Share

Salah Memanggil Spirit

Azalea meraih pisau kecil yang selalu ada di pinggangnya sebelum menggoreskan benda tajam itu ke tangan, menggores pelan hingga darahnya mulai menetes ke atas lingkaran.

Gambarnya tidak terlalu bagus tentu saja, Azalea membentuknya dengan asal. Setelah memastikan darahnya membasahi kertas berisi lingkaran sihir, gadis itu memejamkan mata.

Rasakan sebuah keberadaan yang ingin dipanggil. Kata-kata Marry merasuk ke dalam pikiran gadis itu.

'Sebuah keberadaan, sesuatu yang bisa membantu bertarung ... hmm ... apa, ya?' Azalea mencoba membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan pedangnya.

'Kurasa angin cocok, dia bisa membantu tebasan pedangku semakin tajam.' Azalea mengangguk dengan pemikirannya sendiri.

'Tapi, bukankah api lebih bagus? Api yang bisa membakar segala hal!'

Saat sedang memikirkan api, sebuah adegan dari masa depan yang tertulis dalam novel kembali tergambar di kepala gadis itu. Seluruh daratan ditutupi dengan api.

Gadis itu menggeleng. Jangan api, tapi sesuatu yang bisa memadamkan api. Maka Azalea membayangkan air yang dahsyat untuk memadamkan api di masa depan.

"Semakin kuat benteng, semakin kecil bagi musuh untuk bisa masuk dan membuat kekacauan!"

Azalea mengingat kata-kata yang pernah diucap Lock saat mengajarinya untuk menyebarkan aura ke seluruh kulit dan menjadikannya sebagai perisai atau benteng untuk mengurangi kerusakan saat bertarung.

'Jadi, lebih baik tanah agar bisa membangun benteng yang kokoh?' Azalea kembali bertanya dalam hati, pikirannya jadi semakin bercabang.

Dia tidak bisa fokus dengan satu pun. Sepertinya keempat elemen spirit itu dibutuhkan dalam bertarung.

Azalea membuka mata setelah beberapa saat. Dia gagal membayangkan satu pun dengan benar, sudah pasti tidak ada yang akan menjawab panggilannya.

"Aku akan mencobanya lagi, Marry, jangan khawatir. Kali ini aku benar-benar akan fokus," ucap Azalea meyakinkan saat menyadari bahwa wanita renta di sisinya sedang menatapnya dengan mulut menganga.

"Zhea ...," Marry memanggil, suaranya terdengar gemetar.

"Ehm, maafkan aku!" Azalea mengatupkan kedua tangan, memohon agar tidak dipelototi lagi. "Aku akan lebih berkonsentrasi di gambar kedua, janji!"

"Tunggu, Zhea!"

Azalea yang baru meraih pena dan berniat membuka lembar kedua untuk menggambar lingkaran lain menghentikan aksinya ketika Marry memanggil.

"A-ada apa?" Gadis itu bertanya gugup. Wajah Marry terlihat lebih pucat. "Marry, kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" tanyanya panik.

"Di belakangmu, Zhea."

Suara tertahan wanita renta itu membuat Azalea mengernyit. Gadis itu langsung menoleh ke belakang setelah meraih pisaunya, bersiap dengan situasi apa pun di belakang.

Netra biru itu membelalak. Azalea yang belum sempat menyadari bahwa warna rambut dan matanya sudah berubah menjadi warna asli membekap mulut, keterkejutannya tidak bisa disembunyikan melihat seseorang berdiri dengan sangat elegan.

Rambut panjang berwarna pirang keemasan itu tampak berkilau. Mata hijaunya yang setenang danau menatap Azalea.

"Jadi, kau adalah manusia yang memanggilku?"

Glek! Azalea menelan ludah. Dia tidak merasakan keberadaan makhluk itu sama sekali! Setahunya saat ada spirit yang berhasil dipanggil, akan ada cahaya yang sangat terang sebelum merasakan sssuatu berdasarkan jenis elemen yang mereka miliki.

Angin akan bertiup lembut, ruangan menjadi sangat panas, suasana berubah menjadi dingin atau lembab, semuanya memiliki ciri masing-masing saat berhasil dipanggil.

Lalu, kenapa Azalea tidak merasakan apa-apa saat sosok di hadapannya hadir?

"Apa ... kau adalah spirit?" Azalea bertanya dalam keraguan, kepalanya sibuk mencari informasi tentang elemen lain yang mungkin saja tidak diketahuinya. Seingatnya spirit hanya memiliki empat elemen seperti yang tertulis di novel.

