Karena kehamilan Mona yang masih muda, mereka memutuskan bahwa tidak mungkin bagi Mona untuk pergi ke luar negeri bersama Leo. Akhirnya, Leo memutuskan untuk pergi sendiri, ditemani oleh asistennya.Sebelum Leo berangkat, Mona memeluknya erat, mencoba menahan rasa cemas dan kekhawatirannya. Leo membelai lembut rambut Mona, mencoba memberikan kekuatan dan kasih sayang."Aku akan kembali secepat mungkin." Ungkap Leo, berharap Mona menjaga diri dengan baik.Mona mengangguk kecil dalam pelukan Leo."Aku akan merindukanmu," bisik Leo dengan suara penuh kasih.Mona menggerakan kepalanya, menatap Leo dengan mata penuh kekhawatiran. "Om, harap berhati-hati di luar sana. Aku akan selalu mendoakanmu dan menantimu kembali dengan selamat. Juga jangan nakal!"Leo terkekeh. "Kau yang jangan nakal."Mona mesem menunjukan 0ipinta yang lesum Pipit. Lalu Leo menyentuh perut Mona dengan lembut, seolah ingin merasakan kehadiran bayi mereka."Baby. Jaga mommy ya!" ucap Leo seraya terus mengusap perut Mona
Di klinik yang terdekat dari mension, Mona berbaring dengan tenang di ranjangnya setelah melewati masa-masa menebarkan. Senyum lega menghiasi wajahnya saat ia merasakan keadaan yang lebih baik. Bu Meri, sang asisten yang penuh perhatian. Mendekati Mona dengan senyum lembut di wajahnya."Nyonya Mona, bagaimana perasaanmu sekarang? Kehamilanmu baik-baik saja, ya?" Bu Meri merasa ikut senang.Mona mengangguk, senyumnya semakin melebar. "Ya, Bu. Saya merasa lega sekarang. Terima kasih atas semua bantuan yang sudah diberikan."Bu Meri tersenyum hangat. "Senang mendengarnya. Apakah Nyonya ingin saya memberitahu Tuan Leo! tentang kejadian ini?"Mona memikirkan sejenak, lalu menggeleng lembut. "Tidak, Bu. Saya akan memberitahunya sendiri. Tolong, jangan sampai membuat Leo khawatir."Bu Meri mengangguk memahami. "Tentu, Nyonya Mona. Saya akan menghormati keinginanmu."Lalu Bu Meri meninggalkan kamar inap Mona dengan hati yang lega.Sambil menatap langit-langit kamar, Mona merenung tentang baga
Mona dan ibu mertua saling menatap dengan perasaan, tegang saat mereka mendengar suara derap langkah yang mendekat. Pintu pun terbuka dan Laksmi, wanita yang terkenal dengan kepribadiannya yang berubah-ubah seperti wajah bunglon, masuk ke dalam kamar Mona.Laksmi dengan senyum licik. "Halo ... apa yang sedang terjadi di sini? Sepertinya ada suasana yang menegangkan."Mona dan ibu mertua melihat wajah Laksmi yang dipenuhi dengan senyuman santai, meskipun mereka tahu betapa berbahayanya wanita ini.Ibu mertua dengan ketus. "Laksmi, apa kau sudah memeriksakan kandungan mu Minggu ini?"Laksmi memiringkan kepala dengan berpura-pura tidak peduli, tetapi nyahut juga sambil mengusap perutnya yang sudah besar. "Tentu saja. Saya paling pandai menjaga kehamilan dan cucu mu Oma mertua."Mona dengan sedikit tajam. "Kamu pikir aku tidak bisa menjaga kehamilan ku? Kalau saja terkena insiden, bukan berarti tidak bisa menjaga kehamilan!"Laksmi sambil tertawa kecil. "Baiklah, baiklah. Biarlah, aku buk
Blak.Wati terjatuh karena pas dia keluar dari kamar Mona. Ada kaki yang dengan sengaja menghalangi jalannya.Laksmi tersenyum puas melihat Wati terjatuh di lantai, tatapannya penuh kebencian pada asisten rumah tangga tersebut. Dia merasa senang melihat Wati menderita.Laksmi dengan suara penuh kepuasan "Sakit, kan? Rasakan Lah. Ini balasanku."Wati sedikit meringis akibat rasa sakit di lututnya. Dia bangkit dari lantai dan menepuk-nepuk kedua tangannya, berdiri dengan sikap tegang sambil melihat Laksmi dengan tatapan yang berlawanan.Wati menggerutu. "Jangan lupa, nyonya. Anda sedang hamil, jadi berperilaku dengan baik. Jangan bertindak semena-mena."Laksmi mengancam. "Hmph, kau mengancam ku, Wati? Dasar orang kampung dan tidak punya etika. Aku ingatkan sama kamu ... jangan mencari gara-gara dengan ku."Wati bersikap tegas. "Maaf, nyonya. Tapi, siapa sih yang seharusnya diingatkan tentang etika, saya atau Anda?"Wati lalu berlalu pergi sambil menuju ke kotak obat. Laksmi mendengus ke
