Sinar matahari pagi menembus sela-sela gorden menyentuh wajah Kylie yang tengah tertidur pulas. Perlahan Kylie mulai membuka matanya, dia mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Seketika kening Kylie berkerut saat dia mendapati dirinya berada di sebuah kamar hotel. Wajahnya berubah menjadi begitu panik.Kylie langsung mengalihkan pandangannya ke tubuhnya—dia bernapas lega melihat tubuhnya masih memakai pakaian. Tapi tunggu, Kylie melihat kemeja hitam yang berukuran besar melekat ditubuhnya tentu bukan miliknya. Tatapannya berubah menjadi ketakutan. Pasalnya Kylie mengingat tadi malam dia memakai gaun berwana biru. Bagaimana bisa sekarang dia memakai kemeja hitam milik pria?"Astaga, apa yang terjadi tadi malam?" Kylie mulai meremas rambutnya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Alkohol sialan benar-benar membuatnya tidak mengingat apapun. Namun, tiba-tiba sesuatu muncul dalam ingatan Kylie. Ya, dia mengingat ada pria yang menghampiri dirinya dan berbicara padanya."Apa ya
"P-Pamela? Dia tidak mungkin seperti itu. Aku sangat mengenalnya." Tubuh Kylie hampir ambruk. Jika bukan karena pria itu yang menahan tubuhnya, mungkin sudah ambruk."Kau percaya atau tidak, tapi kau telah berhasil masuk jebakannya. Tadi malam kau meminta bantuannya, bukan?" Pria itu tersenyum sinis dan mengejek ke arah Kylie. Rasanya pria itu nyaris tertawa meihat wajah Kylie yang terkejut."Meminta bantuan? Aku tidak-" Mata Kylie membulat sempurna. Dia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya kala dia mengingat kejadian tadi malam. Ingatan Kylie mengingat dirinya telah meminta bantuan pada Pamela. Wajahnya bertambah takut dan panik. Rasa putus asa ditambah pengaruh alkohol yang membuatnya hingga menghubungi Pamela."Ya, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan." Kylie meremas rambutnya dengan kuat. Dia tampak begitu gelisah dan takut. "Aku harus menyusul Pamela. Aku harus menghentikannya."Dengan wajah begitu takut, Kylie hendak meninggalkan kamar itu. Namun, lagi dan lagi langka
"Nathan, apa kau sudah memeriksa laporan tentang kerja sama dengan Smith Group?" tanya Justin seraya membuka dokumen yang baru saja diberikan oleh Peter, assistantnya."Sudah, aku sudah memeriksa semuanya. Aku lihat proyek kerja sama dengan Smith Group sangat menguntungkan. Aku yakin, tidak sampai satu tahun keuntungan akan berkali lipat," jawab Nathan dengan percaya diri.Justin mengangguk. "Ya, kau benar. Proyek kerja sama ini saling menguntungkan.""Ka, sepertinya minggu depan aku harus ke Madrid. Perusahaan Grandpa membutuhkanku," ujar Nathan memberitahu."Kau akan ke Madrid?" Justin menutup berkas yang dia baca. Lalu meletakan kembali ke meja. "Kenapa kau tidak meminta Cedric yang menangani semuanya? Kau bisa mengawasi pekerjaanmu dari sini.""Aku rasa tidak bisa. Rekan bisnis Grandpa ingin langsung bertemu denganku," jawab Nathan seraya mengambil kopi yang baru saja di antar oleh assistantnya. Kemudian, dia menyesap kopi di tangannnya perlahan. "Nanti Cedric akan mengurus perusa
"Akh," Adelia merintih kesakitan kala Athena menekan luka dipinggangnya. Ya, goresan pisau yang mengenai pinggangnya membuat darahnya tak kunjung berhenti. Beruntung Athena membawa selendang dan menutup luka Adelia dengan selendang miliknya. Kini Athena dan Adelia berada di sebuah gudang yang letaknya jauh dari pusat kota. Sudah sejak tadi Athena dan Adelia hanya diam dan tidak melakukan apapun. Bukan tidak ingin melarikan diri, hanya saja seluruh ruangan ini penuh dengan penjaaga."Adelia, maafkan aku..." ucap Athena penuh dengan penyesalan. Jika bukan karena dirinya, Adelia tidak mungkin harus seperti ini. Sungguh Athena benar-benar merasa bersalah."Athena. Kenapa kau meminta maaf?" Adelia membawa tangannya, menepuk pelan punggung tangan Athena. "Dalam hidup, tidak ada yang perlu disesali. Jika aku dan kau harus berada ditempat seperti ini, maka aku yakin akan ada cara kita selamat dari tempat ini. Baik suamimu ataupun Dad, tidak mungkin hanya diam ketika kita menghilang. Mereka pa
