Share

Hidup Demi Diri Sendiri

Dari mana Marry mengetahui informasi penting seperti itu?! Azalea juga tahu tentang orakel yang diturunkan Dewa puluhan tahun lalu karena sudah membaca novelnya, tapi bagaimana Marry bisa mendengarnya?

Firman Tuhan hanya diketahui oleh pihak kuil keluarga kekaisaran dan bangsawan tingkat atas. Hal penting seperti ini tidak mungkin diceritakan secara sembarangan.

"Kau pasti bertanya kenapa aku mengetahuinya? Sebenarnya--"

"Aku tidak mau mendengarnya lagi!" potong Azalea cepat, merengut saat wanita renta di sampingnya malah tertawa.

"Tapi, kau tetap harus mengetahui isi orakelnya."

Azalea terdiam, tahu kalau keputusan Marry untuk memberitahukan hal sepenting ini juga tidak bisa dicegah. Gadis itu juga tidak bisa bilang bahwa dia mengetahui dengan tepat isi orakelnya.

Memilih duduk dan mengangguk setuju, Azalea menatap lingkaran sihir di hadapannya, bersiap mendengarkan.

"Kau pasti tahu ada banyak makhluk yang hidup di dunia ini." Marry memulai ceritanya. "Tidak hanya para peri yang tinggal di tempat terpisah, ada spirit dan para Naga yang juga bernapas seperti kita. Datangnya kutukan pada Yang Mulia Putra Mahkota kekaisaran ini hanya berarti satu hal, bahwa tidak hanya kita manusia, makhluk-makhluk yang hidup di sekitar kita juga akan berada dalam bahaya."

Azalea sudah tahu hal itu. Dalam novelnya pun dijelaskan bagaimana para peri dan spirit ikut bertarung. Bahka makhluk seperti Naga yang terkenal akan kesombongannya juga ikut turun tangan.

Terbukanya gerbang iblis. Satu orakel yang menghebohkan seluruh benua itu membuat perdamaian tercipta. Tidak ada yang mau tanah kelahirannya hancur. Bahkan kekaisaran yang berkuasa di benua Timur melarang seluruh penyihir untuk mempelajari tentang kutukan lagi.

Salah satu kekuatan yang menjadi pondasi penting bagi benua Timur perlahan tenggelam. Tidak ada yang berani mempelajari atau pun menggunakannya lagi sejak orakel turun.

"Kalau begitu, apa artinya benua Timur melupakan isi orakel dan memulai perang lagi?" Azalea sudah tahu penyebab para penyihir di kekaisaran benua Timur mulai menggunakan kutukan lagi, tapi tetap berpura-pura tidak mengerti dan bertanya.

Marry menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi dengan mengirim seorang penyihir dan mengutuk Putra Mahkota, jelas mereka mengobarkan bendera perang. Tujuanku mengajarimu tentang lingkaran sihir untuk memanggil spirit bukanlah untuk melindungi dunia atau kekaisaran ini."

Perkataan Marry membuat Azalea terhenyak. Kalau bukan untuk membantu melindungi kekaisaran, lantas untuk apa?

"Tentu saja untuk melindungi dirimu sendiri," ucap Marry sembari tersenyum lembut, menjawab pertanyaan yang belum sempat dilayangkan oleh gadis di sampingnya.

"Melindungi diriku?"

Anggukan tegas wanita renta itu membuat Azalea terdiam. Sebenarnya di kehidupan sebelumnya dia tidak pernah memiliki orang-orang yang memperhatikannya seperti di sini, jadi mendengar bagaimana Marry ingin mengajarinya sesuatu agar bisa melindungi dirnya sendiri membuat gadis itu tidak bisa berkata-kata.

"Benar. Di dunia yang kejam ini, kau sudah sendirian sejak lahir, kan? Ibumu mati karena dia lemah, begitu pun Madelyn. Tidak ada yang akan melindungimu selain dirimu sendiri. Begitu pun tentang kepercayaan. Jangan pernah mempercayai siapa pun selain dirimu sendiri. Hiduplah untuk kebahagiaanmu, keselamatanmu, jangan pedulikan orang lain."

Setetes air mata membasahi pipi Azalea. Kata-kata lembut yang diucapkan Marry membuat perasaannya berkecamuk. Dia sudah bilang kalau tidak mau balas dendam pada keluarga Duke yang telah membunuh Madelyn sejak menyadari bahwa ini adalah dunia novel.

Marry dan penduduk desa lainnya juga memahami keputusan yang Azalea ambil. Meski begitu, mereka tetap mengajarinya banyak hal.

