Di tempat Mbah Jortor, Galaksi direbahkan, badannya di pegangi oleh dua orang asisten Mbah Jontor. Mbah Jontor sendiri berdiri di hadapan Galaksi. Ia mengenakan setelan jas putih mirip seperti dokter hewan. Wajahnya serius menatap Gakaksi.
"Lepaskan aku!" Galaksi memberontak. Tapi tubuhnya yang kecil tidak berdaya."Pisau!" Pekik Mbah Jontor.Wajah Galaksi menegang. Ia mau diapakan?Aurora bergerak cepat menyambar pisau dapur yang karatan. Menyerahkan pada Mbah Jontor dengan takzim. Tanpa ba bi bu Mbah Jontor mengambil kunir. Memotongnya sambil komat kamit membaca mantra. Meniupnya tiga kali."Ppuuaahhh! Ppuuaahhh! Ppuuaaahhhh!!!"Kemudian menggoreskan kuning itu di dahi Galaksi membentuk tanda X yang sangat lebar."Hei, apa ini?! Lepaskan aku!!!"Sepertinya percuma saja jika Galaksi meminta dilepaskan. Orang-orang ini benar-benar sangat kompak, terencana, dan sistematis dalam membuat Galaksi menderita.Mbah Jontor menoleh pada Aurora. Ekspresinya tidak main-main. Kemudian ia memberikan kode dengan mengangguk, seolah mengatakan bahwa jin yang menempel di tubuh Galaksi ini sangat kuat. Perlu dilakukan tindakan pengusiran jin dengan segera sebelum semakin parah."Ambil!" Perintah Mbah Jontor.Aurora mengambil segera mengambil seikat daun beluntas. Lagi-lagi ia menyerahkannya pada Mbah Jontor dengan gerakan yang sangat takzim. Seperti takzimnya pemuja sinuhun tertinggi yang begitu diidolakan."Tunggu! Tunggu! AKU TIDAK KETEMPELAN JIN APAPUN! HEI, TUNGGU!"Tanpa menghiraukan teriakan Galaksi, Mbah Jontor membabat habis seluruh tubuh Galaksi dengan daun beluntas. Matanya terpejam, mulutnya komat-kamit membaca mantra."Air!"Aurora datang dengan tergopoh-gopoh membawa secerek air putih. Mbah Jontor menerimanya cepat, membuka tutupnya lalu meludahkan ludahnya ke dalam air. Dipercaya ludah Mbah Jontir mampu mengusir jin, setan, lelembut, dan segala macam mahluk astral.BYYYUUURRRR!!!Mbah Jontor menyiramkan air dicerek yang sudah dicampur ludahnya itu ke tubuh Galaksi. Bocah itu basah kuyup dan bau. Keadaannya sungguh kacau. Mirip anak kucing kehujanan."SIIIAAAALLLLL!!!"Dduaaakkkk!!!BBBBRRAAAAKKKK!!!Galaksi menendang dua asisten Mbah Jontor sekaligus hingga keduanya terpental mundur menabrak dinding papan rumah Mbah Jontor hingga terlepas dari pakunya.Galaksi bangun. Ia mengelap tanda X kuning di dahinya kemudian melompat keluar dari rumah Mbah Jontor dengan cepat."Woeee... Galakkk!!! Kabur kemana lo? Ritualnya belom selesai!" Aurora lari terbirit-birit mengejar Galaksi."Woe!!! Main kabur lo!"Grep!Aurora menarik bagian belakang tubuh Galaksi. Bocah yang raut wajahnya sudah marah itu menoleh."Apa sih Ra?!" Galaksi mengibas-ngibaskan bajunya yang basah kuyup dan bau liur Mbah Jontor. Untung dia cuma menendang dua asistennya. Bukan mematahkan tangan dan kaki dukun gadungan itu."Balik dih, Ritualnya belom selesai tau.""Bodo amat!" Galaksi tidak perduli."Ntar lo nggak sembuh." Aurora masih ngotot."Serah!" Galaksi berlalu meninggalkan Aurora."Woe, kemana lo?" Aurora mengejarnya."Pulang," jawab Galaksi tanpa menoleh."Dihh... Makin parah sakitnya tuh bocah. Orang rumahnya ke arah selatan ngapa dia