Leo pun ikut kaget melihat Mona dan buket bunga bergantian. Dari dalam buket keluar seekor ular kobra, walau ukuran kecil tapi akan mematikan."U-ular," gumam Mona dengan mengarahkan telunjuknya yang menuding ke arah ular yang keluar dari buket."Security?" dengan cepat Leo memanggil security berbarengan dengan tindakannya meraih gorden yang lalu ia tutupi ular tersebut agar tidak pergi kemana-mana."Om, jangan biarkan aja nanti bahaya!" teriak Mona yang malah tambah cemas melihat suami yang bertindak gegabah.Mona mau mendekat ke arah Leo yang langsung berteriak."Dam saja di situ." Pinta Leo sambil menelungkup ular dengan kain gorden di gulung hingga membentuk bulatan."Security tolong!" teriak Leo kembali maksudnya mau minta bantuan.Sungguh aneh sekali, kok bisa-bisanya di dalam buket bunga ada ularnya? Tidak masuk akal."Om, hati-hati om!" gumam Mona kembali dengan wajah yang sangat khawatir.Datanglah dua security dan bodyguard juga asisten lainnya datang dengan tergesa-gesa."A
Mona mengedarkan pandangan ke sekitar yang tampak romantis, mulut Mona pun bungkam tak bisa berkata-kata.Kini Leo dan Mona duduk di meja makan yang dihiasi dengan lilin-lilin kecil yang berpendar lembut. Cahaya lampu redup menciptakan suasana yang intim dan romantis. Mereka saling memandang dengan mata penuh cinta."Kau suka?" Selidik pria bertubuh tinggi tegap.Kepala Mona mengangguk seraya menatap ke atas meja terdapat hidangan mewah yang disajikan dengan indah, mulai dari hidangan pembuka hingga hidangan penutup. Suara musik jazz yang lembut mengalun di latar belakang, menambah kesan romantis dalam suasana itu."Oke makanlah sayang!" Leo mengambil sendok dan garpu."Ini untukmu," ucap Leo seraya menyodorkan kotak persegi empat dengan ukuran buku. Mona, yang sedang mengunyah, menatap benda tersebut yang berbalut dengan pita merah. Penampilannya sangat cantik."Ini untukku?" tanya Mona."Iya, semoga kau suka," jawab Leo."Emang isinya apa? Jangan bilang kalau itu kunci mobil atau ku
Marfin merasa gugup saat pintu diketuk dari luar. Antara ingin membukanya atau membiarkannya, namun Mona malah berteriak meminta tolong."Tolong, tolong!" suara Mona terdengar sambil menggedor pintu kamar Marfin.Marfin menarik tubuh Mona dan menutup mulutnya dengan tangan agar tidak berteriak. Mona berontak dan menginjak kakinya dengan keras, membuat Marfin melepaskannya. Mona segera kembali menggedor pintu dan meminta tolong."Tolong, keluarkan aku!" teriak Mona."Tuan muda, buka kalau tidak saya akan dobrak pintunya!" suara dari luar terdengar, ternyata suara sang bodyguard ayahnya."Tuan. Jer, tolong aku, tuan!" teriak Mona kembali, berusaha menarik handle pintu yang dikunci oleh Marfin."Tuan muda, buka kalau tidak akan saya adukan pada papa Anda!" ancam sang bodyguard.Marfin sejenak berpikir, mungkinkah ini tidak akan sampai ke telinga papanya. Sementara CCTV hanya ada di ruangan terbuka saja, tidak di kamar pribadi. Mona juga tidak mungkin bicara dengan papanya, Leo, karena ti
Susana yang sebelumnya tenang dan khidmat, tiba-tiba berubah menjadi tegang. Namun, alih-alih merayakan momen pernikahan, pengantin malah terlibat pertengkaran hebat."Sudah saya bilang, jangan terburu-buru, sabar sebenar bis gak?" kata Marfin sedikit membentak."Sabarlah kamu!" seru Laksmi dengan marah. "Kamu jelas-jelas menyuruhnya menghilangkan jejakmu. tidak ingin bertanggung jawab? Sadarlah, kita melakukannya karena saling suka, bukan karena paksaan!""Kamu ini apa-apaan, Marfin? Dan kamu juga sudah tua, bukannya harus mengingatkan suamimu?" suara Oma memotong berdekatan mereka berdua."Oma, pernikahan ini aku tidak setuju. Aku belum siap menjadi suami dan ayah," balas Marfin kepada Omanya.Pernikahan ini terjadi memang atas dasar permintaan dari Leo, bukan keinginan dari hati Marfin.Oma menjewer kuping Marfin sambil berkata. "Kalau belum siap, ngapain menanam benih terlebih dahulu, ha ... Fin? Setelah enak, baru kau mau mencuci tangan gitu?""Nah gitu, Oma. Sifat cucumu yang ha