"Kau kuat, Zhea. Aku mendengar pujian demi pujian yang Lock berikan untukmu. Kau menguasai aura dengan sangat baik, bahkan bisa menggunakan sihir tanpa membaca mantra. Tidak sulit mengajari anak pintar sepertimu." Marry meraih tangan gadis yang duduk di sisinya, tersenyum lembut saat Azalea masih menangis dalam diam.

"Semua hal yang kami ajarkan adalah bentuk permintaan maaf atas sikap pengecut kami yang tidak berani menolong Madelyn. Sama halnya dengan bunyi orakel yang kuberitahukan, juga tentang cara memanggil spirit yang akan kuajari, semuanya adalah permintaan maafku yang terakhir."

Terakhir. Satu kata itu membuat perasaan Azalea semakin sesak. Dia tahu Marry sudah sangat renta. Penyakit alami akibat usia tentu tidak bisa disembuhkan.

"Aku akan mempelajarinya," ucap Azalea lirih. "Aku pasti akan menggunakannya untuk melindungi diriku sendiri," lanjutnya penuh ketegasan.

Marry mengangguk, senyum lembutnya tidak pudar saat mengusap sayang surai coklat Azalea. Gadis itu juga tahu kalau Marry selalu merasa bersalah karena harus membuat Azalea terus menggunakan ramuan untuk mengubah warna mata dan rambutnya.

"Memang itu yang harus kau lakukan. Lindungi dirimu sendiri dan orang-orang berharga untukmu. Nah, sekarang bersiaplah!"

Azalea menegakkan tubuh saat Marry menunjuk pada lingkaran di depannya.

"Aku mempelajari cara memanggil spirit, tapi tidak ada satu pun yang pernah menjawab panggilanku." Marry terkekeh pelan. "Mereka bukan makhluk yang mudah melakukan kontrak dengan manusia, tapi ada beberapa orang spesial yang mereka beri izin."

Azalea mengangguk mengerti. Meski Marry mengajarinya cara menggambar lingkaran sihir untuk memanggil spirit, hasil akhirnya tetap diputuskan oleh spirit itu sendiri.

"Ambil buku di kamarku. Kau tahu buku yang mana, kan?"

Gadis bersurai panjang itu langsung bergegas keluar ruangan setelah mengangguk sekali, memasuki ruang lain tepat di samping tempat Marry berada.

Seperti biasa ada beberapa buku di atas meja belajar kecil di sudut kamar. Azalea tersenyum saat meraih buku dan pena buku beserta botol tinta yang tersedia.

"Aku hanya perlu mengikuti bentuk gambar di lantai, kan?" Azalea bertanya setelah kembali ke ruangan, meletakkan buku-buku yang tiap lembarnya kosong.

"Ada tiga buku, setiap buku memiliki lima puluh halaman, itu berarti kau harus menggambar dan memanggil spirit sampai salah satu dari mereka datang. Batasnya adalah tiga buku itu."

Ugh! Azalea ingin mengeluh saat membayangkan harus menggambar seratus lima puluh lingkaran sihir.

"Kalau sampai seluruh buku terisi dan tidak ada satu pun spirit yang menjawab panggilanku, apakah artinya cukup? Aku bisa berhenti memanggil dan menyerah terhadap mereka, kan?"

Marry tersenyum simpul, kepalanya mengangguk membenarkan. "Meski tidak seharusnya menyerah, tapi mereka mungkin akan menghancurkan dunia ini kalau memanggilnya secara berlebihan."

Seratus lima puluh itu juga berlebihan, kan?! Azalea mengatupkan bibir, memilih tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu membuka lembar pertama dan mulai mencontoh gambar yang Marry buat.

"Kalau aku salah menggambarnya bagaimana? Apakah ada cara khusus?"

Marry menggeleng. "Tidak ada, setiap orang memiliki caranya masing-masing. Kamu bisa mengubah cara menggambarmu kalau gagal. Semakin banyak cara, kemungkinan berhasil semakin besar."

Azalea yang tidak terlalu memedulikan bentuk gambarnya akhirnya tersenyum saat satu lingkaran berhasil dibuat.

"Lalu, sekarang bagaimana?" tanyanya antusias. Dia tidak sabar ditolak sebanyak seratus lima puluh kali dan menyelesaikan pelajaran terakhir.

Azalea sudah merasa sangat cukup dengan kemampuan berpedang dan mengendalikan auranya, jadi tidak tertarik menambah beban. Memiliki spirit pasti akan membuat hidupnya berisik. Tapi, mengingat betapa angkuh para spirit itu, Azalea yakin dia yang hanya pemeran figuran ini akan ditolak.

"Teteskan darahmu ke atas lingkaran dan pejamkan mata. Rasakan sebuah keberadaan yang ingin kau panggil. Cobalah dengan sesuatu yang menurutmu akan paling membatu dalam bertarung."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status