Teh panas yang masih mengepul menggelitik hidung sang putri Xaviera. Rambutnya digulung asal dengan kacamata kerja membingkai wajahnya. Bibir yang tadinya pucat sudah mulai merona kembali. Bersamaan dengan ambisi kerjanya yang menggebu lagi.Natalia memutuskan untuk mengambil beberapa dokumen di ruang kerjanya dan memboyong mereka ke rumahnya. Kembali dari outbond siang tadi, Natalia tak mau buang-buang waktu lagi dan mentitahkan Deana untuk membawa berkas-berkas itu kedalam mobilnya. Sejujurnya Deana telah berulangkali menjelaskan padanya bahwa sebagian besar dari berkas-berkas tersebut masih bisa Natalia kerjakan perlahan di kantor. Namun apa daya? Memangnya siapa yang bisa mencegah Natalia Xaviera dan segala ambisinya?Wanita itu memendam rasa bersalah setelah menggunakan beberapa harinya untuk istirahat di tengah huru-hara dan ramainya proyek yang baru masuk—meskipun itu semua memang dapat diselesaikan dengan baik oleh timnya. Usai membersihkan diri dan sempat tidur selama kur
"Kamu yakin sudah periksa proposal dengan teliti sebelum ajukan ke saya?" Natalia lincah mencoret-coret lembaran proposal yang baru saja diserahkan kembali oleh salah satu stafnya. Draf tersebut seharusnya untuk salah satu proyek terbaru mereka. Namun dari apa yang Natalia baca semalaman dan hingga kini, belum ada yang lolos kualifikasi standarnya. Natalia punya standar yang cukup tinggi untuk projek kali ini. "Sudah, bu." Koordinator itu berkeringat dingin. Timnya telah mengerjakan proposal itu selama lebih dari seminggu, namun karena Natalia sempat tidak berada di kantor, mereka baru bisa mendapatkan feedback hari ini. Natalia mendesah pelan, dia membuka kacamata kerjanya dan menatap lurus kearah pria berdasi dihadapannya. Wanita itu mengetuk-ngetukkan pulpen yang digunakannya tadi. "Begini—divisi dua, tim perencanaan," Natalia menutup berkas, sepertinya tidak akan melanjutkan untuk membaca draf tersebut lagi. "Saya berharap banyak pada kalian. Selama ini perusahaan kita
Setelan baru karya tangan desainer ternama dan tampilan rambut klimis sempurna membuat penampilan Davian menyala luar biasa pagi ini. Dekorasi mewah dan tamu undangan yang berasal dari kalangan atas, Davian pikir dia tidak akan punya kesempatan berada dalam pesta mewah seperti ini. Tapi lihat? Justru kali ini dialah pemeran utamanya. Lelaki itu berdiri dengan percaya diri. Memperhatikan satu per satu tamu undangan yang nampak memandangnya lalu berhenti pada kedua orang tuanya yang duduk dengan tenang di bangku paling depan. Memberikan senyum terbaik meskipun dia tahu apa yang tengah dirasakan oleh mereka. Menahan sesak di dadanya, Davian tahu kedua orang tuanya itu berusaha keras memaksakan senyum. Telinga siapa yang tidak gatal? Ayah dan ibunya mati-matian menahan diri di tengah pesta megah yang sebenarnya justru menginjak-injak harga diri keluarga mereka. Omongan-omongan buruk para tamu telah sampai ke telinga keduanya. Terang saja, belum rela putra semata wayangnya menikahi
"Siapa tuh bule? Anak baru?" Mario baru saja bergabung duduk tepat disebelah Sagara yang memperhatikan secara seksama tawa Natalia terukir ketika ia berbincang dengan orang asing. Mereka baru saja kembali dari tugas luar dan kini memutuskan untuk makan di cafetaria perusahaan. Tepat kala ia menemukan Natalia Xaviera duduk berdua tengah makan bersama laki-laki lain yang tidak Sagara kenali. Siapa dia? Client? Tapi ada lanyard perusahaan yang juga tergantung di lehernya. Sup dalam mangkok kalah panas dari hatinya. Sagara merasakan panas merayap naik ke ulu hati. Hampir membakarnya hingga wajah dan kepala. Jelas sekali bahwa Sagara tengah berusaha menekan rasa cemburunya. "Oliv! Makan disini aja!" Sagara tak terganggu akan kehadiran tiga orang wanita muda yang dia ketahui merupakan staf junior di divisi sebelah. Mulai terbiasa dan memahami makna dari tindakan Mario setelah telinganya menangkap nada kepo dari kalimat sahabatnya itu.Terang saja! Mario mengundang mereka untuk mengo
