“Berikan wanita itu pada kami!” perintah seorang pria yang merupakan pengawal ayahnya Olivia. “Tidak akan aku berikan dia pada kalian!” “Dia adalah nona kami. Dan kami yang akan membawanya kembali ke rumah!” Olivia menatap dengan saksama pria yang berdiri di dekatnya dengan sebuah payung. Dia pun akhirnya mengenali pria itu. “Alex, mereka hanya ingin mengurungku,” ucap Olivia. Pada pria yang hampir saja menabraknya. “Apa kamu masih kuat berdiri?” tanya Alex. Pada Olivia sembari berjongkok. Olivia menggelengkan kepalanya. Dia merasakan jika kakinya mendadak lemas. Serta tubuhnya pun menggigil. Dia pun akhirnya tidak sadarkan diri. “Olivia!” panggil Alex. Untuk menyadarkannya. Alex pun membuang payungnya. Dia menggendong Olivia dan berniat untuk membawanya masuk ke dalam mobil. Dia bergegas mendekat ke arah mobilnya tanpa ada halangan dari para pria yang sedari tadi mengejar Olivia. Dia mengabaikan semua itu karena dia lebih mengutamakan Olivia yang tidak sadarkan diri. Ale
“Pergilah! Besok pagi aku ingin tahu siapa orang yang ada di balik semua ini!” perintah Nolan pada Ian. “Baik.” Nolan pun melihat Ian pergi meninggalkan apartemen Alex. Sedangkan dia masih ada di sana untuk menemani Olivia. Dia beranjak dan berjalan menuju kamar untuk melihat keadaan Olivia. Dia menghentikan langkahnya saat sudah ada di dekat Olivia. Dia masih melihat tubuh Olivia menggigil. Dia pun merebahkan tubuhnya di samping Olivia dan memeluk wanita itu. “Maafkan aku karena tidak bisa datang secepatnya untuk menyelamatkanmu,” gumam Nolan. Sembari terus memeluk Olivia. Keesokan harinya Olivia membuka matanya, dia melihat Nolan yang ada di sampingnya. Dia merasa sedikit panas karena berada di dalam pelukannya serta selimut yang sangat tebal. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Nolan. Setelah dia terbangun dan langsung menempelkan keningnya ke kening Olivia. Olivia tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Nolan. Dia hanya memperhatikan pria itu. “Apa? Mengapa kamu diam
“Mengapa tidak dilanjutkan saja?” tanya Olivia. Setelah dia melihat ibu tirinya melepaskan pelukannya pada seorang pria. Olivia pun mendekat ke arah sang ibu tiri. Dia menatap pria yang ada di depannya itu dengan penuh tanya. Dia juga masih tidak percaya dengan yang dilihatnya tadi. “Kamu jangan salah paham,” ucap pria itu pada Olivia. “Untuk apa aku salah paham padamu, Dean?” “Semua yang kamu lihat tadi tidak ada maksud lainnya.” “Aku tidak peduli jika memang benar kamu memiliki maksud atau hati padanya.” Olivia duduk di atas sofa. Dia menunggu apa yang akan dikatakan oleh ibu tirinya yang ingin menemuinya sepagi ini. Dia melihat ibu tirinya duduk tepat di depannya dan dia juga melihat Dean duduk di atas sofa juga. “Apa yang ibu tiriku inginkan?” tanya Olivia. Dengan nada datar pada ibu tirinya. “Berikan kontrak kerja sama itu padaku. Maka aku akan memberikan kamu kesempatan untuk tetap hidup dengan tenang.” “Tender itu sudah aku menangkan. Aku tidak akan memberikannya
“Maafkan aku Nona ... aku sungguh tidak berniat untuk melukaimu.” “Kamu yang menyimpan senjata tajam itu di dalam kamar?” Olivia seketika mundur beberapa langkah saat pria itu hendak mendekat ke arahnya. Dia berpikir jika pria itu akan menyerangnya. Akan tetapi, pria itu malah menghantamkan kepalanya di dinding yang ada di belakangnya. “Cepat periksa dia!” perintah Nolan. Pada para pengawal yang ada di dalam ruangan. Dengan nada dingin. Olivia merasakan adanya perbedaan dari sikap dan aura Nolan saat bersama dengannya dan saat ini. Entah mengapa dia merasa sedikit tertekan meski Nolan saat ini tengah menatap pria yang baru saja menghantamkan kepalanya ke dinding. “Dia sudah mati,” ucap seorang pengawal. Setelah dia memeriksa keadaan pengkhianat itu. “Apakah kamu sudah merekam semua pengakuannya?” tanya Nolan. Pada Ian yang ada di sampingnya. “Bagus.” Olivia masih melihat dan mendengarkan apa yang ada di depan matanya. Dia sedikit merasa mual saat melihat pria yang sudah