Mona berjalan di himpit Bu Meri dan Wati yang mengajaknya untuk menuju ke kamarnya. Pakaian mona basah kuyup akibat kejadian tak terduga saat dirinya tercebur ke dalam kolam renang akibat ulah Laksmi. Untunglah Bu Meri dan Wati begitu sigap menolongnya yang bukan tidak bisa berenang. melainkan terlalu gugup dan panik."Nyonya Mona, mari kita segera mengganti pakaiannya. Jangan biarkan kamu kedinginan setelah kejadian tadi. nanti kau sakit"Wati: menggenggam tangan Mona dengan perhatian "Kami khawatir denganmu, Mona. Tapi tenanglah, kami ada di sini untukmu," ucap Bu Meri.Mona mengucapkan terima kasih dengan suara lirih. "Terima kasih, Bu Meri dan Wati. Saya sangat berterima kasih atas perhatian dan bantuannya."Mereka sampai di kamar Mona dan kemudian membantu Mona untuk mengganti pakaiannya yang basah dengan baju yang kering dan bersih. Bu Meri dan Wati berusaha memberikan kenyamanan dan perhatian pada Mona. Memberikan minyak angin biar tubuhnya merasa hangat."Semoga nyonya muda bai
Mona semakin terkesima melihat kehadiran Leo dan buket bunga yang dipersembahkan kepadanya."Ini untukmu, sayang." Berharap buket bunga ini bisa mewakili rasa cinta pada sang istri.Mona merasakan hatinya berdesir hebat, terpancar kebahagiaan. Dia menerima buket bunga dengan penuh cinta, mencium aroma segar yang memenuhi ruangan.Mona dengan suara lembut. "Terima kasih, Om Suami. Bunga-bunga ini begitu indah. Aku sangat suka."Leo merasa senang melihat kebahagiaan di wajah Mona. Dia kemudian mengeluarkan kotak kecil dari saku dan membuka kotak tersebut, memperlihatkan liontin yang berkilauan di dalamnya."Dan ini sesuatu untukmu, sayang." Lantas Leo memberikan liontin yang sangat indah sebagai hadiah untuk Mona yang kini tengah mengandung benihnya.Mona terpesona melihat liontin yang bersinar di dalam kotak. Ini adalah hadiah yang begitu berarti baginya."Om Suami, aku tidak menyangka kamu akan memberikan sesuatu yang begini indah. Kamu tidak bercanda kan. Membuktikannya pada ku?" Mon
Rintihan minta tolong dari Oma begitu lirih dan akhirnya terdengar samar-samar. Oma tampak kepayahan dengan darah yang mengalir dari kepalanya dan pada akhirnya tidak sadarkan diri.Bodyguard yang biasanya setia mendampingi Oma, tampak panik saat melihat kejadian tersebut dan dengan sigap bertindak. Dia segera mengangkat sang majikan dengan hati-hati.Bodyguard bodyguard satunya dengan suara tegas memanggil Leo yang baru saja pulang kantor. "Tuan Leo, nyonya besar pingsan."Leo, yang mendengar teriakan bodyguard, dari balik pintu sejenak menatap Mona yang sedang membukakan jas nya."Ibu. Om. Ibu kenapa?" Mona terdengar panik.Leo. Segera keluar dari kamar finikuti sang istri. Untuk menemui sang ibu yang katanya pingsan.Di luar kamar sang bodyguard perempuan berwajah cemas. "Tuan. Nyonya besar cidera dan pingsan.""Ibu kenapa? Bawa ke rumah sakit!" Tegas Leo walau belum tahu pasti ibunya kenapa.Belum sempat lawan bicaranya menyahut. Leo setengah berlari memasuki lift tidak lupa menun
"Sayang, kita perlu bicara sebentar." Leo menarik tanga. Mona kembali keluar dari ruangan sang bunda. Leo merasakan kecemburuan yang melanda hatinya ketika melihat Mona saling pandang dengan Marfin. Dalam situasi yang mencekam, Leo merasa perlu menjauhkan Mona dari Marfin, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Mona kaget dengan tindakan Leo. "Om, kenapa? Kita mau kemana?""Aku tidak suka kamu mesra dengan Marfin," kata Leo setelah berada di luar ruangan.Mona merasa bingung dengan reaksi Leo yang tiba-tiba cemburu dan protektif. Namun, dia mencoba untuk memahami kekhawatiran suaminya.Mona dengan suara lembut. "Om, aku mesra sama Marfin? Mesra di mana nya? dia adalah putramu, dan aku tetap mencintaimu. Kita harus mengatasi rasa cemburu!" Mona membuka tangannya."Tatapan mu yang mesra." Jelas Leo.Mona menghela nafas dalam-dalam sembari menatap ke arah suaminya. Ia tahu kalau Leo cemburu. Lalu Mona menunduk mempertanyakan pada dirinya sendiri. Benarkah kalau tatapannya mesra?"