Arabelle dan Camelia kini berjalan beriringan menuju ruang kepala sekolah. Camelia tak henti-hentinya tercengang dan terkagum-kagum dengan pemandangan di depannya. Sekolah yang sangat besar dengan murid-murid yang sungguh stylis. Bagaimana tidak, semua merek mahal dari mulai pakaian, aksesoris, tas, sepatu, bahkan kendaraan semua ada di tempat ini.Sementara itu, Arabelle hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Camelia. Sudah berapa kali, mereka harus berhenti karena Camelia melihat cowok ganteng. Bahkan, dengan enteng gadis itu merayu serta mengajak mereka berfoto bersama."Gila-gila, kalau kayak gini, Ra. Gue betah banget sekolah di sini!" pekik Camelia antusias bahkan sambil berjingkrak ke kanan dan ke kiri."Lo fokus jalan ke ruang kepala sekolah. Awas aja, kalau lo berhenti lagi mau fotoan sama cowok-cowok." Arabelle memperingati bibi mudanya itu dengan sedikit nada mengancam."Lumayan, Ra. Jadi, koleksi foto cogan gue. Biar bisa mandangin sebelum tidur. Emang l
"Wadoh!" teriak Binar syok melihat Dito terkapar di lantai. Begitupula dengan Arabelle yang lansung menutup mulutnya karena terkejut."Lo jangan berani-berani peluk-peluk Arabelle. Gue patahin kaki tangan lo, baru tahu rasa!" gertak Camelia yang kini berdiri di depan Dito dengan berkacak pinggang. Ia melotot penuh amarah disertai dengan garis wajah yang begitu tegas. Terlihat, begitu menyeramkan, siap untuk melahap tubuh Dito. Ia tidak akan membiarkan pria manapun menyentuh satu inci tubuh Arabelle karena sang kakak sudah memberikan amanah besar itu. Ia akan menjalankan tugas dengan baik agar kantong sakunya tetap tebal.Camelia menarik kerah baju belakang Dito, hingga tubuh pria itu kembali bangkit. Dito masih linglung belum mengerti apa yang terjadi. Pukulan barusan sungguh sangat tiba-tiba."Asal lo tahu, gue pernah patahin leher preman yang berani begal gue!" Camelia mencekik leher Dito dengan kuat membuat Dito seketika sesak nafas."Cam, lepasin Dito!" pekik Arabelle menarik tubu
Arabelle, Camelia, dan Binar sedang duduk sambil memandang beberapa pria yang tengah berlari sambil mendribel bola basket. Keringat mengucur deras di tubuh mereka. Terlihat begitu mengkilat diterpa sinar matahari yang terik. Saat, ini mereka sedang berada di lapangan basket. Tentu saja, ini adalah ulah Camelia. Dia bersikeras untuk datang menonton para pemuda itu main basket sebelum Elliot datang menjemput mereka.Arabelle hanya memandang tanpa minat. Berbeda dengan Camelia yang sejak tadi bersorak histeris dan berjingkrak serta melompat seperti orang gila."Dilex, GBT-an gue. Semangat, Sayang!" teriak Camelia membuat Arabelle memutar bola mata malas. Urat malu Camelia sepertinya sudah putus."Ra, Aunty heboh bener. Gue tahu Dilex keren dan ganteng, tapi dia ngak tahu apa kalau sebelah sana pacarnya Dilex siap-siap mau nerkam dia," bisik Binar yang duduk di samping Arabelle dengan tatapan tertuju pada empat orang gadis yang berjalan ke arah mereka."Biarin ajalah, dia diterkam. Paling
Arabelle menjauh dari Binar dan Camelia. Lalu mengangkat panggilan tersebut. "Hallo.""El, kok suara kamu jadi cewek, Sayang?" Suara Queenza terkejut terdengar dari sebrang telpon. Akan tetapi, panggilan sayang itu membuat Arabelle merasa tidak nyaman."Ini Ara, bukan Uncle El.""Arabelle ... Kok kamu yang angkat telponnya. Uncle El mana?""Iya, sekarang handphone ini milik Ara bukan Uncle El lagi. Paling, Uncle ada di kantor. Emang kamu mau ngapain cari Uncle?" Kedua alis Arabelle bertaut satu sama lain."Ohh, gitu. Maaf ya, aku jadi ganggu kamu. Queenz, cuma kangen aja sama Uncle El. Biasanya kami juga saling telpon setiap hari. Ya udah kalau gitu. Bye, Ra."Queenza memutus panggilan telpon. Sementara, Arabelle menatap datar layar ponsel di tangannya. Dimana nama kontak gadis itu dihiasi lambang love yang membuat Arabelle mendengus."Ra!" panggil Camelia. Membuat Arabelle berbalik. Binar dan Camelia berjalan mendekat ke arahnya."Siapa?" tanya Camelia lagi."Queen.""Ratu?" beo Bina
