“Ahh!” Becca memekik kencang kala tubuhnya diangkat tanpa aba-aba oleh Gabriel yang entah kapan sudah berada di belakangnya.
Kedua tangan mungilnya memukul bahu Gabriel sebagai penyaluran rasa kesalnya. “Anda mengagetkan saya, Sir!” ucapnya menggebu dengan debaran dada yang menggila.
Gabriel terkekeh. Merasa tak bersalah dan membawa wanita itu duduk di pangkuannya. Mengunci semua pergerakan dengan mengistirahatkan tangannya di lingkar pinggang ramping itu.
“Sir?” Becca melirih. Ia masih belum bisa menyesuaikan keadaan intim seperti ini jika dalam kesadaran penuh.
Sepasang mata Gabriel berkedip dengan satu sudut bibir tertarik ke atas, melihat wanita di pangkuannya ini sangat menggemaskan.
Lihatlah bagaimana tubuh mungil itu menggeliat untuk melepaskan diri.
“Panggil namaku,” bisik pria itu lirih di dekat telinga Becca.
“Ga-Gabriel.”
“Ya, seperti itu.” Satu
“Gerald.”“Hm.” Kecupan bertubi-tubi dari bibir Gerald mendarat sempurna di puncak kepala Lucia. Wanita yang kini berada di dalam dekapan pria itu semakin mengeratkan tangannya.Sungguh! Hari ini bagaikan mimpi yang tak ingin ia akhiri. Bagaimana bisa pria itu sudah berada di dekatnya sekarang?“Apa yang sedang kau pikirkan, Honey?” tanya Gerald dengan suara beratnya. Seraya membelai punggung polos wanita itu, ia tak mengurangi ekstensi kecupannya.“Aku masih tidak percaya dengan hari ini.” Desahan Lucia tertahan di pangkal tenggorokannya. “Aku –“Gerald menarik kepala Lucia dengan lembut. Membuat pandangan wanita itu berfokus padanya.“Aku di sini, Lucia. Aku ... di sini.” Tatapan mata Gerald memaku bola mata Lucia. Tanpa berkedip, ia memandang cukup lama hingga kembali menutup mata sejenak untuk melabuhkan satu kecupan lembut di bibir tipis Lucia yang membuka.
“Aku tidak mau tau. Bereskan semua berita itu saat ini juga!” ucap Gabriel dengan rahang mengeras pada lawan bicaranya di seberang sana.“...”“Semuanya. Jangan sampai ada yang masih tersisa! Cari pelakunya dan bawa ke hadapanku secepatnya!” Gabriel langsung mematikan ponsel setelah selesai berbicara. Ia meletakkan benda itu asal dan segera menghampiri Becca yang saat ini masih terisak.Sial! Harusnya ia tadi segera menyusul gadis itu ke kamar.“Ssst ...” Gabriel yang sudah duduk di samping Becca mendesis pelan. Menggenggam lembut kedua tangan mungil yang bergetar itu. Berusaha untuk menenangkan perasaan wanitanya. “Jangan khawatir, Baby. Aku akan membereskan semuanya.”Dengan air mata yang mengalir deras dan hidung memerah, Becca menatap bola mata Gabriel, rapuh.“Be-berita itu ... ti-tidak benar, Gabriel. I-itu –““Ssst ...” Gabriel merai
Suara dengkuran lembut dari wanita dengan tubuh polos yang berada dalam dekapan Gabriel, cukup menjadi bukti bahwa ia sudah terlelap. Setelah percintaan panas mereka kedua kalinya, wanita berwajah sembab itu memejamkan matanya begitu saja setelah Gabriel mendapatkan pelepasannya.“Kau itu menggemaskan sekali, Baby.” Itulah pujian yang Gabriel agungkan tatkala mendapati hal-hal seperti saat ini.Lihat saja! Bahkan pria bertubuh polos dan penuh keringat itu belum menarik kejantanannya yang telah layu.Satu kecupan mendarat bebas di atas bibir tipis yang sedikit membuka. Ia menarik diri dan meraih satu kotak tisu untuk membersihkan sisa-sisa cairan cinta di seputar area feminin wanitanya.Tak lama kemudian, suara getaran ponsel di atas nakas mengalihkan fokus sepasang matanya yang memandangi keindahan di hadapannya. Ia mengulurkan tangan dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.“Selamat malam, Tuan. Saya sudah membereskan
Sebuah mobil Maybach Axelero memasuki halaman rumah yang dijaga beberapa pria berbaju hitam. Mobil itu berhenti di dekat mobil fan hitam yang berjejer rapi.“Selamat pagi, Tuan.” Salah satu pria itu segera mendekat kala Gabriel membuka pintu mobilnya.“Di mana Peter?”“Ada di dalam, Tuan. Mari saya akan mengantar Anda.” Pria berbaju hitam yang merupakan salah satu anggota pengawal itu menyilakan Gabriel berjalan lebih dulu.Setelah melewati ruangan luas yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para pengawal, Gabriel di persilakan memasuki satu ruangan di mana Peter berada.“Selamat pagi, Tuan Muda,” sapa Peter seraya membungkukkan badannya.“Bagaimana?” tanya Gabriel tanpa melepaskan tatapan mata tajamnya ke arah pria yang sedang berada di dalam ruangan berkaca dengan keadaan terikat.“Sampai saat ini dia tidak mau mengaku, Tuan. Dia hanya diam ketika saya memperlihat