ke arah utara ya. Huuwwaaaa... Galaksiiiiiiii...!!!" Aurora menangis kencang sembari mengucek kedua matanya.Galaksi menoleh."Apa lagi dah bocah absur itu nggak habis-habisnya drama," batinnya ngenes."Apa lagi sih?" Galaksi bertanya dengan kesal. Bahkan nada bicaranya terdengar kasar."Rumah lo ke arah selatan tahu!""Ehh???" Galaksi cengo. Ia langsung berbalik arah. "Ngomong dong dari tadi.""Ngomong gimana orang lo ngonyor aja."Galaksi melanjutkan berjalan sementara Aurora mengekor di belakangnya.Grep!Aurora menarik lengan Galaksi."Gal...""APA SIH AURORA??? BISA NGGAK TENANG DIKIT AJA???!!!" Dengan kasar laki-laki itu mengibaskan tangan Aurora."Makan gih!" Aurora menyodorkan sebungkus roti pada Galaksi."Ehhh???" Galaksi jadi malu sendiri. Sudah berbuat kasar dengan Aurora nyatanya bocah itu malah memberinya roti."Duduk sini!" Aurora menarik ujung baju Galaksi mengajaknya duduk di pinggir jalan.Galaksi menerima roti itu dari tangan Aurora. Sebenarnya dia masih malu sih. Tapi, mau bagaimana lagi. Perutnya luar biasa lapar. Seumur-umur Arsen belum pernah merasakan lapar yang sampai melilit begini, seolah Galaksi ini sudah dua hari lambungnya tak tersentuh makanan apapun.Dengan buru-buru Galaksi membuka bungkus rotinya. Namun, ketika roti itu baru menyentuh bibirnya Galaksi teringat sesuatu."Kenapa Gal?" Aurora bertanya dengan mulut yang penuh roti."Ini nggak diracun kan?"Cletak!"Aduh, sakit tahu!" Galaksi mengusap dahinya yang disentil Aurora."Aneh-aneh lo. Ngapain orang ngeracun makanan lo? Anak konglomerat lo? Anak raja?""Cicipi!" Galaksi menyodorkan rotinya kepada Aurora. Gadis itu dengan wajah herannya memandang Galaksi."Cepet. Aku lapar!" Galaksi memaksa tak sabaran."Kalau lapar ya makan."Dengan jengkel Aurora mencuil ujung roti itu lalu memakannya."Nggak ada racunnya. Nggak mati nih gue."Galaksi mengangguk percaya. Ia lantas menggigit roti itu tapi masalah lain langsung muncul."Hoek! Keras amat rotinya. Ini kadaluarsa apa nggak?"Arsen yang lidahnya selalu bersentuhan dengan makanan orang kaya memang kaget ketika bertemu dengan makanan rakyat jelata. Roti itu sebenarnya baik-baik saja. Layak makan. Arsen saja yang tak terbiasa."Mau makan nggak lo. Kalo nggak sini deh!""Eh, jangan Ra. Aku lapar."Galaksi memakan roti itu dengan wajah tertekan. Ini sih daripada kelaparan terus asam lambung naik.Aurora memerhatikan Galaksi. Sebenarnya ia merasa kasihan juga."Ck, Gala, Gala, kasian bener dah lo," kata Aurora ketika menemukan bekas lebam membiru di lehernya juga bekas-bekas luka di dahi dan lengannya.Galaksi masih sibuk memakan rotinya saat Aurora mendekat tangannya ke wajahnya. Bocah itu refleks menepis tangan Aurora karena kaget."Mau ngapain?!" Tanyanya dengan wajah tegang dan curiga."Cuma masang plester luka kok. Dahi lo tuh luka." Aurora menunjukkan plester luka di tangannya."Dah, diem lu. Makan yang kenyang." Aurora dengan telaten memasang plester luka itu. Galaksi menurut. Ia tak protes lagi. Bahkan saat luka di lengan kanannya selesai di tutup plester dia juga tetap diam tak memberontak."Lo luka-luka gini ulah Uncle Sam lagi ya?" Selidik Aurora.Galaksi tetap diam