"Kenapa?" tanya Leo melihat ekspresi Mona yang membatu?Membuatnya penasaran saat melihat Mona yang terlihat bingung dan air matanya mulai mengalir. Mona menoleh pada Leo dengan tatapan yang berkaca-kaca."Ada apa?" tanya Leo lagi, rasa penasarannya semakin memuncak."Ayah ... kritis," jawab Mona singkat tapi padat."Apa, serius?" tanya Leo dengan cepat, dan langsung memerintahkan sang supir untuk memutar haluan."Ayah, Om, ayah," suara Mona bergetar, tangannya menggenggam tangan Leo yang terasa panas dingin."Kita ke rumah sakit lagi," kata Leo, merangkul bahu Mona dan mengusapnya dengan lembut.Tangis Mona pun pecah, mengingat sang ayah yang baru saja baik-baik saja tiba-tiba terdengar kritis.Setibanya di rumah sakit, Mona dan Leo langsung menuju ruang ICU. Mona terus saja meneteskan air matanya, rasanya kurang percaya bahwa baru saja dia melihat ayahnya baik-baik saja, tapi beberapa menit kemudian langsung mendapat kabar kritis."Ayah, kamu kenapa? Ayah, bangun, kenapa bisa sepert
"Kau sudah mengotori bajuku," ucap Leo sambil menatap bajunya yang banyak ingus Mona.Mona bengong dan kaget, juga khawatir kalau Leo akan marah."Mak-maaf. Om, aku!" Mona menggantungkan perkataannya sambil mengusap kemeja biru milik Leo.Leo mengambil sapu tangan dari sakunya dan membersihkan bajunya yang basah dan kotor. Hatinya merasa marah dan kesal, tapi rasanya gak enak juga bila diungkapkan."Sini Om, biar aku yang bersihkan. Maaf ya, habisnya nggak ada tisu," suara manja Mona makin meluluhkan hati Leo.Setelah itu, mereka pun pulang ke rumah Ayah Mona karena jenazah akan disemayamkan di sana.Keluarga dan juga tetangga yang dekat sudah berkumpul di rumah sang ayah, sehingga rumah itu tampak ramai.Mereka menghampiri Mona sembari mengucapkan kata bela sungkawa dan juga meminta Mona untuk sabar."Kami mengucapkan bela sungkawa yang sebesar-besarnya dan sabar ya. Semua yang hidup di dunia ini pasti akan mati," ucap mereka.Mona menangis di pelukan bibinya. Bagaimanapun, dia sanga
Leo tidak perduli dengan keberadaan Laksmi di situ. Dia menundukkan kepalanya menyibukkan diri."Kau sedang apa di sini?" suara Mona terdengar tajam saat dia menatap Laksmi.Wanita yang lebih tua itu terkejut dengan kedatangan Mona di tempat itu. Leo pun mendongak setelah mendengar suara istri kecilnya."Mona," suara Laksmi melonjak naik."Aku tanya, kamu sedang apa di sini dengan gaya menggoda begitu? Nggak cukup menggoda anaknya sehingga meninggalkanku demi kamu?" suara Mona terdengar sinis."Kamu ngomong apa? Jangan ngomong yang aneh-aneh ya! Kau pikir saya serendah itu?" bentak Laksmi dengan tatapan yang melotot ke arah Mona."Ibu, kamu pikir saya tidak punya mata? Kalau kamu itu banyak menggoda suamiku," ucap Mona sambil melirik suaminya yang anteng dengan laptop.Laksmi menarik nafas dalam-dalam agar dia tidak terpancing amarah oleh Mona. Dia harus menunjukkan kepada Leo bahwa dirinya adalah wanita yang baik, kalem, dan rendah hati."Sebaiknya kamu jangan ngomong begitu. Itu nam
Mona yang hendak mengambil gelasnya disenggol oleh Leo yang tidak sengaja juga mengambil gelasnya."Yah, tumpah deh." Mona menatap gelas yang jatuh, airnya pun tumpah."Maaf, Sayang, nggak sengaja," kata leo.Oma Marfin, Laksmi menatap dengan pandangan yang menyalahkan Mona yang dianggap ceroboh."Kamu kenapa, Mona? Tidak ada tenaga banget, emang kamu belum makan? Suamimu nggak ngasih makan?" ketusnya Oma."Lah, ini Mak lampir suka bikin ku kesel dengan omongannya itu," batin Mona seraya hendak berjongkok membersihkan lantai.Namun, langsung dicegah oleh Leo yang akhirnya Mona duduk kembali. "Asisten, tolong bersihkan!" suara Leo yang tinggi memanggil asisten.Salah satu asisten pun datang segera membersihkan lantai, mengambil serpihan gelas dengan hati-hati."Oh, kenapa harus tumpah sih? Itu minuman yang seharusnya diminum, mengalir di tenggorokan nya Mona, bukan ke lantai," batin Laksmi geram.Oma menatap ke arah Laksmi yang tampak mencurigakan, tetapi detik kemudian dia tersenyum s