Mereka menyelesaikan makan malam berdua dan segera kembali ke rumah. Jordan masih setia menjadi sopir kakaknya. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, sesekali pria itu melirik Michael yang tertidur lelap dan tersenyum. Dia tidak bisa merasa iri pada kakak yang sangat dibanggakan orang tuanya.
“Apa yang ada dalam pikiran, Michael?” gumam Jordan. Mobil terus melaju hingga memasuki kawasan elit dan mewah kediaman Hardianto.
“Hey, El. Kita sudah sampai.” Jordan melihat kearah Michael.
“Terima kasih.” Michael membuka mata dengan perlahan dan segera keluar dari mobil. Ia langsung menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Koper telah disiapkan, tidak ada yang kurang, semua dilakukan oleh mama mereka. Pria itu melepaskan semua pakaian yang melekat ditubuhnya, kebiasaan buruk tidak bisa dibuang. Tidur dengan tubuh telanjang.
“Aku akan tidur.” Michael tersenyum melihat koper miliknya, ia menghempaskan tubuh tanpa pakaian itu di atas tempat tidur yang empuk. Memejamkan mata dan terlelap.
Matahari pagi menyusup masuk dalam kamar Michael dengan nuansa putih bersih dan didomisani jendela kaca bening yang dibiarkan terbuka. Tirai putih melambai-lambai tertiup angin, udara dingin berpadu dengan hangatnya cahaya Surya menyentuh tubuh telanjang pria Chines itu. Michael membuka mata dengan perlahan, ia sangat malas untuk beranjak dari tempat tidur. Pria itu melihat taman hijau dan bunga yang sengaja ia desain di depan kamarnya. Lantai atas itu memiliki kebun sehingga membuat betah pemilik ruangan.
“El, apa kamu sudah bangun?” Suara Nyonya Li terdengar lembut di balik pintu.
“Ya,” jawab Michael malas.
“Apa kamu sudah berpakaian?” tanya Mama yang mengetahui putranya memiliki kebiasaan tidur tanpa pakaian.
“Aku masih di tempat tidur.” Michael membungkus tubuhnya dengan selimut berwarna putih.
“Sayang, turunlah, kita mau sarapan.” Nyonya Li meninggalkan Michael yang pasti tidak akan turun dengan segera.
“Aku akan pergi ke pulang Bangka, sudah lama sekali tidak ke sana.” Michael beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi. Tubuh seksi itu tidak ditutupi sehelai benang pun, memperlihatkan otot-otot menggoda. Air mengalir melewati pahatan sempurna pada perutnya. Aroma maskulisn menyeruak memenuhi kamar. Kaki panjang berjalan menuju lemari pakaian. Kemeja biru langit dan celana hitam berbahan katun telah menempel pada tubuh tinggi itu. Langkah kaki menuruni tangga dengan elegan menuju ruang makan. Semua telah menunggu putra kesayangan untuk sarapan bersama. Michael Hardianto−jimat keberuntungan yang selalu dimanja. Kelahirannya menjadi awal kesuksesan keluarga Hardianto.
“Sayang, cepatlah!” Mama tersenyum melihat putra tampannya.
“Apa kamu akan pergi ke kantor terlebih dahulu?” tanya Jordan.
“Tidak, apa kamu bisa mengantarkan aku ke bandara?” Michael balik bertanya setelah menjawab pertanyaan saudaranya.
“Tentu saja.” Jordan memulai makannya.
“Ma, dimana Papa?” Michael melihat kursi kosong di depan mamanya.
“Papa pergi ke Hongkong,” jawab Nyonya Li.
“Kenapa Mama tidak ikut?” tanya Michael lagi.
“Siapa yang akan menemani Jordan di rumah, ia baru saja kembali dari Singapura.” Mama menggengam tangan Jordan.
“Mm.” Michael melirik Jordan yang tersenyum.
“Terima kasih, Ma.” Jordan mencium tangan mamanya.