Waktu terasa berjalan lambat. Pria dengan jas terbuka yang sedang menelaah sebuah dokumen di tangannya mengembuskan napas kasar.Sial! Rasa penasaran itu membelenggu dirinya. Ia tak bisa fokus hanya untuk meneliti ulang dokumen di mejanya.Melirik jam di pergelangan tangannya, Gabriel kembali merasakan jika waktu tak bergerak sama sekali. Mengusap wajah dengan satu tangannya ketika mendapati ini terlalu awal untuk keluar dari kantor.“Aku benci perasaan seperti ini!” gumamnya sambil menutup dokumen itu dan melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.Tiba-tiba saja ia merasa rindu pada wanitanya. Rasa itu menyeruak, menyergap hatinya dengan cepat. Ia pun segera meraih ponsel untuk menghubungi orang yang ditugaskan berjaga di luar unit.“Apakah di sana aman?” Satu pertanyaan itu meluncur begitu saja dengan nada resah yang begitu kentara.“Di sini baik-baik saja, Tuan,” jawab wanita itu dengan sopan.Ya
“Kau sudah pulang?” tanya seorang wanita dengan apron yang terpasang di tubuhnya. Dengan senyum manis yang mengembang, ia melangkah di mana seorang laki-laki baru saja masuk.Bukannya jawaban melainkan satu kecupan di kening ia dapatkan. Rasanya sangat manis dan hangat. Kecupan itu mengantarkan getaran yang dengan cepat merambat di hati masing-masing.“Apa yang kau lakukan ...” Menyisir penampilan wanita yang kini berdiri di hadapannya. “... dengan apron ini?” Lelaki itu dengan cepat menarik pinggang wanitanya.“Kau mengejutkanku, Sir!” Wanita itu memekik kencang seolah-olah kaget dengan tindakan spontan lelaki itu. Padahal ia sudah memperkirakan hal itu terjadi.Seringai di bibir tebal itu bertakhta. Ia semakin menarik pinggang sang wanita hingga tak ada lagi jarak yang memisahkan mereka.“Kau minta dihukum lagi, hm?” Bibir tebal itu mulai bergerak, mengecup bibir tipis berwarna mer
“Aku mencintaimu.”Sepasang mata kecokelatan itu membelalak. Ia terkesiap dengan pernyataan yang baru saja didengar.Apa kalian mendengar?“Baby.” Lelaki itu melirih dalam keputusasaan.Wanita itu mengerjap. Seolah-olah ia baru saja bangun dari tidurnya. Padahal, ini bukan di atas ranjang ataupun sofa. Tapi, di meja makan.“Gabriel.”“Ya.”Pemilik nama Rebecca Annastasia itu memberanikan menatap lelaki yang baru saja menyatakan cintanya. Menelisik apakah yang diucapkan tadi adalah kebohongan atau bukan.Namun, selama ia menyusuri tatapan mata lelaki itu, hanya ada kesungguhan yang membuat ia tersentak. Tak begitu percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Dicintai seorang pria jelas tidak pernah Becca pikirkan. Apalagi pria setampan dan sesempurna Gabriel.“Kau tadi ... mengatakan ...”Gabriel menganggukkan kepalanya dalam keterbatasan.
“Ha ha ha ha ...” Tawa Albert menggema tatkala ucapan wanita itu dianggap sebagai lelucon olehnya. “Siapa kau berani menawarkan kerja sama denganku?”Albert menepuk kedua pahanya sendiri dengan tepukan bertubi-tubi. Seolah-olah ia sedang melihat acara televisi yang paling lucu.“Ternyata kau tetap bodoh, Albert Dominic!” desis wanita itu sinis.Pernyataan itu serta merta membuat tawa Albert terhenti. Digantikan seringai tajam yang siap menerkam wanita angkuh itu.Dengan gerakan cepat Albert membaringkan wanita itu dan menindihnya. Membuat sang wanita malah membalas dengan senyuman mengejek.“Kau tak bisa melakukan ini padaku, Albert Dominic!” ucapnya tanpa ada rasa takut.Memperlihatkan seringainya, Albert menunduk. Menatap pada kedua payudara besar yang memanjakan sepasang matanya.‘Sebelum mendepaknya keluar ... boleh juga dia menjadi santapan malam ini.’&ldqu