“Apa yang sedang kau pikirkan, hah?” Nada suara Regan mulai merendah, saat melihat Naomi yang sedang tersenyum dengan anehnya.“Aku sedang memikirkan cara untuk menyingkirkan Bella,” jawab Naomi licik.“Apa?”Regan membelalak kaget dan kembali mencengkeram bahu Naomi dengan kuat. Bahu mulus itu bahkan merasa kesakitan saat kuku Regan seolah menancap di sana.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu untuk mencelakai Bella, karena aku sangat mencintainya,” geram Regan dengan kata-kata bernada ancaman.“Akh! Lepaskan aku, Regan! Kau selalu saja menyakitiku.” Naomi melepaskan cengkeram Regan dengan paksa.“Tentu saja aku tidak akan mencelakainya. Aku hanya ingin menyingkirkannya jauh-jauh dari kehidupanku dan suamiku. Ternyata selama ini dugaanku benar, bahwa Bella sudah hamil anaknya Edgar. Aku akan memberitahukan hal ini pada Tuan Barta, dan setelah itu dia pasti akan menceraikan Bella. Tinggallah aku satu-satunya yang akan menjadi nyonya dan penguasa di rumah itu. Hahaha.” Naomi tertawa pua
“Apa yang kau lakukan di rumahku?” tanya Edgar dengan tatapan tajamnya yang terus mengarah pada Regan.Kedua tangannya kini bahkan sudah tampak mengepal kuat. Dadanya bergemuruh kencang penuh emosi.Berbeda dengan Edgar yang terlihat sangat emosi saat melihat keberadaannya, Regan justru tampak begitu santai dan seolah tanpa beban. Pria itu bahkan segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan menghampiri Edgar.“Ah iya, Edgar. Jadi tadi aku lupa memberitahumu, bahwa ada tugas penting dari dosen. Jadi aku menanyakan alamatmu pada teman-teman kampus, dan mereka memberikan alamat ini padaku. Jadi ya aku datang ke sini,” ujar Regan dengan senyuman aneh tercipta di bibirnya.Pria itu bahkan dengan berani menepuk-nepuk bahu Edgar, seakan-akan menunjukkan keakraban di antara mereka. Sedangkan Edgar justru menatap tak senang dan cepat-cepat menurunkan tangan Regan dari bahunya.“Katakan apa yang sebenarnya kau inginkan, hah?” Rahang Edgar mengeras, membuat suaranya terdengar lirih dan
“Andrew, pinjam ponselmu sebentar!” pinta Edgar seraya mengulurkan tangannya, meminta ponsel milik Andrew.“Oke, ini.” Andrew mengangguk sambil memberikan ponselnya kepada Edgar.“Thanks.”Setelah mendapatkan ponsel milik Andrew, Edgar pun kemudian cepat-cepat mengetik nomor ponsel Bella di sana. Untung saja ia sudah hafal nomor kekasihnya itu di luar kepala. Jadi ia tak merasa kesulitan saat ingin menghubungi Bella.Panggilan itu pun akhirnya terhubung, membuat Edgar segera menempelkan ponsel di telinganya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya ia pun mendengar suara sahutan dari Bella di seberang sana.“Halo, Bella,” ujar Edgar dengan senangnya, karena setelah sekian lama akhirnya ia bisa kembali mendengar suara kekasihnya itu.“Halo, Edgar. Kemana saja kamu? Selama ini aku selalu menunggu kamu, tapi kamu sama sekali tidak ada kabar.” Suara Bella di seberang sana terdengar kesal.“Sayang, maafkan aku. Aku ada masalah dengan papa, dan semua gara-gara si Regan itu.”Edgar pun kemudian
Cengkeraman tangan Edgar di leher Naomi pun mulai melemah. Refleks ia menoleh ke sumber suara, dan saat itu juga dirinya melihat Barta yang sedang berdiri tak jauh dari mereka.Pancaran kemarahan terlihat jelas di mata pria itu. Edgar terkejut, tapi dia juga masih merasa marah pada papanya. Dengan cepat, ia pun segera menarik tangannya dari leher Naomi.Brukk!Wanita itu tiba-tiba saja terjatuh dengan kedua matanya yang sudah terpejam. Sontak saja hal itu membuat Barta terbelalak dan memekik kencang.“Naomi!”Sama sekali tak mempedulikan kedua orang yang ada di hadapannya itu, Edgar tiba-tiba melenggang pergi menuruni tangga kamarnya.Dengan setengah berlari, ia melangkah terburu-buru menuju ke halaman. Dan di menit berikutnya, Barta bisa mendengar deru mesin mobilnya menyala hingga terdengar mulai menjauh.“Anak itu benar-benar sialan!” Barta menggeram murka, karena ia tahu bahwa Edgar pasti sudah membawa mobilnya pergi dari sana.Akan tetapi, untuk saat ini ia tak terlalu ingin memi
