kalau aku ketahuan membohonginya lagi.”Revanno mendesah, antara lega dan juga bahagia. Meskipun saat ini Revanno yakin Starla masih belum sepenuhnya percaya. Tapi setidaknya kekasihnya it
“Kamu pikir, apa yang kamu lakukan, Starla?!” Starla langsung menoleh, dan terkejut ketika melihat Revanno sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya. Tatapan pria itu terlihat begitu tajam dan menakutkan. Tatapan yang jarang sekali Starla lihat selama ini. “Pak Revanno.” Pria yang tadi menolong Starla langsung menjauhkan diri, lalu menunduk hormat ke arah Revanno. Saat ini seluruh penghuni kantor pastinya sudah tahu kalau hubungan antara Revanno dan Starla itu bukan hanya sebatas Bos dan sekretaris. Melainkan sepasang kekasih. Termasuk pria yang menolong Starla tadi. Ia juga tahu soal hubungan sang pemilik perusahaan dengan sekretarisnya tersebut. Revanno kini beralih menatap pria yang masih menunduk hormat ke arahnya. “Kamu dari divisi mana?” Tanya Revanno dengan suara dingin. Pria tadi mendongak. “S-saya ...” Wajahnya tampak begitu tegang. “Saya dari divisi perencanaan, Pak.” “Apa kamu sudah tahu? Kalau say