Suasana pesta semakin meriah. Gabriel yang berpamitan menyapa beberapa relasi bisnisnya sejak tiga puluh menit yang lalu belum juga kembali.
Sosok gadis yang sudah merasa tak nyaman karena tatapan para tamu memilih mundur. Berjalan ke belakang, menuju toilet.
Embusan napas kasar sesekali terdengar kala ia menyusuri sebuah lorong menuju toilet wanita. Tak jarang ia mendapati beberapa wanita yang memandangnya tak suka.
Tak usah menebak. Ini adalah salah satu akibat karena Gabriel melamarnya di atas panggung.
Bayangkan saja. Bagaimana ia bisa menghadapi keadaan di luar sana setelah hal ini tersebar di berbagai media cetak dan elektronik?
“Semuanya akan menjadi sulit,” gumamnya seorang diri.
Masuk ke salah satu bilik toilet, gadis pemilik nama Becca itu mendengar samar-samar tangis seorang perempuan. Ia ingin abai, tapi saat nama Gabriel disebut, sudut hatinya terasa nyeri.
‘Aku adalah perusak hubungan dua orang yang tel
“Lain kali ikutlah ke mana pun aku pergi agar hal-hal seperti ini tak terulang lagi.”Gadis bermata cokelat itu berkaca-kaca. Hatinya tersentuh mendengar ucapan Gabriel.“Jangan menangis!” Gabriel melirih. Kembali mengecup punggung tangan Becca lebih lama.“Sir?”Seulas senyum tersungging di bibir Gabriel. Ia memajukan wajahnya. Memberikan satu kecupan di bibir merah itu. Hanya seringan bulu, tapi mengantarkan sengatan listrik yang membuat darah Becca berdesir.“Aku akan menjagamu dan menyayangimu,” janji Gabriel tepat di depan wajah Becca yang berubah sendu.Mereka saling menatap untuk menyelami sedalam apa perasaan masing-masing. Meyakinkan bahwa ada satu hal yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bisa bersama. Apa pun statusnya.“Percayakan padaku!” pinta Gabriel dengan sungguh-sungguh. “Tetaplah di sampingku, apa pun yang terjadi.”Permintaan itu menghu
Tubuh mungil Becca menggeliat di dalam pelukan Gabriel saat desakan alamiah tak bisa ditunda lagi. Ia membuka mata dan berusaha melepaskan diri dari dekapan hangat pria dengan deru napas teratur itu.Ia merasa lega karena bisa lepas tanpa membangunkan Gabriel yang masih tidur dengan nyenyak. Namun, alih-alih segera bangkit dan pergi ke kamar mandi, ia mengamati lebih lekat pada wajah damai Gabriel. Mengingat semalam, wajah itu terlihat dingin dan sangat mengerikan.Gadis bermata cokelat itu mengingat betul bagaimana marahnya Gabriel pada pria yang hampir menamparnya. Kemarahan itu pun harus diredakan dengan percintaan yang tak cukup hanya sekali, tapi berlangsung hampir sepanjang malam.Katakan Becca sudah gila telah masuk dan jatuh hati begitu dalam pada Gabriel. Padahal jelas-jelas pria itu belum pernah menyatakan cinta padanya.“Apa pun yang terjadi ... aku akan berada di sampingmu, Gabriel.”Seolah itu adalah jawaban dari pernyataan
“Ahh!” Becca memekik kencang kala tubuhnya diangkat tanpa aba-aba oleh Gabriel yang entah kapan sudah berada di belakangnya.Kedua tangan mungilnya memukul bahu Gabriel sebagai penyaluran rasa kesalnya. “Anda mengagetkan saya, Sir!” ucapnya menggebu dengan debaran dada yang menggila.Gabriel terkekeh. Merasa tak bersalah dan membawa wanita itu duduk di pangkuannya. Mengunci semua pergerakan dengan mengistirahatkan tangannya di lingkar pinggang ramping itu.“Sir?” Becca melirih. Ia masih belum bisa menyesuaikan keadaan intim seperti ini jika dalam kesadaran penuh.Sepasang mata Gabriel berkedip dengan satu sudut bibir tertarik ke atas, melihat wanita di pangkuannya ini sangat menggemaskan.Lihatlah bagaimana tubuh mungil itu menggeliat untuk melepaskan diri.“Panggil namaku,” bisik pria itu lirih di dekat telinga Becca.“Ga-Gabriel.”“Ya, seperti itu.” Satu
“Gerald.”“Hm.” Kecupan bertubi-tubi dari bibir Gerald mendarat sempurna di puncak kepala Lucia. Wanita yang kini berada di dalam dekapan pria itu semakin mengeratkan tangannya.Sungguh! Hari ini bagaikan mimpi yang tak ingin ia akhiri. Bagaimana bisa pria itu sudah berada di dekatnya sekarang?“Apa yang sedang kau pikirkan, Honey?” tanya Gerald dengan suara beratnya. Seraya membelai punggung polos wanita itu, ia tak mengurangi ekstensi kecupannya.“Aku masih tidak percaya dengan hari ini.” Desahan Lucia tertahan di pangkal tenggorokannya. “Aku –“Gerald menarik kepala Lucia dengan lembut. Membuat pandangan wanita itu berfokus padanya.“Aku di sini, Lucia. Aku ... di sini.” Tatapan mata Gerald memaku bola mata Lucia. Tanpa berkedip, ia memandang cukup lama hingga kembali menutup mata sejenak untuk melabuhkan satu kecupan lembut di bibir tipis Lucia yang membuka.