Edgar masih mondar-mandir dengan perasaan cemas di dalam kamarnya, sembari berulang kali menatap layar ponsel milik Bella. Ia berpikir jika kekasihnya itu berhubungan dengan seseorang sebelum ia pergi, tapi nyatanya sama sekali tak ada bukti.Riwayat panggilan di telfon Bella itu kosong, dan hanya ada panggilan dari nomor Andrew yang tadi Edgar gunakan untuk menelfon sang kekasih.“Astaga! Kemana kamu sebenarnya, Sayang?” gumam Edgar kian cemas.Tak mendapatkan petunjuk apapun di dalam kamar tersebut, pria itu pun kemudian lekas pergi ke lantai bawah. Di saat ia masih panik dan dilanda kecemasan, tiba-tiba saja Edgar mendengar suara pintu terbuka.Sontak saja Edgar langsung memalingkan wajah, dan seketika itu juga ia langsung bisa bernafas lega, sebab tepat di depan sana ia melihat Bella yang datang bersama Bi Marni.“Ya ampun, Sayang.” Pria itu pun segera berlari menghampiri Bella yang sedang melalui ambang pintu.“Kamu kemana saja?” cecar Edgar yang langsung bertanya pada Bella.“Ed
“Halo, Hilman. Dimana kamu sekarang?” tanya Naomi ketika panggilannya sudah terhubung dengan Hilman di ujung sana.“Saya sedang mengikuti Den Edgar, Nyonya,” jawab pria itu, yang sebenarnya cukup keheranan karena tak biasanya istri majikannya itu menelfonnya.“Saya akan kirim sebuah alamat ke nomor kamu. Kamu cari Edgar kesana, dan laporkan pada Tuan Barta. Tapi awas, jangan sampai Tuan Barta tahu bahwa kamu mendapat informasi ini dari saya. Bilang saja kalau kamu memang mengikuti Edgar dan melihatnya berhenti di rumah itu. Kamu paham maksudku kan?”“Iya, Nyonya. Saya paham.”“Ya sudah.”Dengan cepat, Naomi pun kemudian segera mematikan sambungan telfonnya. Jemarinya tampak terburu-buru mengirimkan alamat yang harus Hilman datangi. Berulang kali ia terus menoleh, memastikan bahwa Barta belum datang ke sana.Ting!Pesan itu pun akhirnya terkirim juga pada Hilman, dan anak buah Barta itu juga segera membuka pesan dari Naomi. Setelah memastikan jika pesan itu sudah dibaca oleh Hilman, ma
“Jadi suaminya Naomi yang menyuruhmu untuk mengikuti Edgar?” Regan bertanya, dengan sorot matanya yang mengarah tajam ke dalam pintu gerbang di depan sana.Tepat di depan matanya, saat ini ia melihat pemandangan yang begitu membuat kedua matanya terasa memanas. Bagaimana tidak?Di depan sana ia melihat momen mesra antara Bella dan Edgar, dimana kedua pasangan itu terlibat dalam momen romantis. Hal itu tentu saja membuat hati Regan kian panas, dan menatap ke arah mereka dengan pandangan tak suka.Pandangannya kini segera beralih pada sosok pria berbadan tinggi besar di sampingnya, yang tak lain adalah Hilman. Rupanya kedatangan Hilman ke rumah itu bertepatan dengan Regan yang juga datang kesana.“Bagaimana kalau aku memberi penawaran padamu?” Regan bertanya pada Hilman dengan sebuah senyuman aneh tercipta di bibirnya.“Penawaran apa?” tanya Hilman dengan memicingkan matanya, memandang penuh curiga pada Regan.Regan kemudian membisikkan sesuatu di telinga pria itu. Awalnya Hilman terlih
Edgar masih terdiam di atas tempat tidurnya saat ini. Rahangnya mulai terasa mengeras, bersamaan dengan gemuruh di dadanya yang terasa kian kencang.Kembali ia mengangkat wajahnya, mengedarkan pandangan pada Naomi dan Barta yang masih menatap ke arahnya dengan sorot mata penuh murka.“Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya pria itu dengan suara berat, berusaha menahan amarahnya.“Kenapa? Karena memang kau seharusnya ada di sini. Kau jangan coba-coba lagi berusaha untuk kabur, karena aku akan akan menambah hukumanmu.” Barta menenkankan pada Edgar.Akan tetapi, Edgar tentu tak akan tinggal diam begitu saja. Sebenarnya rasa penasaran masih menyelimuti hatinya, tentang kenapa ia bisa ada di kamarnya. Sebab yang ia ingat tadi, bahwa dirinya ada di rumah mendiang ibunya bersama Bella.Setelah itu, ada pria asing yang datang dan berbicara dengan Edgar. Lalu tiba-tiba ia merasakan kepalanya begitu kesakitan karena dipukul dari belakang. Dan setelah itu, ia sama sekali tak ingat apa-apa lagi.“Na