Share

Chapter 7

Elliot, Arabelle, dan juga Camelia kini berada di dalam mobil. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk pengecekan teratur Arabelle. Kondisi gadis manis dan polos itu kini semakin membaik. Buktinya, gif dan perban yang menyangga tangannya yang patah sudah dilepaskan.

"Kak El," panggil Camelia dari kursi penumpang belakang. Membuat Arabelle yang duduk di samping Elliot melirik spion untuk melihat kelakuan Camelia yang kini memangku tangan sambil memasang ekspresi cemberut.

"Iya, Cam." Elliot menjawab tanpa mengalihkan fokus pada jalanan di depannya.

"Aku mau sekolah di sekolah Arabelle aja." Ucapan Camelia membuat kecepatan mobil yang dilajukan oleh Elliot memelan.

"Boleh donk, Uncle. Biar Ara sama Cam sama-sama terus." Arabelle ikut memberikan pendapatnya yang terdengar membujuk.

"Tapi, Uncle udah daftarin Cam di SMA 1 Angkasa. Deket juga dari rumah dan juga searah sama kantor Uncel," jawab Elliot menghela nafas. Berharap keponakan kecilnya itu tidak tersinggung karena penolakannya.

Wajah Camelia semakin masam. Bibirnya dimajukan lima centimeter hingga terlihat seperti bibir ikan. Jawaban Kakaknya lagi-lagi sama. Ia sudah merenggek sejak dua hari yang lalu untuk bisa bersekolah di sekolah yang sama dengan Arabelle. Awalnya, ia setuju untuk sekolah di SMA yang dipilihkan oleh Elliot. Namun, setelah mendengar cerita Arabelle ia menjadi berubah pikiran.

"Jadi, Ara sama Cam harus pisah donk," hembus Arabelle sedih. Biarpun ia dan Camelia baru kenal dan tinggal bersama beberapa hari lalu. Namun, ia merasa Camelia sudah seperti saudaranya karena gadis itu selalu perhatian walau lebih sering merecoki dirinya.

"Pisahnya cuma sebentar, kan pulang sekolah bareng-bareng lagi," hibur Elliot berharap kedua gadis itu mau menerima keputusannya.

"Tetep aja ngak seru. Kak El nyebelin banget tau ngak, ntar kalau ada yang ganggu Arabelle di sekolah Cam ngak bisa hajar orang itu. Apalagi, kalau yang gangguin cowok, kan Ara cantik pasti banyak yang godain." Camelia menyuarakan alasan lain yang baginya tidak masuk akal. Akan tetapi, menerima keputusan Elliot begitu saja tanpa perlawanan bukanlah gayanya.

"Emang kamu sering digodain cowok, Ra?" tanya Elliot pada Arabelle yang masih memberengut. Hati dan pikirannya sangat terganggu dengan ucapan Camelia. Ia tidak mau ada orang lain yang menganggu keponakan kecilnya. Ia yang susah menjaga, malah orang lain yang mengganggu. Terutama kalau itu seorang pria, darah Elliot berdesir panas membayangkannya.

"Sering sih ngak sering," timpal Arabelle kurang jelas.

"Iya atau ngak?" Elliot meninggikan nada suaranya sedikit membuat Arabelle memandang ke arahnya.

"Iya."

"Ya udah, Cam kamu sekolah bareng Ara," putus Elliot mutlak yang langsung membuat Camelia terlonjak kaget sekaligus bahagia. Sementara Arabelle mengerjit bingung. Jelas-jelas tadi pamannya itu melarang keras Camelia untuk satu sekolahnya dengannya, tapi di detik-detik akhir peperangan dengan seenak jidat Elliot mengganti keputusan akhir.

"What the hell, serius? Ngak bercanda, kan?" ulang Camelia masih tidak percaya.

"Iya serius, tapi kamu disana jagain Ara biar ngak digangguin sama cowok ingusan." Elliot memberikan syarat dengan wajah yang kini merah padam.

"Oke deh, ngak papa jadi pengawal ni bocah, tapi Cam seneng banget. Makasih, Kak."

"Hmmm."

Arabelle yang sejak tadi memperhatikan ekspresi wajah Elliot yang berubah kesal hanya menatap bingung. Ekspresi pamannnya itu seperti cuaca, cepat sekali berubah-ubah. Tidak ingin ambil pusing, Arabelle memilih tidak peduli.

Elliot memarkirkan mobilnya di basemant. Dengan cepat ia turun dan berlari ke sisi pintu lain. Membukakan pintu untuk sang keponakan. Arabelle tersenyum bahagia mendapat perlakuan manis dan penuh perhatian dari sang paman.

"Hati-hati, Ra." Elliot meletakkan tangan di cab mobil agar kepala gadis itu tidak terbentur.

