Cengkeraman tangan Edgar di leher Naomi pun mulai melemah. Refleks ia menoleh ke sumber suara, dan saat itu juga dirinya melihat Barta yang sedang berdiri tak jauh dari mereka.Pancaran kemarahan terlihat jelas di mata pria itu. Edgar terkejut, tapi dia juga masih merasa marah pada papanya. Dengan cepat, ia pun segera menarik tangannya dari leher Naomi.Brukk!Wanita itu tiba-tiba saja terjatuh dengan kedua matanya yang sudah terpejam. Sontak saja hal itu membuat Barta terbelalak dan memekik kencang.“Naomi!”Sama sekali tak mempedulikan kedua orang yang ada di hadapannya itu, Edgar tiba-tiba melenggang pergi menuruni tangga kamarnya.Dengan setengah berlari, ia melangkah terburu-buru menuju ke halaman. Dan di menit berikutnya, Barta bisa mendengar deru mesin mobilnya menyala hingga terdengar mulai menjauh.“Anak itu benar-benar sialan!” Barta menggeram murka, karena ia tahu bahwa Edgar pasti sudah membawa mobilnya pergi dari sana.Akan tetapi, untuk saat ini ia tak terlalu ingin memi
Edgar masih mondar-mandir dengan perasaan cemas di dalam kamarnya, sembari berulang kali menatap layar ponsel milik Bella. Ia berpikir jika kekasihnya itu berhubungan dengan seseorang sebelum ia pergi, tapi nyatanya sama sekali tak ada bukti.Riwayat panggilan di telfon Bella itu kosong, dan hanya ada panggilan dari nomor Andrew yang tadi Edgar gunakan untuk menelfon sang kekasih.“Astaga! Kemana kamu sebenarnya, Sayang?” gumam Edgar kian cemas.Tak mendapatkan petunjuk apapun di dalam kamar tersebut, pria itu pun kemudian lekas pergi ke lantai bawah. Di saat ia masih panik dan dilanda kecemasan, tiba-tiba saja Edgar mendengar suara pintu terbuka.Sontak saja Edgar langsung memalingkan wajah, dan seketika itu juga ia langsung bisa bernafas lega, sebab tepat di depan sana ia melihat Bella yang datang bersama Bi Marni.“Ya ampun, Sayang.” Pria itu pun segera berlari menghampiri Bella yang sedang melalui ambang pintu.“Kamu kemana saja?” cecar Edgar yang langsung bertanya pada Bella.“Ed
“Halo, Hilman. Dimana kamu sekarang?” tanya Naomi ketika panggilannya sudah terhubung dengan Hilman di ujung sana.“Saya sedang mengikuti Den Edgar, Nyonya,” jawab pria itu, yang sebenarnya cukup keheranan karena tak biasanya istri majikannya itu menelfonnya.“Saya akan kirim sebuah alamat ke nomor kamu. Kamu cari Edgar kesana, dan laporkan pada Tuan Barta. Tapi awas, jangan sampai Tuan Barta tahu bahwa kamu mendapat informasi ini dari saya. Bilang saja kalau kamu memang mengikuti Edgar dan melihatnya berhenti di rumah itu. Kamu paham maksudku kan?”“Iya, Nyonya. Saya paham.”“Ya sudah.”Dengan cepat, Naomi pun kemudian segera mematikan sambungan telfonnya. Jemarinya tampak terburu-buru mengirimkan alamat yang harus Hilman datangi. Berulang kali ia terus menoleh, memastikan bahwa Barta belum datang ke sana.Ting!Pesan itu pun akhirnya terkirim juga pada Hilman, dan anak buah Barta itu juga segera membuka pesan dari Naomi. Setelah memastikan jika pesan itu sudah dibaca oleh Hilman, ma
“Jadi suaminya Naomi yang menyuruhmu untuk mengikuti Edgar?” Regan bertanya, dengan sorot matanya yang mengarah tajam ke dalam pintu gerbang di depan sana.Tepat di depan matanya, saat ini ia melihat pemandangan yang begitu membuat kedua matanya terasa memanas. Bagaimana tidak?Di depan sana ia melihat momen mesra antara Bella dan Edgar, dimana kedua pasangan itu terlibat dalam momen romantis. Hal itu tentu saja membuat hati Regan kian panas, dan menatap ke arah mereka dengan pandangan tak suka.Pandangannya kini segera beralih pada sosok pria berbadan tinggi besar di sampingnya, yang tak lain adalah Hilman. Rupanya kedatangan Hilman ke rumah itu bertepatan dengan Regan yang juga datang kesana.“Bagaimana kalau aku memberi penawaran padamu?” Regan bertanya pada Hilman dengan sebuah senyuman aneh tercipta di bibirnya.“Penawaran apa?” tanya Hilman dengan memicingkan matanya, memandang penuh curiga pada Regan.Regan kemudian membisikkan sesuatu di telinga pria itu. Awalnya Hilman terlih