“Apa kamu sedang memamerkan kemesraan padaku?” Michael mengisi piring kosong dengan nasi dan lauk pauk. Mereka selesai sarapan. Mama melakukan aktivitas seperti biasa merawat taman, Michael duduk di taman mempehatikan wanita yang sangat ia cintai itu.
“Jordan, kamu bisa pergi ke kantor.” Michael melihat Jordan yang baru keluar dari rumah.
“Bukankah kamu mau aku jadi supir ke Bandara?” Jordan tersenyum.
“Jika sendirian, aku mau diantar kamu, tetapi karena ada Fendy dan Fanny, jadi kami akan menggunakan sopir perusahaan.” Michael tersenyum.
“Baiklah, Tuan Muda. Bersenang-senanglah.” Jordan berjalan menuju garasi mobil.
“Ingatlah untuk menjaga guci pernikahan.” Nyonya Li tersenyum.
“Guci itu tidak akan pecah.” Michael tersenyum tipis. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pintu rumah keluarga Hardianto. Fanny dan Fendy keluar dari mobil. Seorang pelayan segera memasukkan koper Michael ke dalam bagasi mobil.
“Selamat siang, Nyonya Li.” Fanny tersenyum cantik.
“Selamat siang.” Nyonya Li membalas senyuman Fanny.
“El, Mama rasa kamu tidak perlu mengajak Fanny bersama.” Nyonya Li menggandeng tangan Michael.
“Kenapa, Ma?” Pria tinggi itu menatap mamanya.
“Kamu hanya satu minggu, apakah Fendy saja tidak cukup?” Mama melirik Fendy.
“Baiklah, Fanny. Kamu bisa kembali ke perusahaan dan membantu Jordan.” Michael mencium pipi mamanya.
“Apa? Tapi Tuan….” Fanny kebingungan.
“Ma, suruh sopir mengantar Fanny kembali ke perusahaan.” Michael masuk ke dalam mobil. Fanny sangat terkejut. Ia tidak menyangka Michael akan meninggalkan dirinya dan merubah keputusan dengan mudah. Mobil yang membawa Michael dan Fendy telah melaju menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Lima puluh menit berada di udara dan mendarat di bandara Depati Amir Pangkal Pinang, Bangka. Perjalanan pendek tidak akan membuat Michael merasa lelah. Pria itu segera turun dari pesawat bersama dengan Fendy berjalan menuju sebuah mobil mewah yang akan membawa mereka menuju kota Sungailiat, tempat kelahiran Mama dan Papanya.
“Tuan, apa kita akan pergi beristirahat ke hotel yang telah di pesan Fanny?’ tanya Fendy.
“Apakah lima puluh menit berada di pesawat membuat kamu lelah?” tanya Michael.
“Tidak, Tuan.” Fendy menunduk.
“Langsung menuju pantai Tongacai!” ucap Michael.
“Baik, Tuan.” Fendy tidak mempersiapkan diri untuk melayani Michael karena biasa dilakukan oleh Fanny.
Tiga puluh menit mereka telah sampai di kawasan pantai dengan nuansa oriental, sejarah, seni, dan budaya berpadu. Lahan di tepi laut yang dipagar tinggi itu adalah milik keluarga Hardianto. Menginjakkan kaki di Tongacai, orang pun disuguhkan pemandangan seperti pameran lukisan, pameran foto, berbagai koleksi patung burung Garuda, seni pahat, tongaci park, dan sejumlah kata-kata bernuansa oriental yang menjelaskan tentang sejarah nama marga - marganya serta filosofi yang bermakna arti kehidupan.
Kaki jenjang itu turun dari mobil dan mendapat sambutan dari pengurus pantai dan semua isi yang ada di lokasi itu, tetapi Michael hanya tersenyun dan mengatakan ia hanya mampir sebentar untuk makan siang. Pria itu berjalan langsung mengelilingi lokasi pantai, senyuman terlihat di bibir Michael, menghirup oksigen bersih jauh dari polusi udara. Mata jernih melihat sekeliling dan berhenti tepat pada seorang gadis cantik dengan pakaian muslimah, menutupi seluruh tubuhnya, yang terlihat hanya wajah dan telapak tangan.