tak menjawab. Mana ia tahu darimana ia mendapatkan luka-luka itu. Ia menemukan tubuh Galaksi sudah dalam kondisi seperti ini. Tapi, menurut kecurigaan Arsen mungkin Galaksi memang dianiaya dulu sebelum di bunuh. Jika benar seperti itu Arsen tidak akan diam saja. Ia pasti akan menuntut pembalasan yang setimpal bagi siapapun yang sudah mencelakai Galaksi. Setidaknya itulah cara berterimakasih Arsen pada Galaksi yang tubuhnya sekarang ia tempati."Galak, woe, ngelamun lo?"Galaksi baru akan membuka mulutnya lagi ketika ada dua orang berkaos hitam berbadan kekar berlalu di sampingnya. Keduanya bercakap-cakap serius."Galak? Ngapa lo?""Sssttttt..." Galaksi buru-buru menyuruh Aurora diam."Sejauh ini kita ngubek-ngubek desa nggak ketemu tuh benda yang dibawa si Arsen sialan.""Hmmm... Udah mati aja masih bikin repot.""Kemana lagi nih kita cari benda itu?""Kemana? Ke sungai lah. Gue yakin benda itu nggak jauh dari sana mengingat jasad Arsen ditemukan di sungai."Dua orang itu masih bercakap-cakap serius kala jaraknya semakin jauh dari Galaksi.Galaksi langsung berdiri dengan wajah panik."Kenapa Gal?" Aurora bertanya curiga demi melihat ekspresi wajah Galaksi."Pulanglah Aurora. Jangan ikuti aku."Belum sempat Aurora menjawab Galaksi sudah lari cepat meninggalkan Aurora"Kemana Gal? Woe katanya mau pulang?!"Galaksi sudah jauh. Ia harus kembali ke hilir sungai untuk menyelamatkan IWS dari tangan kelompok Mata Iblis.Drap! Drap! Drap!Galaksi berlari cepat. Pikirannya terfokus pada IWS, sehingga ia tak sadar jika menabrak bahu seseorang.BBBAARRRKKK!!!Dua bocah itu sama-sama terpental ke belakang. Keduanya meringis kesakitan."Bangsat bocah miskin!" Umpatan kasar mengalun merdu dari mulut yang Ezar.Inilah trio geng kampret yang tidak diapa-apakan saja sungguh senang mencari perkara dengan Galaksi apalagi ini mendapatkan jalaran ditabrak. Bisa-bisa masalah kecil ini akan dibesar-besarkan. Diolah menjadi perkara sedemikian rupa supaya mereka bisa mem-bully Galaksi hingga puas.Rio dan Seto lekas membantu Ezar berdiri. Galaksi memandang tiga bocah itu.Duaakk!!!Ezar menendang dada Galaksi. Membuat bocah itu terlentang.Drap!Kali ini kaki Ezar yang naik ke atas dada Galaksi. Bocah itu bertingkah tengik dan sok jagoan."Minggir," ucap Galaksi dengan nada yang sangat dingin."Apa lo bilang? Minggir? Jangan ngesok lo Gala, gue hajar bengep juga muka lo."Galaksi menyeringai."Heehhh... Di usiaku yang
Esok harinya Galaksi sadar. Langit yang kemarin menggelora sekarang telah berubah cerah. Bocah itu merangkak naik dari dasar jurang yang ternyata tidak terlalu dalam. Hanya sekitar lima meteran saja.Meskipun rasa sakit di tubuhnya sudah menghilang tapi Galaksi masih merasa letih. Bocah keluar dari hutan dengan sesegera mungkin. Ia ingin membersihkan diri dan istirahat."Ah, yang mana rumah Galaksi?" Bocah itu terlihat kebingungan. Ia hanya berjalan berputar-putar di sekitar desa.Sampai ketika seorang lelaki tua menegurnya."Lho, Galaksi mau kemana?" Tanya orang tua itu heran melihat penampilan Galaksi yang penuh lumpur kering."Anu... Mau pulang."Kening orang tua itu berkerut."Kan rumah Galaksi sudah kelewat."Galaksi tidak tahu harus merespon bagaimana. Jujur ia malu karena lagi-lagi ia pasti disangka aneh seperti Aurora kemarin."Kalau boleh tahu rumah Galaksi yang mana ya Kek?""Tuh." Kakek itu menunjukkan rumah terpencil jauh paling ujung. Rumahnya paling kecil dan tampak reyot
