"Katakanlah!” Olivia kembali berkata dengan nada memaksa.Dia ingin tahu rahasia itu. Agar dia bisa mempercepat semua rencana balas dendamnya. Sehingga dirinya bisa mengakhir semuanya.“Dia ... dia ....”“Katakan dia kenapa?!” Olivia kembali bertanya. Meski dia melihat napas Alin yang sudah tidak baik-baik saja.Alex melihat kondisi Alin yang semakin memburuk. Dia berusaha membantu Alin. Dia juga meminta Olivia untuk menjaga jarak dari Alin.Namun, Olivia tidak ingin karena masih ada yang harus dikatakan oleh Alin. Keegoisan yang ada di dalam dirinya semakin besar karena ada kaitannya dengan Miranda. “Olivia, biarkan Alex bekerja!” Nolan berkata pada Olivia. Dengan sedikit menekan dan menarik tubuhnya ke belakang. Olivia menatap Alin yang terlihat menderita. Dia tidak bisa melihat semua itu. Dirinya pun merasa kembali di saat melihat kematian ibunya. Dia membalikkan tubuhnya dan memasukkan tubuhnya ke dalam pelukan Nolan.Nolan pun memeluk Olivia. Sembari terus melihat Alex
"Tidak sekarang.” Olivia menolak keinginan Nolan. Dia masih belum bisa melupakan kesedihannya atas kematian Alin. Akan tetapi, Nolan tidak melepaskannya. “Aku akan membuatmu relaks,” sambung Nolan. Lalu dia kembali mencium bibir Olivia. Olivia tidak bisa menolak ciuman Nolan. Dia memejamkan matanya dan menikmatinya. Namun, dia langsung mendorong tubuh Nolan perlahan. Dia berdiri dan berlari ke dalam kamar mandi. Rasa mual yang cukup hebat dirasakan olehnya. Sehingga dia mengeluarkan semua makanan yang masuk ke dalam perutnya. “Ada apa?” tanya Nolan. Setelah dia mengikuti Olivia masuk ke dalam kamar mandi. “Aku tidak tahu.” Olivia kembali merasa mual dan dia muntah. Dia tidak tahu mengapa seperti itu. Akhirnya rasa mualnya terhenti. Dia berdiri tetapi kepalanya mendadak pusing dan tubuhnya terasa lemas. “Olivia!” panggil Nolan. Sembari memegang tubuh Olivia yang hampir terjatuh. Nolan pun langsung menggendong Olivia. Dia membaringkan Olivia di atas ranjang. Dia mengambil
Olivia langsung berlari saat melihat Nolan yang mulai mendekat ke arahnya. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya. Saat dirinya hendak menutup pintu kamar tidak bisa. Karena Nolan berhasil menyelipkan kaki kanannya. “Kali ini kamu tidak akan aku lepas!” ujar Nolan. Dengan nada sedikit menekan lalu mendorong dengan kuat pintu kamar. “Sungguh?” Olivia kembali menggoda Nolan yang saat ini sudah ada di dalam kamarnya. Dia juga melihat Nolan yang menutup pintu kamar lalu menguncinya. Sekarang dia melihat aura Nolan yang berbeda, sehingga dirinya mulai waspada. ‘Bahaya! Mengapa aku memancingnya?’ Olivia membatin. Dia melihat Nolan yang semakin dekat dan sorot matanya penuh dengan arti ingin memakannya. Dia seperti binatang buas yang hendak menangkap mangsa yang sudah diincarnya sedari tadi. Olivia berjalan mundur dan dia pun hampir terjatuh. Namun, dengan cepat Nolan memegang tangannya lalu menariknya. “Malam ini kamu tidak bisa lepas dariku!” ucap Nolan. Lalu dia menyeringai. “Ti
Olivia membuka matanya saat alarm ponselnya berdering. Dia melihat ke sampingnya ada Nolan yang masih terlelap. Dia menatap pria itu dan menjulurkan tangannya. Lalu menyentuh keningnya dengan lembut. “Apa tidurmu nyenyak semalam?” tanya Olivia. Dengan suara parau.
“Bagaimana perasaanmu jika sahabatmu sendiri ingin menghabisimu?” pria itu bertanya pada Olivia.Olivia tidak menjawab pertanyaan pria itu. Dia pun kembali mendengarkan perkataan pria itu yang mulai menyudutkan Angel. Dengan kata lain Angel menginginkan kematian Olivia.“Apa itu benar, Angel?” tanya Olivia. Setelah dia mendengar apa yang dikatakan pria itu.Dia menatap sahabatnya dengan lekat. Batinnya berkecamuk. Muncul pikiran antara percaya dan tidak jika sahabatnya menginginkan kematiannya. Olivia masih menunggu jawaban sang sahabat. Namun, dia melihat Angel pergi begitu saja tanpa menjelaskan semuanya. “Kamu sudah bisa menilainya bukan? Dia hanya ingin melihat kematianmu! Hari ini kamu beruntung,” Pria itu berkata.“Tunggu! Siapa kamu sebenarnya?!” “Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Karena itu tidak penting!” “Katakan padaku! Apa alasannya? Mengapa dia membenci aku?” “Kamu pikirkan saja sendiri! Apakah kamu memang sudah menjadi t
Olivia hendak berdiri tetapi Nolan melarangnya. Sehingga dirinya tetap berada di atas pangkuan Nolan. Dia menatap pria yang duduk di sofa yang tidak lain adalah Alex. “Katakan!” ucap Nolan dengan datar. “Dia ingin ke kembali ke Indonesi
"Tunggu! Apakah kamu akan pergi sendiri?” tanya Nolan. Sembari memegang tangan Olivia yang hendak pergi.“Iya. Aku harus pergi sendiri. Bagaimanapun juga dia ayahku dan tidak mungkin akan menghabisiku.” Olivia melepaskan tangan Nolan. Dia berjalan ke luar dari dalam kamarnya. Entah mengapa dia tidak bisa hidup dengan tenang dan selalu saja ada masalah yang menghampirinya. “Pergilah bersama sopir yang tadi mengantarmu,” ucap Nolan yang berjalan mengikuti Olivia.“Oke. Percayalah tidak akan terjadi sesuatu padaku.” Olivia berkata pada Nolan sembari memberikan senyumannya. Dia pun kembali berjalan ke luar dari ruang kerja Nolan. Dan langsung menuju ke luar perusahaan. Di luar sudah menunggu sopir dan mobil yang tadi mengantarnya.Dia pun masuk ke dalam mobil. Dan sang sopir langsung menjalankan mobilnya ke luar dari area perusahaan. Sang sopir juga sudah tahu tujuan sang nona karena sang tuan sudah menghubunginya. “Begitu tidak sabar untuk menghak
Olivia masih terlelap di dalam mobil. Semenjak meminum obat yang diberikan oleh Alex, dia mudah tertidur. Dia membuka matanya saat mobil baru saja berhenti.“Mengapa kamu membawaku ke sini?” tanya Olivia. Pada sang sopir.“Tuan, menyuruh saya untuk membawa Anda ke sini.”