“Cantik,” guman Michael tanpa sadar.
“Fendy, apakah sekarang hari libur?” tanya Michael pada asistenya dengan mata terus memperhatikan senyuman dan pergerakan wanita itu.
“Tidak Tuan, hanya saja bertepatan dengan hari libur sekolah dasar, jadi anak-anak itu sedang melakukan acara perpisahan karena akan masuk ke SMP,” jawab Fendy. Pria itu telah mempersiapkan semua jawaban untuk pertanyaan Michael.
“Apakah wanita itu adalah guru mereka?” tanya Michael lagi dan membuat Fendy kebingungan, ia tidak menyangka Bosnya akan bertanya tenang hal yang tidak penting.
“Mungkin, Tuan.” Fendy mengikuti arah tatapan Michael.
“Apakah menu makan siang telah siap? Aku sudah lapar.” Michael berjalan menuju restaurant yang ada di tepi pantai bersebelahan dengan kolam besar berisi sejumlah tukik jenis A penyu hijau maupun penyu sisik beragam.
“Saya akan bertanya.” Fendy berjalan menuju dapur.
Michael memilih kursi di sebelah pagar restaurant, ia melihat wanita tadi berjalan bersama seorang pria dan mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. Sang pemilik pantai memperhatikan wajah cantik yang tersenyum manis.
“Imah, apa kamu mau makan?” tanya pria yang datang bersama Fahima.
“Aku masih kenyang, kenapa kamu mengajak aku kemari?” tanya Fahima melihat sekilas kearah Michael, ia merasa diawasi oleh mata pria Tionghoa itu.
“Imah, maaf,” ucap pria itu.
“Untuk apa?” Fahima tersenyum.
“Kita sudah lama saling kenal dan sama dewasa.” Tangan pria itu mengeluarkan sebuah kotak.
“Fahima, maukah kamu menikah denganku?” Pria itu membuka kotak perhiasan berisi sebuah cincin emas.
“Rico, maaf.” Fahima tersenyum.
“Jika kamu belum siap menikah, kita bisa bertunangan terlebih dahulu.” Rico terus menatap wanita cantik di depannya.
“Rico, kamu lebih tahu kenapa aku menolak semua pria yang telah melamarku? Aku belum siap mengurus seorang suami karena Mama dan Nenek sangat membutuhkan diriku. Aku berusaha sampai seperti ini agar bisa membahagiakan mereka berdua.” Tidak ada keraguan pada jawaban Fahima. Wanita itu bertekat tidak akan jatuh cinta selama ia harus menjaga dan menafkahi keluarga kecilnya.
“Fahima.” Suara Rico terdengar pelan.
“Maafkan aku, anggap saja hari ini tidak pernah ada.” Fahima tersenyum dan berjalan meninggalkan Rico. Michael tersenyum mendengar drama lamaran yang mendapatkan penolakan itu.
“Alasan penolakan yang lucu. Itu tidak akan pernah terjadi padaku.” Michael melihat Fahima yang kembali bersama siswa-siswinya.
Urusan hati dan perasaan memang tak bisa dipaksakan. Kita tidak bisa begitu saja membuat orang yang kita cintai juga bisa punya perasaan yang sama dengan kita. Adakalanya memang jalan terbaik untuk kebaikan bersama adalah melepaskan orang yang kita cintai. Menerima semua alasan dari sebuah penolakan.