"Yes, I'm. Aku sudah tahu cepat atau lambat aku akan tahu." Pamela mengibaskan rambutnya dan tidak memedulikan perkataan Kylie. "Aku terlalu lelah berpura-pura menjadi wanita baik."Kylie menggeram. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. "Sialan kau, Pamela! Beraninya kau!""Kylie kenapa kau di sini?" tanya Athena dengan tatapan yang tak mengerti."Athena, menyingkirlah. Kekacauan ini terjadi karenaku," jawab Kylie dingin.Athena hendak kembali bertanya, namun dia mengurungkan niatnya. Sedangkan Adelia yang berdiri di samping Athena, dia terus memeluk lengan Athene dengan raut wajah yang takut."Pamela, hentikan ini semua. Tadi malam aku memang menerima tawaranmu untuk melenyapkan Athena, tapi aku mengatakan itu dalam keadaan mabuk serta rasa putus asaku yang tidak bisa mendapatkan Justin mendorongku mengatakan itu padamu. Aku memang bukan wanita baik. Dan aku tidak akan membohongi diriku dengan kenyataan aku membenci Athena, tapi tidak pernah sedikit pun keinginanku mele
PlakkkkkDua tamparan keras Justin layangkan pada Pamela, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. Rasa marah dalam dirinya tidak bisa lagi tertahan. Terlebih, dia melihat darah yang mengalir di pipi Athena."Justin.... Nathan....Tolong Kylie dan Adelia.." Athena berteriak cukup keras ke arah Justin dan Nathan. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ya, sudah sejak tadi Kylie dan Adelia belum juga selamat. Bahkan sosok pria yang tadi membantu Kylie pun belum juga muncul.Justin dan Nathan berbalik, mereka terkejut mendengar perkataan Athena. Dengan cepat Justin dan Nathan langsung berjalan menghampiri Athena."Athena? Tadi kau bilang apa?" Justin bersimpuh, dia mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya dan langsung menutup luka di wajah Athena dengan sapu tangannya."Kylie dan Adelia jatuh dari tebing." Athena terisak cukup kencang. "Mereka terjatuh karena membantuku. Harusnya aku yang jatuh, tapi mereka menyelamatkanku."Wajah Justin dan Nathan memucat, tanpa menunggu
Justin menatap Athena yang terbaring lemah dan wajah yang begitu pucat. Rasanya dia ingin marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Bahkan dia tidak pernah tahu istrinya kini tengah mengandung. Jika saja dia mengetahui ini lebih awal, sudsah pasti Justin tiadak akan mengizinkan Athena keluar rumah diusia kandungannya yang masih sangat muda ini.Justin duduk di tepi ranjang. Dia membawa tangannya mengelus lembut pipi Athena. Jujur saja, ada rasa marah dalam diri Justin pada sang istri karena sejak awal Athena tidak pernah mau diperiksa oleh dokter. Namun, meski demikian Justin tidak mungkin melampiaskan amarahnya pada istrinya yang terbaring lemah seperti ini. Ya, dia tentu mengenal dengan baik sifat keras kepala Athena."Terima kasih, Athena." Justin mengecup bibir sang istri. Kemudian, Justin mulai mengelus lembut perut Athena yang masih rata. Sungguh, dia tidak pernah menyangka akan memiliki anak dengan Athena. Perasaan yang sulit dijabarkan. Tap jik
"Kylie?" Kening Justin berkerut, menatap Peter dengan tatapan yang menuntut agar segera menjelaskan padanya. "Apa maksudmu bersangkutan dengan Kylie?""Tuan, saya berhasil menyalin seluruh panggilan milik Pamela Green. Terakhir Pamela Green mendapatkan telepon dari Nona Kylie." Peter menjeda, dia masih terlihat ragu. Sedangkan Justin terus menatap tajam dirinya menuntut agar segera menjelaskan. Tidak ada pilihan lain, Peter pun melanjutkan perkataannya, "Saat itu, Nona Kylie berada di klub malam dan nada bicarapun dia tengah mabuk. Nona Kylie mengatakan pada Pamela Green, dia menyetujui tawaran bantuan Pamela Green. Disitu Pamela Green mengucapkan janji akan segera melenyapkan Athena. Saya yakin, sebelumnya Nona Kylie mendapatkan tawaran bantuan oleh Pamela Green untuk melenyapkan Nyonya. Hanya saja Nona Kylie pada saat itu tidak menjawab tawaran itu. Dan saat Nona Kylie tengah mabuk, dia menghubungi Pamela Green dan menyetujui tawarannya.""Tuan, selama ini Pamela Green menaruh hati