"Makasih, Uncle."

"Sama-sama." Elliot menutup pintu mobil kembali. Bersiap untuk masuk ke apartement bersama dengan Arabelle.

"Woii Kak El! Aku ngak dibukain, nih!" teriak Camelia dengan kepala yang menyembul dari jendela mobil.

Langkah Arabelle dan Elliot seketika berhenti bersamaan. Keduanya berbalik menatap Camelia yang memasang wajah kesal. Elliot memutar kedua bola matanya malas melihat tingkah adiknya itu. Camelia bisa membuka pintu mobil sendiri, kan.

"Ayo turun, kamu punya tangan buat buka pintu mobil, kan?" timpal Elliot enggan untuk menghampiri adiknya.

"Ya, kan aku mau kayak Arabelle. Kakak bukain pintu buat dia. Giliran aku, Kakak ngak bukain."

"Cam, jangan manja deh. Turun sekarang atau Kakak kunciin mobilnya," ancam Elliot sukses membuat Camelia melompat dari mobil.

"Dasar Kakak laknat, untung Kakak gue kalau ngak udah gue bakar nih mobil," umpat Camelia dengan wajah super kesal. Ia menarik tangan Arabelle, menyeret tubuh gadis itu untuk segera masuk ke apartemen. Meninggalkan Elliot yang menggelengkan kepala.

Arabelle sejak tadi hanya tertawa lucu. Melihat pertengkaran antara kakak-adik hanya karena pintu mobil. Sungguh konyol, tapi sangat manis.

Camelia melemparkan dirinya ke atas kasur, sedangkan Arabelle memilih duduk di meja belajar. Menatap Camelia yang masih sangat kesal.

"Lo kesel gara-gara pintu mobil, Cam. Come'on itu konyol," ejek Arabelle sambil tertawa renyah.

"Gue kesel karena Kak El, Ra. Bukan gara-gara pintu mobil," sanggah Camelia tidak terima dikatai konyol. Ia bangkit dan duduk di pinggir ranjang.

"Lo cemburu sama gue karena diperlakukan kayak gitu sama Uncle El?"

"Ngak juga sih, tapi kan gue juga pengen dibukaain pintu gitu."

"Udah deh, jangan kesel mulu. Mending lo buka medsos Dilex sekarang, pasti dia upload foto baru."

Wajah murung Camelia seketika berubah cerah dengan pipi merona. Mendengar nama pria tampan, matanya lansung berbinar. Yah, dirinya adalah pengagum rahasia pria tampan. Melihat wajah mereka membuat daya dalam tubuh Camelia terisi penuh. Dilex adalah pria tampan yang bersekolah di sekolah Arabelle. Seorang kapten basket yang pastinya tubuh pria itu sangat menawan dan atletis. Membayangkan saja sudah membuat Camelia meleleh. Sebenarnya, alasan utama ia ingin bersekolah di sekolah yang sama dengan Arabelle karena ingin melihat cowok tampan. Arabelle pernah cerita kalau di sekolahnya rata-rata siswa-siswanya tampan karena memang sekolah tersebut adalah sekolah elit untuk kalangan atas.

"Aaaaa, busyet!" teriak Camelia histeris saat melihat foto Dilex yang super keren di layar ponselnya. Bagaimana tidak, outfit pria itu memakai blazer dan tengah duduk di atas mobilnya. Ia merasa gila melihat ketampanan pria itu. Arabelle menepuk jidatnya sendiri melihat kelakukan Camelia yang seperti orang kerasukan saat melihat pria tampan. Kalau sudah begini, gadis itu tak akan peduli dengan sekitar. Seakan terhipnotis dengan ketampanan pria. Arabelle memilih keluar dari kamar, menuju bagian belakang apartement.

Menatap lurus ke depan, menikmati pemandangan malam yang dihiasi dengan cahaya lampu yang berjejer di pinggir jalan. Belum lagi, taman mini yang ada di depannya. Membuat Arabelle sedikit merasa tenang walau pikirannya melayang akan kejadian malam naas itu. Ia ingin melupakan semuanya, tapi semakin ia berusaha momen mengerikan itu semakin melekat dengan kuat. Seakan ia tak di izinkan untuk keluar dari kejadian yang menewaskan kedua orang tuanya. Rasa rindu untuk mereka pun bercokol dengan kuat di hatinya. Akan tetapi, kemana ia akan limpahkan kerinduan itu kalau orang tersebut sudah tiada. Satu buliran bening mengalir di pipi chuby miliknya. Di hadapan orang lain mungkin ia terlihat tegar dan baik-baik saja. Namun, saat sendiri ia merasa hancur.

"Ra!"

----------------

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status