Fahima bangun sebelum subuh dan melakukan rutinitas pagi dengan cekatan, ia memasak nasi dan membuatkan lauk-pauk serta sayur mayur untuk sarapan mereka bertiga. Membersihkan rumah dan menyiram tanaman yang ada di halaman depan dan belakang. Wanita itu mandi dan berganti pakaian. Ia sarapan lebih dulu karena harus bekerja. Hari ini ia mulai bekerja part time di hotel Paraday selama liburan sekolah.Wanita yang baru saja menjadi Pegawai Negeri Sipil itu terlihat cantik dengan gamis merah muda dan hijab segiempat dengan warna senada. Dia menjemur pakaian di halaman belakang. Fahima melihat ibu yang sudah selesai mandi dan membantunya. Wanita paruh baya itu tersenyum memperhatikan putri cantiknya yang baru berusia dua puluh lima tahun itu.“Kenapa, Ma?” tanya Fahima yang tersenyum lembut. Dia tidak terlalu putih, dengan kulit kuning langsat mendekati sawo matang, tetapi sangat bersih dan menawan. Kelembutan wanita itu tidak ada tand
Leo mencari Fahima ke ruang istirahat pegawai dan menanyakan pada semua orang, tetapi tidak ada yang melihat gadis berhijab itu. Pria tampan dan tinggi berlari ke tempat parkir dan dia tidak melihat motor Imah. Ponsel Leo berdering. Tangan putih itu mengambik gawai dari dalam saku jas. Dia melihat nama Fahima yang muncul.“Fahima, kamu dimana?” tanya Leo menjawap panggilan dengan nada khawatir.“Salam dulu, Tuan Leo.” Fahima tertawa.“Maafkan aku, assalamualaikum dan jangan panggil aku Tuan ketika tidak di hotel!” Leo duduk di atas bagian depan mobilnya.“Waalaikumusalam.” Fahima tersenyum.“Kamu dimana?” Leo mengulangi pertanyaannya.“Maaf, aku langsung pulang, kamu tidak perlu memberi gajiku untuk hari ini,” ucap Fahima.“Apa yang terjadi?” tanya Leo lag
Michael Hardianto duduk di sebuah villa kecil yang berada di tengah laut pada pulau yang terhubung dengan daratan melalui batuan yang dibuat jembatan cantik. Pria itu sibuk dengan laptop untuk mencari guci yang sama dengan milik keluarga mereka. Fendy ikut sibuk dibuat bosnya.“Tuan, ini koleksi yang mereka punya.” Fendy memperlihatkan foto-foto guci yang ada di layar laptop.“Kenapa setiap guci memiliki ciri khas sendiri? Tidak adalah yang benar-benar sama?” Michael kesal.“Apa?” Fendy terkejut dengan kejelian mata yang dimiliki Tuannya.“Apa mereka memesan guci itu secara khusus? Di mana?” Michael menatap Fendy. Pria itu mau jawaban pasti.“Saya akan mencari tahu,” jawab Fendy.“Kamu harus cari dengan cepat di mana ada pengrajin guci antic. Ah, temukan kembali pecahan guci.” Michael men
Michael sudah berganti pakaian dan berjalan menuju restaurant yang ada di tepi pantai untuk menikmati makan siang bersama Fendy. Pria itu berjalan dengan sangat elegan. Pakaian yang rapi serta bersih.“Tuan, saya sudah menemukan pecahan guci,” ucap Fendy mengikuti langkah kaki Michael.“Bagus. Cari tahu dimana mereka membuat guci itu.” Michael menghentikan langkah kakinya dan melihat Leo sedang bersama Fahima.“Dia sudah menemukan gadis itu. Kenapa tidak membawanya menemuiku.” Michael melangkahkan kaki keluar dari bebatuan. Dia mau memanjat pembatas pantai agar bisa menemui Leo dan Fahima.“Tuan itu berbahaya. Kita harus mengitari pagar.” Fendy kebingungan.“Itu terlalu lama.” Michael masih kesal dengan kejadian di villa tengah laut. Dia sudah tidak sabar ingin memarahi Leo dan Fahima.“Tuan, k