Di kediaman keluarga Dadeswara terdapat dua jasad yang di jajarkan dalam dua peti megah yang berbeda. Satu jasad Mr. Daneswara dengan luka tusuk yang merobek organ hatinya. Dan satunya lagi adalah jasad King Arsen, putra semata wayang keluarga Daneswara yang mati dengan kondisi lebih mengenaskan.Jasad King Arsen dipenuhi luka-luka disekujur tubuhnya. Tapi bagian luka fatal yang menghilangkan nyawanya adalah luka tembak yang tembus dari punggung hingga ke dadanya.Selain itu jasad King Arsen ditemukan dalam kondisi kulit yang berkerut dan pucat karena terlalu lama berada di air. Jasadnya baru evakuasi dua hari setelah pengejaran anggota mafia Mata Iblis."Mrs. Daneswara, kami tutut berduka cita sedalam-dalamnya atas musibah yang menimpa keluarga Daweswara." Rekan-rekan bisnis keluarga Daweswara bergantian mengucapkan bela sungkawa pada mamanya Arsen.Wanita itu matanya telah semerah buah saga. Ratusan air matanya pasti sudah menetes sejak kematian suaminya dan kini ditambah kematian pu
Kalian tidak bosan-bosannya berurusan dengan ruangan BK?! Sepagi ini bertengkar?! Ibu benar-benar tidak habis pikir." Bu Sukma melipat kedua tangannya di depan dada. Mata elangnya memandang tajam kepada empat murid bermasalah di depannya yang duduk tepekur dengan wajah menunduk dalam. Wajahnya senantiasa galak. Seolah ingin menelan hidup-hidup bocah-bocah yang selalu bermasalah."Ezar, Rio, Seto, sok jagoan bener kalian tiap hari mem-bully Galaksi!"Tiga bocah yang kena sembur itu memasang wajah seolah menyesal. Tapi, jangankan menyesal. Tidak ada kata menyesal dalam kamus tiga geng kampret itu. Yang ada mereka justru merencanakan dendam yang lebih kepada Galaksi."Bu, jangan hanya nyalahin kami dong. Orang Galaksi juga salah. Lihat tuh tangan Ezar sampai luka begitu." Rio memulai dramanya, memojokkan Galaksi sebagai pelaku. Padahal mereka lah tadi yang memulai perkara. Sungguh sikap yang sangat memuakkan.Ezar dan Seto mengangguk kompak, mereka mendukung drama yang diuat Rio. Bahkan u
Bu Sukma menggeleng. Ia menurunkan kedua tangannya yang terlipat di depan dada."Bukan Galaksi. Aku bukan anggota mafia brengsek seperti Mata Iblis itu.""Hn, kau pikir aku akan percaya begitu saja?" Tanya Galaksi dengan ekspresi merendahkan kemampuan ekting Bu Sukma yang dinilainya buruk.Bu Sukma baru akan membuka mulut untuk menjelaskan identitas aslinya pada Galaksi ketika ia mendengar suara jerit gaduh di luar. Suara bentakan kasar dan benda-benda yang jatuh ke lantai juga tak kalah keras.Penasaran dengan hal yang terjadi di luar guru berambut keriting itu buru-buru mendekati horden, menyibakkan sedikit untuk mendapatkan celah agar bisa mengintip keluar.Di luar keadaan tampak kacau. Loker-loker yang berjejer rapi di depan kelas sudah di acak-acak. Isinya dikeluarkan secara paksa. Bahkan loker itu sendiri ada yang sudah terjungkal di lantai.Bu Sukma berbalik dengan cepat. Wajahnya berubah panik. Ia menyambar jaket kulit hitam yang tersampir di lengan kursi miliknya, melemparkan