"Hallo, Ladies!" seru Elliot merentangkan tangan. Dimana Arabelle lansung memeluk tubuh pria itu manja penuh kerinduan. Padahal, mereka hanya tidak bertemu beberapa jam."Sorry, Uncle telat jemput kalian," desah Elliot menunjukkan wajah bersalah."Enak aja Kak El bilang maaf, kita sampai lumutan di sini. Besok pokoknya, aku mau bawa mobil sendiri aja," sungut Camelia mengeluarkan kekesalan serta omelannya."Tadi, Kakak ada urusan penting, maaf." Wajah Elliot menyendu, menunjukkan penyesalan yang sangat."Poko---""Ngak papa kok, Uncle. Lagian nungguinnya cuma sebentar," sela Arabelle cepat yang lansung membuat mulut Camelia mengangga. Ia sudah dalam mode kesal dan menunggu sangat lama, tapi seenak jidatnya Arabelle malah memaafkan Elliot. Ingin sekali ia mencakar-cakar wajah polos itu."Ra---""Kita pulang sekarang, yuk!" Arabelle menarik cepat lengan Elliot masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Camelia yang semakin terselubungi awan kekesalan. Tidak ingin ditinggal, Camelia mendengus ka
1 Hotel Rose Star, hotel bintang lima yang ada di pusat negeri Sunmi malam ini sangat ramai. Hal itu dikarenakan malam ini adalah pertemuan titik kumpul para pebisnis di seluruh kota. Tentu saja, mereka hadir dalam acara besar tersebut dengan niat masing-masing. Entah, untuk mencari relasi, mitra, mengatur perjodohan, maupun untuk saling menjatuhkan. Keluarga Butlene yang menggeluti bisnis perhiasan juga hadir dalam acara tersebut. Tuan Theo dan Nyonya Xera Butlene berusaha mencari relasi kerja sama untuk mengembangkan perusahaan mereka. Dari keramaian yang sedikit menyesakkan di ballroom besar itu. Satu titik fokus tertuju pada gadis mungil yang sedang sibuk memakan permen lolipop. Kegiatan yang sangat berbeda dari orang lain. Dimana para pemuda dan pemudi yang hadir dalam acara itu sibuk untuk mendapatkan rekan bisnis atau pasangan hidup. Berbeda dengan gadis pemilik rambut hitam panjang sepinggang tersebut. Ia seakan tidak peduli
2 Sebuah kilatan seolah membawa jiwa Arabelle melesat dengan cepat. Bahkan, lebih cepat dari kilatan petir yang menyambar. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh seolah langit sedang menindih tubuh mungil miliknya. Nafas Arabelle tiba-tiba tercekat, saat kilasan balik peristiwa mengerikan kembali dipertontonkan dengan sangat jelas. Dimana, wajah kedua orang tuanya yang melambai memanggil dirinya tiba-tiba lenyap ditimpa reruntuhan. "Tidak! Mam, Dad," teriak Arabelle keras bersamaan dengan tubuhnya yang tersentak duduk. Peluh dingin mengalir dengan deras di pilipis putih miliknya. Kedua mata gelap Arabelle melebar dengan sempurna. Serta dada yang memburu naik turun karena nafas yang sesak. Ia bahkan harus bernafas menggunakan mulut untuk membuat paru-parunya tetap bekerja. "Bagaimana? Sampai kapan dia akan tidur?" "Saya juga tidak tahu, Tuan. Ini sudah dua hari berlalu dan Nona Arabelle masih koma." "Lakukan sesuatu, atau aku akan mem
3 Elliot segera masuk saat mendengar kegaduhan dari dalam. Dadanya semakin terasa sesak kala melihat Arabelle yang menangis histeris sambil terus memanggil kedua orang tuanya. Dimana sesekali gadis itu melempar benda-benda yang ada di dekatnya. "Ara, hentikan!" pekik Elliot. Ia berjalan dengan cepat menarik tangan kiri Arabelle untuk berhenti memukul diri sendiri. "Ara, hentikan. Jangan menyakiti diri sendiri!" sentak Elliot berusaha menghentikan Arabelle. "Mamy dan Dady pergi ninggalin Ara. Ara sama siapa sekarang? Ara cuma sendiri. Ara mau mati, Ara mau ketemu sama Mamy, Dady. Ara ngak mau hidup tanpa mereka," jerit Arabelle dengan menepis tangan Elliot. "Ara, masih punya Uncle. Ara ngak sendiri." "Mamy bilang ngak bakal ninggalin Ara karena Ara anak baik-baik. Dady juga bilang, kalau nanti Ara udah besar dan menikah. Dady bakal hadir di samping Ara, tapi kenapa mereka ninggalin Ara? Kenapa Ara ngak mati aja? Ara mana bisa hidu