"Menyebutku yang sangat agung ini sebagai spirit, kau sungguh manusia yang tidak takut mati!"

Kening Azalea berkerut. "Jadi, bukan spirit? Kalau begitu kembalilah, aku salah panggil."

Azalea membuka kembali lembar pertama dan menatap lingkaran yang dia gambar. Padahal dia sudah berusaha keras membuatnya mirip dengan lingkaran yang sudah Marry buat di lantai.

"Maaf, Marry, sepertinya aku tidak berbakat menggambar. Bukannya memanggil spirit, aku malah mendatangkan makhluk tidak jelas." Azalea bergumam sedih, sedikit kecewa pada kegagalannya. Padahal dia yang tadi tidak benar-benar tulus memanggil, tapi setelah melihat wajah pucat Marry membuat rasa bersalahnya semakin besar.

"Da-dasar manusia tidak sopan!"

Azalea kembali menoleh pada makhluk yang sedang menunjuknya, raut kesal jelas tertulis di wajah teramat tampan itu.

"Kau sudah memanggilku, mengganggu waktuku yang berharga, tapi malah langsung mengusirku begitu saja?!"

Apa, sih?! Azalea menahan diri untuk tidak membalas teriakan makhluk tidak jelas di hadapannya. Kehadiran yang tidak terasa sama sekali membuat gadis itu yakin bahwa makhluk yang sedang marah-marah itu memiliki kekuatan yang tidak biasa.

"Itu sebabnya kubilang untuk kembali, kan? Aku tidak mau mengganggu waktu berharga dari makhluk yang sangat agung. Maafkan ketidaksopananku." Azalea menunduk, tangan kanannya diletakkan di dada kiri. Itu adalah sikap penuh hormat dari seorang ksatria.

"Ekhem! Kalau kau memohon dengan tulus seperti itu, aku terpaksa harus memaafkanmu, kan? Nah, sekarang katakan apa yang kau inginkan sampai memanggil Raja Spirit yang sibuk sepertiku!"

Yah, kalau ditanya apa yang diinginkan, tentu saja Azalea akan menjawab ... apa?! Apa yang baru saja dia dengar? Raja Spirit?

"Ma-maksudnya Raja Spirit? Kau ... adalah Raja Spirit?" Azalea menunjuk pada makhluk bersurai pirang keemasan yang kini bersedekap sambil tersenyum angkuh.

Tidak ada yang pernah berhasil memanggil Raja Spirit! Bahkan Putra Mahkota dan Saintess sebagai dua pemeran utama yang memiliki kekuatan melimpah, tidak bisa memanggil makhluk yang keberadaannya diibaratkan dengan semesta.

Jadi, bagaimana mungkin Azalea yang hanya seorang figuran tiba-tiba bisa memanggilnya? Atas dasar apa? Makhluk yang mengaku sebagai Raja Spirit itu juga tidak terlihat sedang berbohong, apalagi kehadirannya yang tidak terasa sama sekali.

"Apa itu sebabnya Marry bisa melihatmu?" Azalea yang baru menyadari bahwa spirit tidak bisa dilihat selain oleh seseorang yang memanggil atau melakukan kontrak dengannya kembali menatap Marry. Wanita itu sedang sibuk mengagumi makhluk indah di hadapannya.

"Aku bisa menunjukkan diri pada orang-orang yang kuizinkan."

Oh! Mirip seperti naga yang ada di novel fantasi lainnya!

Azalea mengangguk-angguk, sedikit tertarik dengan kemampuan spirit di hadapannya. Kalau bisa dimafaatkan dengan baik, wajah tampannya bisa dipakai untuk mengalihkan perhatian musuh--tidak! Azalea segera menggeleng dengan pikiran konyol yang merasuki kepalanya.

"Sungguh suatu kehormatan bagiku bisa bertemu makhluk yang sangat mulia, tapi aku hanya ingin memanggil spirit biasa, kalau bisa yang levelnya paling rendah." Azalea kembali menunduk, berharap sosok di hadapannya segera pergi.

Dia hanya ingin sesuatu yang bisa menajamkan pedangnya, spirit yang bisa memperkuat serangannya, bukan makhluk yang bisa menghancurkan dunia dengan mudah.

"Sepenuhnya ini adalah kesalahanku, tolong ampuni ketidaksopananku karena telah mengganggu waktu berharga dari Raja Spirit. Anda bisa kembali dengan tenang karena kita belum melakukan kontrak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status