Gawat!"Seru Galaksi panik ketika melihat di depannya muncul tiga orang anggota Mata Iblis. Kemudian di belakangnya mengejar tak kurang dari tujuh orang. Dua orang lainnya muncul dari pintu kanan dan satu lainnya muncul dari lorong sebelah kiri. Galaksi terkepung di tengah."Mau kabur kemana lo?" Para anggota mafia Mata Iblis itu merangsek maju mereka mengambil pistol dan pisau yang terselip di pinggangnya. Siap menyerang Galaksi.Galaksi berhenti. Ia memejamkan matanya."Walaupun aku bisa bela diri tapi menghadapi semua musuh bersenjata ini rasanya peluang kalahku lebih besar daripada peluang menangku. Ditambah lagi aku belum bisa mengaktifkan infinity weapon system. Bagaimana ini?" Grep!Seseorang meraih leher Galaski. Mencekiknya. Galaksi yang kaget langsung meronta."Aakhhhhh!!!" Leher Galaksi tercekik. Ia tak bisa berteriak. Kondisi ini membuat ia tak berdaya untuk melawan. Gawat! Riwayat Galaksi akan segera tamat.Disaat keadaan semakin memburuk tiba-tiba semua orang bisa meliha
Galaksi melangkahkan kakinya pulang ke kediaman Uncle Sam dengan keadaan letih. Ia memang melarikan diri dari sekolah setelah membunuh anggota Mata Iblis. Susah payah bersembunyi agar tidak tertangkap.Sesampainya di dalam rumah ia melihat seseorang tengah bertamu. Galaksi berhenti di depan pintu."Nah, itu dia anaknya. Bocah nggak berguna yang hidupnya cuma nyusahin gue!" Tunjuk Uncle Sam dengan wajah bengisnya. Ia masih marah lantaran ditipu Galaksi yang pura-pura mati dan malah menakut-nakutinya hingga ia terkencing di celana.Sampai kapan pun jika teringat kejadian itu Uncle Sam ingin rasanya menggorok leher Galaksi.Orang yang berperawakan tinggi dan berwajah tanpa ekspresi itu menatap Galaksi dengan intens, seolah sedang menyelidiki sesuatu dari Galaksi. Beruntung saat ini tubuh Galaksi terlihat normal. Warna matanya juga kembali normal. Tidak ada tanda-tanda aneh seperti saat ia di sekolah tadi."Kelihatannya biasa saja" Orang itu tampak meragukan Galaksi."Ck, apa lo masih bisa
Bu Sukma meloncat ke atas motor sport berwarna hitam metalik yang terparkir di depan rumah Uncle Sam. Tangannya cepat mengenakan helm full face."Naik cepat!" Perintah Bu Sukma.Galaksi ragu."Yang benar saja naik motor? Bu Sukma bisa mengendarainya untuk melarikan diri?""Cepat! Jangan bengong. Resna bisa pulih dan mengejar lagi!"Galaksi tersadar. Bisa mengendarai motor atau tidak terserah. Pokoknya yang penting melarikan diri dulu. Galaksi tak bisa berlama-lama disini.Galaksi naik.Bbrrummm... Brrruummmm... Bbrrruummmm!!!Bu Sukma menggeber motor sport-nya. Tak berapa lama kemudian ia menekam koplingnya. Mengoper gigi ke depan sekali, dilanjutkan ke belakang beberapa kali. Ketika kopling perlahan dilepaskan dan gas mulai ditarik, kendaraan itu langsung melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Paman Ron."Woe Galaksi bocah kurang ajar! Balik nggak lo!!!"BBBBRRRUUUMMMMM!!!Motor sudah jauh saat Uncle Sam mengejar dengan badan bongsornya."Melarikan diri ya?" Resna menye