“Mungkin aku gila tetapi aku harus ke sana juga,” gumam Olivia. Lalu dia berjalan ke luar. Dia menuju mobil yang biasa digunakan olehnya. Namun, saat dirinya hendak masuk ke dalam mobil itu seorang pria menghalanginya. “Nona, sebaiknya Anda tetap ada di rumah!” “Kamu berani melarang aku?!” “Maafkan saya. Semua ini atas perintah, Tuan Nolan.” Olivia tidak peduli akan hal itu dan dia memaksa untuk masuk ke dalam mobil. Akan tetapi pria itu tetap saja menghalanginya. Bahkan sekarang datang tiga orang pria yang membantu menghalangi kepergiannya. “Kalian jangan menghalangiku!” geram Olivia. “Jangan mencari masalah! Jika kamu mau pergi hubungi langsung kekasihmu itu!” ujar seseorang yang sudah kesal dengan Olivia. Olivia melihat ke arah orang yang baru saja berkata padanya. Dia melihat Dean yang memperlihatkan raut wajah kesal. Dia pun mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Nolan. “Nolan ....” Belum sempat melanjutkan kalimatnya. Olivia langsung mendengar Nolan yang memi
"Jangan bercanda denganku!” Olivia kembali berkata pada Ian. Yang ada di ujung telepon.Dia langsung mematikan ponselnya dan tidak begitu lama ada pesan singkat yang masuk. Olivia melihat pesan itu yang berasal dari Ian yang mengirimkannya sebuah alamat yang harus ditujunya. Olivia pun mengenakan helmnya dan kembali menyalakan motornya. Dia menarik gas motornya sehingga melesat meninggalkan lokasinya saat ini. Dia sama sekali tidak menyadari jika saat ini ada yang sedang mengikutinya. “Rupanya ada yang mengikutiku,” gumam Olivia. Saat dia menyadarinya dan menambah kecepatan motornya. Dia meliuk-liukkan tubuhnya untuk melewati kendaraan yang ada di depannya. Dia juga berniat untuk segera tiba di lokasi yang sudah diberikan oleh Ian padanya. Serta menghindari orang-orang yang sedang mengikutinya. Akhirnya dia berhasil lepas dari kejaran orang-orang yang sedari tadi mengikutinya. Dia pun terus memacu motornya hingga akhirnya tiba di sebuah rumah sederhana. “Apakah di sini?” gu
“Jelaskan padaku, Alex!” Olivia kembali berkata pada pria yang ada di depannya. “Kamu tanya saja sendiri pada, Nolan,” jawab Alex. Lalu dia pergi meninggalkan kamar. Olivia menatap Nolan. Seraya ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang dilayangkan olehnya tadi pada Alex. Namun, terlihat jelas jika Nolan juga tidak ingin menjelaskan padanya. “Sudahlah,” Olivia berkata sembari menghela napasnya. “Yang dia maksud adalah ibu tirimu.” “Mengapa ibu tiriku bisa membuat hubungan kita hancur? Apakah rencana malam itu yang aku dengar memang benar adanya?” “Tidak. Aku sama sekali tidak berniat untuk kembali bersama dengannya. Bagiku, Miranda adalah masa lalu yang sangat menyakitkan.”Olivia mendengarkan penjelasan Nolan. Dia melihat jika pria itu serius tidak akan kembali pada Miranda. Dia pun duduk di samping Nolan. “Percayalah padaku. Alex, berkata seperti itu karena dia tahu kebusukan wanita itu,” kata Nolan.“Aku masih bingung saja antara Ian, Alex dan Dean yang begitu percaya
Olivia menatap dengan sorot mata penuh dengan tanya. Dia menunggu pria yang ada di depannya untuk menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya. Akan tetapi, perhatiannya teralihkan dengan suara dering ponselnya. Dia melihat nomor ponsel sang ayah yang menghubunginya. Dia pun mengangkatnya. “Ada apa lagi?” tanya Olivia. Setelah mengangkat teleponnya. Dia mengerutkan dahinya karena orang yang ada di ujung telepon bukan sang ayah. Dia pun mendengarkan perkataan orang itu. “Di mana ayahku? Dan bagaimana keadaannya?” tanya Olivia. Pada orang yang ada di ujung telepon yang tidak lain adalah asisten sang ayah. Dia mendengarkan jawaban asisten ayahnya yang ada di ujung telepon. Rasa khawatir semakin membesar dan dia pun menutup sambungan teleponnya. “Nolan, bisakah kita kembali? Ayahku masuk rumah sakit,” tanya Olivia. Pada Nolan yang masih ada di dekatnya. “Oke,” jawab Nolan. Mereka berdua pun pergi dari rumah persembunyian mereka selama satu minggu ini. Dan mereka langsung m