"Sam tinggal sama kita aja, gimana?"Suara sang mama terdengar begitu nyaring di telinga Natalia. Wanita itu hanya bisa mengaduk-aduk makanannya tak berselera. Netranya memang hanya fokus memandang daging dan sayur dihadapannya, namun sama sekali tidak ada suapan yang masuk ke dalam mulutnya. Setelah sekian lama, Natalia akhirnya kembali duduk disini lagi. Merasakan dinginnya meja makan panjang yang amat berjarak antar satu sama lainnya. Hanya ada lima orang yang duduk disana dengan tenang. Bahkan percakapan yang terjalin pun terkesan kering. Padahal katanya ini acara penyambutan, lho!"Nggak, ma! Sam mau tinggal di apart aja sendiri!" Bantah lelaki usia 25 tahun yang baru saja kembali ke Indonesia itu. Samuel boleh punya wajah pekat khas bule, namun entah mengapa logatnya terdengar sangat medok ketika ia bicara dengan bahasa.Airanata Xaviera melirik putrinya dengan tampang ketus, "pasti kamu kan yang pengaruhin Samuel supaya nggak pulang ke rumah?"Di mata Aira, putrinya selalu di
"Masih magang kok sudah berani terlambat? Anak magang zaman sekarang memang selalu seenaknya, ya?"Sindiran keras dari lelaki parubaya dibelakangnya berusaha diabaikan Sagara. Lelaki itu hanya tersenyum kecil sembari mengangguk sopan sebagai tanggapan. Telinganya panas—begitupula hatinya yang sudah teramat geram. Apa yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah mengabaikan sindiran- sindiran pedas yang kalau dia ladeni bisa berpotensi mengoyak jejak karirnya. Untuk saat ini, biarkan saja lelaki tua yang masih memandanginya dari atas sampai bawah itu menggonggong sendirian.Tag nama yang tergantung di lanyard miliknya jelas menerangkan statusnya sebagai anak magang di perusahaan ini. Juga penampilannya dengan kemeja flanel dan jeans hitam yang nampak kasual—kontras dengan kebanyakan karyawan yang tampil klimis. Bagian ini jelas bukan sebuah kesalahan, baik karyawan tetap ataupun karyawan megang di divisi fototografi memang berpenampilan sepertinya, kok.Tangannya sibuk membenahi backpack hi
"Apa mama bilang?! Temen kamu itu penipu!"Ini baru hari ketiga dan Sagara sudah menghela nafas kasar entah untuk keberapa ribu kalinya. Lelaki itu mengusap telinganya yang hampir berdengung setelah kembali mendengarkan ocehan dari sang mama. Sembari menggeret koper sedang dibelakangnya, Sagara berhenti sebentar lalu mengengok kebelakang setelah berhasil keluar dan berjalan kurang lebih 100 meter dari rumah indekos yang sempat dihuninya selama 3 hari kemarin."Masa magang belum dimulai dan kamu bahkan sudah hampir kehabisan uang! Pergaulan ibukota memang keras, ditambah anak blangsak itu juga kurang ajar! Sudah syukur mama nggak melaporkan dia ke polisi!" Cukup sial atau sangat sial? Mati- matian Sagara meminta restu dari mamanya yang sangat overprotektif itu agar diizinkan merantau ke ibukota guna mengikuti program magang yang sudah lama dia apply. Tapi baru sampai saja dia sudah kena tipu?Sagara memang berencana untuk menempati rumah kos yang dulunya ditempati oleh salah satu tem
Sagara Adinata memulai paginya dengan semangat baru. Ini adalah hari pertamanya menjejakkan kaki sebagai pegawai magang di salah satu perusahaan ternama yang telah lama dia impikan.The Cassiluxe.Sebuah perusahaan yang menyediakan jasa produksi dan publikasi yang tak tergeser dari top 3 perusahaan jasa media terbaik di negeri ini. Berani bersaing baik dalam negeri maupun di kancah internasional.Sagara patut berbangga diri. Meskipun hanya program magang, namun dia adalah satu- satunya mahasiswa dari kotanya yang berhasil menembus program magang di perusahaan impiannya itu. Sebagai seorang pemagang yang berfokus pada desain visual dan juga fotografi, Sagara berharap bisa mendapat kesempatan- kesempatan luar biasa dengan bergabung disini. Dengan kinerja yang baik, siapa tahu Sagara bisa mendapatkan akses untuk melanjutkan karirnya disini kedepannya.Setelah melapor pada bagian administrasi, para anak magang dikumpulkan dalam satu ruangan khusus untuk pembekalan awal. Tidak banyak, ad