Michael merebahkan tubuh di atas kasur empuk. Pria itu mengambil ponsel untuk mematikannya karena dia sudah bersiap untuk tidur. Sebuah nama muncul di layar dan lelaki tampan tanpa baju menggeserkan icon hijau menerima panggilan dari mamanya. Dia tidak perlu khawatir dengan guci pecah karena sedang berusaha mencari penggantinya.“Halo, Ma.” Michael menerima panggilan dari mamanya.“Sayang, apa guci pernikahan masih aman?” tanya nyonya Li.“Ah, aku sedang berusaha,” jawab Michael.“Apa maksud kamu sedang berusaha?” tanya nyonya Li.“Berusaha menjaganya,” jawab Michael lagi.“Sayang, hati-hati. Kamu akan mengalami kesialan tiada henti jika guci itu pecah tanpa ada wanita di dekat kamu,” jelas nyonya Li.“Jika, ada wanita?” tanya Michael yang segera
Michael dan Fendy terlihat sibuk bekerja. Fahima berdiri di tepi pantai. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Pria yang suka memerintah itu terlihat sangat fokus ketika sedang bekerja dan tidak peduli apa pun seakan dunia itu hanya miliknya sendiri. Gadis berhijab berjalan menuju batuan. Dia duduk di atas batu dan menikmati deburan ombak dengan percikan air laut bersama angin. Wajah mulus itu telah basah begitu juga dengan ujung gamisnya.“Kemana dia?” tanya Michael.“Aku tidak tahu,” jawab Fendy melihat ke kursi dan mangkung yang telah kosong.“Apa dis pulang?” Michael berdiri dan melihat Fahima yang sedang bermain dengan air lau yang masuk ke dalam bebatuan. Ada siput dan kepiting kecil serta umang-umang.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Michael berdiri di belakang Fahima. Dia bisa melihat ombak yang tenang tidak seperti kemarin, terlalu b
Mobil hitam telah memasuki kawasan ibu kota kepulauan itu. Kota kecil yang aman, nyaman dan damai. Penduduk yang berbaur dengan keanekaragaman budaya yang saling menghargai dan menghormati. Budaya melayu dan Chines adalah penduduk yang memiliki jumlah sama rata sehingga mereka semua seperti saudara tanpa memandang suku bangsa dan ras. Kesunyian yang terjadi selama perjalanan. Tidak ada yang berbicara. Fahima yang terus melihat ke jendela kaca seakan berusaha menghindari Michael hingga mereka tiba di galeri cantik.“Selamat datang, Tuan.” Seorang wanita chines dan masih muda menyambut kedatangan Michael. Dia melirik Fahima yang berpakain muslimah sangat kontras dengan pria tinggi itu.“Aku mau mencari guci pernikahan dengan ukir burung phonic dan bunga teratai,” ucap Michael langsung.“Apa Anda akan menikah?” tanya wanita paruh baya dengan pakaian tradisional Chines.
Tubuh tinggi dan seksi serta putih tanpa ditutupi kain itu berada di atas kasur empuk dengan posisi telentang. Mata tajam menatap langit-langit kamar yang masih terang. Michael seakan baru menyadari bahwa dirinya baru saja ditolak oleh seorang wanita miskin yang bisa dia beli begitu saja. Kejadian di kolam jodoh terus terbayang di dalam ingatan pria itu.“Apa aku sudah ditolak?” Michael duduk.“Aku tidak sedang melamarnya.” Mata Michael menatap guci pernikahan yang sama persis dengan miliknya. Dia meletakkan guci antic itu di atas meja dan jauh dari tempat tidur.“Aku tidak mungkin jatuh cinta pada wanita kampuangan itu. Kulitku bahkan lebih putih darinya.” Michaek tersenyum kecut. Dia berusaha menolak kekaguman yang ada di dalam hatinya pada Fahima.“Aku harus tidur dan besok langsung pulang ke Jakarta saja.” Michael melihat jam yang melingkar di perge