“Aku tidak mau tau. Bereskan semua berita itu saat ini juga!” ucap Gabriel dengan rahang mengeras pada lawan bicaranya di seberang sana.“...”“Semuanya. Jangan sampai ada yang masih tersisa! Cari pelakunya dan bawa ke hadapanku secepatnya!” Gabriel langsung mematikan ponsel setelah selesai berbicara. Ia meletakkan benda itu asal dan segera menghampiri Becca yang saat ini masih terisak.Sial! Harusnya ia tadi segera menyusul gadis itu ke kamar.“Ssst ...” Gabriel yang sudah duduk di samping Becca mendesis pelan. Menggenggam lembut kedua tangan mungil yang bergetar itu. Berusaha untuk menenangkan perasaan wanitanya. “Jangan khawatir, Baby. Aku akan membereskan semuanya.”Dengan air mata yang mengalir deras dan hidung memerah, Becca menatap bola mata Gabriel, rapuh.“Be-berita itu ... ti-tidak benar, Gabriel. I-itu –““Ssst ...” Gabriel merai
Suara dengkuran lembut dari wanita dengan tubuh polos yang berada dalam dekapan Gabriel, cukup menjadi bukti bahwa ia sudah terlelap. Setelah percintaan panas mereka kedua kalinya, wanita berwajah sembab itu memejamkan matanya begitu saja setelah Gabriel mendapatkan pelepasannya.“Kau itu menggemaskan sekali, Baby.” Itulah pujian yang Gabriel agungkan tatkala mendapati hal-hal seperti saat ini.Lihat saja! Bahkan pria bertubuh polos dan penuh keringat itu belum menarik kejantanannya yang telah layu.Satu kecupan mendarat bebas di atas bibir tipis yang sedikit membuka. Ia menarik diri dan meraih satu kotak tisu untuk membersihkan sisa-sisa cairan cinta di seputar area feminin wanitanya.Tak lama kemudian, suara getaran ponsel di atas nakas mengalihkan fokus sepasang matanya yang memandangi keindahan di hadapannya. Ia mengulurkan tangan dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.“Selamat malam, Tuan. Saya sudah membereskan
Sebuah mobil Maybach Axelero memasuki halaman rumah yang dijaga beberapa pria berbaju hitam. Mobil itu berhenti di dekat mobil fan hitam yang berjejer rapi.“Selamat pagi, Tuan.” Salah satu pria itu segera mendekat kala Gabriel membuka pintu mobilnya.“Di mana Peter?”“Ada di dalam, Tuan. Mari saya akan mengantar Anda.” Pria berbaju hitam yang merupakan salah satu anggota pengawal itu menyilakan Gabriel berjalan lebih dulu.Setelah melewati ruangan luas yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para pengawal, Gabriel di persilakan memasuki satu ruangan di mana Peter berada.“Selamat pagi, Tuan Muda,” sapa Peter seraya membungkukkan badannya.“Bagaimana?” tanya Gabriel tanpa melepaskan tatapan mata tajamnya ke arah pria yang sedang berada di dalam ruangan berkaca dengan keadaan terikat.“Sampai saat ini dia tidak mau mengaku, Tuan. Dia hanya diam ketika saya memperlihat
Waktu terasa berjalan lambat. Pria dengan jas terbuka yang sedang menelaah sebuah dokumen di tangannya mengembuskan napas kasar.Sial! Rasa penasaran itu membelenggu dirinya. Ia tak bisa fokus hanya untuk meneliti ulang dokumen di mejanya.Melirik jam di pergelangan tangannya, Gabriel kembali merasakan jika waktu tak bergerak sama sekali. Mengusap wajah dengan satu tangannya ketika mendapati ini terlalu awal untuk keluar dari kantor.“Aku benci perasaan seperti ini!” gumamnya sambil menutup dokumen itu dan melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.Tiba-tiba saja ia merasa rindu pada wanitanya. Rasa itu menyeruak, menyergap hatinya dengan cepat. Ia pun segera meraih ponsel untuk menghubungi orang yang ditugaskan berjaga di luar unit.“Apakah di sana aman?” Satu pertanyaan itu meluncur begitu saja dengan nada resah yang begitu kentara.“Di sini baik-baik saja, Tuan,” jawab wanita itu dengan sopan.Ya