Tak pernah ia sangka bila lelaki yang sudah menjadi suaminya itu bisa seperti ini padanya. Bahkan ketika lelaki itu berada di puncak gairahnya sekalipun.
Akan tetapi, sore ini dia begitu berbeda. Begitu menggebu-gebu dan begitu nakal.
“Bagaimana, Baby?” bisik lelaki itu tak sabaran.
Menyadari bahwa ia tidak punya pilihan banyak, wanita itu balas mengalungkan tangan di leher sang suami. Dikecupnya bibir tebal yang selalu memberikan rayuan, kenikmatan , dan ketenangan padanya.
“Kau ingin posisi seperti apa?” tanya Becca dengan seulas senyuman di bibirnya. Wanita itu tampak membabat habis pertahanan Gabriel.
Lelaki itu tertegun, tak menyangka pertanyaan itu meluncur dari bibir sang istri tanpa beban. Padahal, bisanya wanita itu akan tersenyum malu jika ia menggodanya. Tidak menantang seperti saat ini.
Lihatlah tatapan mata yang menghunjam padanya. Seolah-olah menggelitik saraf-saraf di beberapa bagian tubuhnya dan membua
Becca memalingkan wajahnya yang merona. ‘Bagaimana aku bisa mengiyakan hal seperti itu? Mau ditaruh mana mukaku setelah percintaan kami selesai?’“Baby.” Suara Gabriel berubah menjadi serak. Ia bergerak mengecup bibir membengkak wanita itu sebelum mengambil posisi tepat di depan area basah yang menggodanya.Cairan yang keluar dari liang kewanitaan itu membuat Gabriel meneguk ludah. Sial! Ini godaan terberat yang tak bisa ia tahan seumur hidupnya.Jika bisa memilih, ia lebih mudah menghadapi klien yang banyak maunya, daripada wanita yang saat ini terbaring pasrah dengan wajah merona.Sungguh. Ini sangat berbahaya. Baik untuk kesehatan jantungnya maupun untuk kemarahan otaknya.“Gabriel.” Terselip nada gusar ketika wanita itu memanggil suaminya yang terdiam menatap area femininnya.Apakah ada yang aneh, sehingga lelaki itu diam? Begitulah benak wanita itu menyimpulkan apa yang terjadi saat ini.&ldquo
Alih-alih menjawab, wanita yang kini duduk tepat di atas kejantanan lelaki itu tersenyum manja. Lidahnya menjulur dan mengusap bibir bawahnya dengan gerakan sensual. Sengaja di lakukan untuk melihat respons laki-laki yang menatapnya sayu.“Baby.” Suara serak dan memberat, syarat akan gairah yang menggebu-gebu itu mengalun.“Ya.” Seolah masih berniat mempermainkan lelaki itu, ia melepas tangan hangat yang melingkar di pinggangnya.Dengan gerakan menggoda dan perlahan, ia kembali menggerakkan pinggulnya. Sedikit menekan, maju mundur, seraya mendesah lirih.“Sial!” Gabriel mengumpat dalam hati. Ia menahan sekuat tenaga, tapi jelas itu sangatlah sulit. Bagaimana tidak sulit jika ada godaan berwujud wanita dengan wajah berantakan di atas tubuhnya? Ditambah sebuah fakta jika itu adalah istrinya sendiri.Senyum kepuasan tersungging di bibir Becca, tatkala manik matanya menangkap geliat dan hasrat yang membara. Yang tent
“Sudah cukup untuk hari ini.”Tangan besar pria paruh baya itu menghentikan gerakan luwes seorang wanita yang sibuk dengan tanaman di halaman samping kamar mereka.“Tapi Gerald –“Pria itu menggeleng dengan tatapan tegas. “Cukup Lucia. Kau harus beristirahat.”Wanita itu menghela napas dan berat hati mengangguk. Padahal ia masih ingin berada di sana untuk menenangkan diri.“Ayo, aku akan menemanimu beristirahat.” Tanpa menanti jawaban wanitanya, Gerald meraih tubuh ringkih itu ke dalam gendongannya. Sedangkan sang wanita hanya diam dan melempar dua sarung tangan ke sembarang arah, sebelum mengalungkan tangannya ke leher pria itu.Ia tidak bisa membantah ketika pria dengan rahang mengeras itu membawanya masuk ke dalam rumah, menuju kamar mereka. Termasuk saat pria itu membaringkannya di atas ranjang dan mendekapnya erat.Perlahan ia memejamkan mata dan mengambil posisi nyaman