Edgar masih terdiam di atas tempat tidurnya saat ini. Rahangnya mulai terasa mengeras, bersamaan dengan gemuruh di dadanya yang terasa kian kencang.Kembali ia mengangkat wajahnya, mengedarkan pandangan pada Naomi dan Barta yang masih menatap ke arahnya dengan sorot mata penuh murka.“Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya pria itu dengan suara berat, berusaha menahan amarahnya.“Kenapa? Karena memang kau seharusnya ada di sini. Kau jangan coba-coba lagi berusaha untuk kabur, karena aku akan akan menambah hukumanmu.” Barta menenkankan pada Edgar.Akan tetapi, Edgar tentu tak akan tinggal diam begitu saja. Sebenarnya rasa penasaran masih menyelimuti hatinya, tentang kenapa ia bisa ada di kamarnya. Sebab yang ia ingat tadi, bahwa dirinya ada di rumah mendiang ibunya bersama Bella.Setelah itu, ada pria asing yang datang dan berbicara dengan Edgar. Lalu tiba-tiba ia merasakan kepalanya begitu kesakitan karena dipukul dari belakang. Dan setelah itu, ia sama sekali tak ingat apa-apa lagi.“Na
Tubuh Bella mendadak terasa gemetar. Kedua kakinya bergetar, saat melihat tatapan Regan yang terkesan begitu aneh ke arahnya.“Regan, a … ada apa?” tanya Bella gugup.“Tidak ada apa-apa. Sekarang ayo kita masuk ke rumah itu.” Regan segera melepaskan seat beltnya.“Ti … tidak. Tolong antarkan aku pulang sekarang.” Suara Bella tersendat, merasakan ketakutan yang saat ini menguasai dirinya.“Bukankah kamu bilang ingin mencari Edgar?” Sebuah senyum aneh tercipta di bibir Regan.“Iya, tapi ….”“Ayo ikut!”Belum sempat Bella menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja Regan langsung menarik tangan gadis itu dengan kasar. Apa yang dilakukan oleh Regan itu pun sontak membuat Bella langsung berteriak ketakutan.“Regan, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!” pekik Bella meronta.“Aku tidak akan pernah melepaskan kamu, Bella. Karena aku sudah susah payah membawa kamu kemari. Sekarang ayo ikut!” Raut wajah Regan terlihat semakin menakutkan.Pria itu juga bahkan langsung menarik tangan Bella paksa, hin
Malam itu juga, Edgar langsung berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah papanya itu. Perlahan dibukanya pintu gerbang yang menjulang tinggi, karena di jam seperti ini biasanya para penjaga memang sudah beristirahat di pos.“Huft, aku harus benar-benar berhati-hati supaya tidak ketahuan,” batinnya seraya menggeser pintu gerbang itu dengan gerakan pelan.Untung saja aksinya itu tak diketahui oleh para anak buah Barta. Suara lalu lalang kendaraan di luar sana, membuat mereka sepertinya tak sadar dengan gerakan yang dilakukan oleh Edgar.Begitu berhasil membuka pintu gerbang tersebut, dengan cepat Edgar segera berlari menjauh dari rumahnya itu. Setelah memastikan bahwa jaraknya sudah cukup jauh, barulah ia melambaikan tangan untuk menghadang taksi yang melintas.“Stop!” teriaknya dengan kencang.Taksi pun berhenti melaju, dan Edgar cepat-cepat masuk ke dalamnya sebelum kepergiannya itu diketahui oleh Barta atau anak buahnya. “Mau kemana, Tuan?” tanya sopir taksi itu, begitu Edg
“Brengsek, lepaskan dia!”Suara teriakan lantang itu seketika membuat gerakan Regan terhenti. Pria itu menoleh cepat ke asal suara, dan begitu juga dengan Bella. Tepat dari arah pintu, terlihat dua orang pria dan seorang wanita paruh baya yang muncul dari luar. Mereka melangkah cepat menghampiri Regan dan Bella, yang seketika itu juga langsung membuat Regan bergegas turun dari tempat tidur.“Edgar! Andrew! Ba … bagaimana kalian bisa bersama dengan mamaku?” tanya Regan dengan suara tergagap. Wajahnya kini mendadak pucat pasi.Sama halnya dengan Regan yang merasa sangat terkejut saat melihat kedatangan Edgar, demikian juga dengan yang dirasakan oleh Bella. Mata sayu gadis itu tampak melebar, merasakan lega yang merayapi hatinya ketika melihat sang kekasih ada di sana.“Edgar,” lirih Bella dengan matanya yang semakin berembun, penuh dengan air mata haru.Edgar datang kesana bersama dengan Andrew dan mamanya Regan. Begitu melihat apa yang akan dilakukan oleh Regan terhadap Bella, pria it