Share

Bab 2. Haikal

Zee terbangun saat sinar matahari menerpa wajahnya. Tirai jendela yang bergerak tertiup angin, menjadi pemandangan pertama, kala membuka mata. Dinding yang berwarna gelap dengan sentuhan biru gelap, membuatnya merasa sangat asing dengan tempat itu.

Kepala Zee terasa berat dan dia sedikit mual. Beginilah Efek yang harus dia terima setelah minum secara berlebihan kemarin. Perasaan menyesal itu, tentunya memang akan dirasakan belakangan.

Zee ingin bangun, tapi lengan seseorang menyadarkannya, jika gadis itu tidaklah sendirian di sana.

'Mampus!'

Zee menggigit bibir, saat tak merasakan selembar kain pun menutupi tubuhnya dibalik selimut. Dia merutuki kebodohannya, karena mabuk hingga tidak sadarkan diri dan berakhir di ranjang bersama pria asing.

Dengan perlahan, Zee memindahkan tangan pria itu, lalu kabur ke kamar mandi dengan cepat. Masa bodoh dia telanjang sekarang. Zee akan mencari sesuatu yang bisa dipakai nanti. 'Semoga pria itu tidak bangun,' harapnya.

Waktu satu jam, Zee habiskan di dalam kamar mandi. Dia memberanikan diri keluar, setelah membalut tubuhnya dengan selembar handuk. Beruntung dia menemukan handuk itu.

Zee menarik napas beberapa kali, sebelum membuka pintu. Mempersiapkan diri untuk bertemu pria yang pasti tidak dia kenal itu, dengan berani.

Ia harus menegaskan, jika dirinya bukan wanita malam yang mudah tidur dengan sembarang pria. Bahkan ini adalah pengalaman pertamanya.

"Lama amat, sih! Aku kira kamu pingsan di dalam sana," Ketus pria itu.

Zee melebarkan matanya. Terkejut karena seorang pria berdiri, tepat di depan pintu kamar mandi dengan tubuh telanjang. Ya, tanpa sehelai benang pun. Memperlihatkan lekukan otot tubuh yang bagus. Pasti dia rajin sekali olahraga.

"Ya, aku tahu tubuhku bagus. Tapi bisakah kamu menyingkir sebentar? Aku ada jam kuliah hari ini, dan sekarang sudah hampir terlambat." Ujar pria itu, seraya menggeser Zee dari pintu.

'Apa tadi katanya? Kuliah?' Zee berharap dia salah dengar. 'Apakah dia lebih muda dariku?' Jika lebih tua, itu pasti mustahil dengan wajah pria tadi.

Zee mematung di tempat. Semakin merutuki kecerobohannya. Bagaimana bisa dia berakhir tidur dengan pria yang jauh lebih muda. "Bodoh!" Ucapnya lirih.

Zee semakin bingung harus apa. Bisa-bisa nanti dia akan dikatakan tante kesepian yang mengincar daun muda. Apalagi pertemuan mereka bermula di sebuah Club malam.

"Kamu belum juga pakai baju?" Suara pemuda itu kembali terdengar. Zee berbalik dan masih saja terkejut, karena pria itu masih belum memakai baju.

"Masih kurang ya semalam? Tapi sayang sekali, aku harus buru-buru ke kampus." Pria itu berujar, sambil melenggang di depan Zee. Tanpa malu-malu memamerkan tubuhnya yang memang bagus. Tapi Zee kesal dengan sikap percaya dirinya. Terlalu arogan.

"Baju kamu ada di sini!" Tunjuk pemuda itu pada lemari gantung yang sudah dia buka. Sementara dia sedang memakai baju di sana.

"A-aku lebih tua dari kamu. Sopan sedikit kalau bicara." Akhirnya Zee memberanikan diri bicara. Sejak tadi, pemuda itu memanggilnya dengan kamu, dari pada memakai kata 'Kakak'.

Pemuda itu terdiam sejenak. Menatap kaca di depannya yang pasti memantulkan bayangan Zee juga. "Baiklah Kakak, bisa cepat pakai bajumu, dan antar aku ke kampus?" Ucapnya penuh penekanan.

"Hah?" Sepertinya kerja otak Zee masih terganggu akibat mabuk.

"Semalam aku pakai mobilmu. Karena aku tanya di mana rumahmu, kamu tidak jawab," Jelas pemuda itu. "Jadi, kubawa saja ke apartemenku." Imbuhnya. "Apalagi kamu tidak mau melepas ciumanmu."

Zee mengerutkan dahi. Apa saja yang sudah dia lakukan semalam?

"Masa bodohlah!'

Zee yang melihat pemuda itu selesai berpakaian, memberanikan diri, untuk mendekat dan mengambil bajunya. Semua lengkap. Bahkan sampai bagian dalam pun masih ada. 'Apa bocah ini yang merapikannya? Ya, ampun. Ini bahkan sudah wangi, apa habis dicuci?' Pikir Zee dalam hati.

"Cepat pakai, aku tunggu di luar." Ucap pemuda itu dan langsung keluar dari kamar, meninggalkan Zee sendirian.

"Sialan!" Umpatnya. Zee tidak buang-buang waktu. Dia dengan cepat mengenakan baju, dan mencari barang apa pun yang mungkin saja miliknya. Setelah mengantar bocah itu, dia tidak akan pernah mau menemuinya lagi.

Begitu selesai menggunakan riasan tipis, dari peralatan yang ada dalam tasnya. Zee menyusul pemuda itu keluar. Dia celingukan sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu. Khawatir ada yang melihatnya keluar dari apartemen seorang pria. Apalagi pria yang lebih muda darinya.

"Lama!" Gerutu pemuda itu. Dia sudah siap berangkat dengan mobil milik Zee. Area parkir Apartemen itu terlihat cukup sepi karena hari sudah sangat siang. Pastilah semua orang sibuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya. Tidak seperti Zee yang harus mengendap-endap keluar dari kamar pria asing.

"Siapa namamu?" Tanya bocah itu.

"Aku lebih tua darimu," tegas Zee. Menekankan jika dia harusnya berbicara lebih sopan pada Zee. Dia membiarkan pemuda itu membawa mobilnya. Dengan begitu dia tidak akan banyak bicara, karena harus bertanya jalan ke kampus.

"Galak amat sih, Kak!" Pemuda itu melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sepertinya dia tidak terlalu buru-buru.

"Namaku Haikal. Nama Kakak?" Tanyanya lagi.

"Zee." Dia menyahut dengan ketus.

"Kak Zee, aku minta kakak tanggung jawab."

Eh?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status