Dalam sekejap wanita paruh baya itu bangkit. Jantungnya memacu lebih cepat dengan napas yang memburu. Ia menoleh pada pria yang sedetik kemudian menarik tubuhnya ke dalam dekapan hangat pria itu.“Tenanglah, Honey. Ada aku di sini,” bisik pria itu penuh kelembutan. Ia mengecup ubun-ubun wanitanya dan memberikan sentuhan halus di punggungnya.Wanita itu mengerjap. Masih meraba-raba apa yang terjadi haru saja. Ia kembali memejamkan mata saat merasakan detakan jantung pria yang mendekapnya saat ini. Sangat cepat dan tak beraturan.Ia kembali membuka mata dan mendapati kenyataan yang berbeda. Tidak ada sosok gadis yang baru saja ia temui. Bahkan tak ada orang lain selain dirinya dan pria yang mendekap erat tubuhnya—yang menenangkannya.Setetes air mata mengalir dari kedua matanya. Berbisik lirih, memanggil nama putri kesayangannya.“Becca.”Satu kesiap lolos dari bibir sang pria. Kemudian ia mengeraskan rahang karen
“Tidak. Ini tidak boleh terjadi.”“Tidak, Becca. Mama tidak bisa.”“TIDAK!”Lucia terbangun dari mimpi yang sama. Jantungnya terpacu dengan napas yang memburu. Ia mengedarkan sekeliling, tak menemukan siapa pun di dalam kamarnya.“Gerald.”Tak ada yang menjawab. Cukup menjadi bukti bahwa ia sendirian di dalam kamar. Lucia pun turun dari tempat tidur, bermaksud mencari keberadaan pria itu. Namun, begitu terkejut dirinya ketika mendapati dua orang pelayan yang berdiri di balik pintu.“Astaga, Tuhan,” pekik Lucia sambil mengusap dadanya.Dua pelayan itu membungkukkan badan dan meminta maaf.“Kalian siapa?” tanya Lucia dengan dahi yang mengernyit.“Kami pelayan baru yang akan melayani Nyonya di rumah ini sesuai perintah Tuan Besar,” jawab salah satu pelayan itu.“Melayani?” Lucia mendadak bingung karena ini sangat aneh. Kar
Hati Gabriel menghangat. Seumur hidupnya belum pernah ia sebahagia ini. Kehidupan yang ia jalani selama sepuluh tahun terakhir ini pun terasa datar. Namun, semua bisa berubah hanya dalam beberapa jam saja.Lelaki itu tahu, bahwa setelah ia menjatuhkan pilihan pada seorang wanita, maka ia akan selamanya terikat. Dan sudah menjadi tujuan hidupnya, jika ia hanya akan mencintai dan menikahi satu wanita yang bisa merobohkan dinding pelindung di hatinya.Itu semua karena adanya masa lalu dari kedua orang tuanya yang menjadikan ia lebih melindungi diri. Ia tidak mau jatuh ke jurang yang sama. Mendapat pengkhianatan dan akhirnya ditinggalkan.Gabriel selalu mengingat semua itu dalam benaknya. Dan karenanya juga, ia tak memedulikan siapa pun wanita yang mengejarnya. Yang secara terang-terangan atau sekadar menjadi pemuja rahasia.Dan ketika ia menemukan sosok cantik yang menyembunyikan semua keindahan yang dimiliki, hatinya tertarik untuk mengetahui lebih dalam.
Pria yang tak lain Alexander Johnson itu terdiam beberapa detik. Raut terkejut tak mampu lagi ia sembunyikan.Cuti tiga hari? Bahkan untuk satu hari pun rasanya sangat tidak masuk akal jika tidak bertepatan dengan hari Minggu.Ia tahu, selama ini putra sulungnya itu tak akan mengambil cuti jika bukan karena permintaan Adelia dan Maria—kedua wanita yang memiliki kuasa penuh di Keluarga Besar Johnson.Tapi? Apakah cuti kali ini ada kaitannya dengan dua wanita itu lagi? Kalaupun iya, mengapa ia tidak tahu? Mengingat dirinya tak pergi ke mana pun selama beberapa bulan terakhir ini.Mengembuskan napasnya kasar, Alexander kembali menatap asisten putranya. “Kau yakin ... Gabriel tidak mengatakan sesuatu tentang ke mana dia pergi selama tiga hari?”Pertanyaan yang sama itu pun kembali mendapatkan jawaban yang sama pula. Yaitu sebuah kata ‘tidak’ dan diperkuat dengan isyarat menggelengkan kepala. Karena sebanyak apa pun pertany
Kemarahan Maria adalah hal yang paling tidak disukai Alexander. Untuk itu, sebisa mungkin ia selalu berusaha menghindari perdebatan dengan Maria. Meskipun pada satu atau dua keadaan lain, hal itu tak bisa dihindari.Seperti saat ini.Lagi, gara-gara ia ikut campur pada pilihan calon pendamping Gabriel, ia harus mendapat kemarahan wanita berusia senja itu.Jika kemarin, Maria masih berkata lembut, tapi tidak untuk kali ini. Wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu marah besar. Mengorek semua kesalahannya demi membuat ia tak bisa berkata-kata.Sial!“Felix,” lirih Adelia yang masih setia merangkul lengan Alexander.Tatapan Alexander melembut ke arah istrinya. “Aku baik-baik saja, Baby. Ini bukan pertama kali Mommy marah besar, bukan?”Adelia mengangguk. Tetapi, tetap saja ada sesuatu yang tak mengenakkan.“Tapi Felix ... apa tidak sebaiknya kau membiarkan Gabriel bersama gadis itu? Toh kita bisa