"Cepat kabur! Mereka pakai obat bius. Lapor sama ketua!" Mereka berlarian ke arah yang berlawanan. Suara sirine mobil polisi makin membuat mereka kalang kabut. Petugas polisi datang dan langsung meringkus para preman yang terjatuh."Teddy bagaimana dengan si bos?" tanya Alex dalam panggilan teleponnya."Aman, kami sudah sampai jalan utama.""Oke."Alex mematikan ponselnya, kemudian menghampiri Vano yang tengah ditanyai oleh polisi. Setelah membuat keterangan, keduanya bergegas pulang. Mereka akan dimintai keterangan lagi saat proses penyidikan. Petugas polisi memeriksa ke dalam puing bangunan itu, tapi tak ditemukan siapapun. Akhirnya mereka langsung pergi membawa para preman yang tergeletak ke dalam mobil tahanan.Sementara para preman yang lain bersembunyi di balik semak-semak saat sudah jauh dari lokasi. Mereka semua akhirnya pulang ke markas, tempat bosnya berada.Leo masih memata-matai dari atas pohon yang rimbun. Sebuah gudang kosong yang sudah tak terpakai.Dia mengirimkan pes
Lila masih menangis di kamarnya, ia mengurung diri dalam kamar. Entah kenapa hatinya sungguh merasa kehilangan bayi itu. Bahkan keluarga yang lain tampak keheranan dengan tingkah Lila yang begitu aneh."Heran deh, di sini ada dua orang wanita yang tampak shock kehilangan Savrina!" celetuk Putri seraya menatap Lila tajam. Kedua mata Lila tampak begitu sembab karena terlalu banyak menangis."Kamu dan juga Inara. Inara wajarlah ya merasa kehilangan Savrina, dia kan ibu angkatnya. Tapi kamu? Kamu sebenarnya kenapa Lila? Diputusin pacar gak gitu juga kali!" imbuhnya lagi."Aku cuma sedih aja kok! Savrina kan bayi yang lucu!" timpal Lila berkilah."Sudah, sudah, jangan berdebat! Ayo dimakan. Mumpung kita lagi kumpul bersama," lerai Sandra menengahi perdebatan putri-putrinya."Namanya juga ada yang meninggal, pasti kita semua merasa kehilangan kan?" Tak lama, Henry dan Rosa ikut datang ke meja makan."Oh ada si udik! Ma, kita makan di kamar saja, bilangin sama Bibi untuk bawa makanan ke kam
Sandra memijat pelipisnya pelan, kepalanya terasa begitu penat. Ia tak menyangka putri bungsunya justru melakukan hal yang dia benci."Maafkan aku, Ma. Aku tak bisa membuat Mama bangga, justru menorehkan rasa malu pada keluarga. Aku menyesal, tapi aku mengakui semuanya, kami pernah melakukan hal yang terlarang, hingga akhirnya aku hamil dan melahirkan. Maaf, Ma. Tapi tolong restui kami, Ma. Meskipun aku harus keluar dari rumah ini, aku siap dengan konsekuensinya, Ma. Aku hanya ingin menikah dengan Kevin dan memperbaiki kesalahanku di masa lalu." Hingga kini, kata-kata putrinya masih terus terngiang-ngiang di kepala. Bahkan saat ini Lila pergi dari rumah karena dia telah mengusirnya. Ada tatapan kecewa saat Lila membawa kopernya pergi dari rumah. Begitupun dengan Sandra, hatinya benar-benar kecewa atas perilaku Lila yang melampaui batas."Udahlah, Mbak. Tinggal restui aja mereka menikah, suruh si Lila tinggal di sini lagi. Kayak Diandra tuh, dia juga hamil di luar nikah, tapi suaminya
Inara menghampiri Ettan. "Di sebelah sana aja, Ettan," tunjuk Inara. Ettan mengangguk dan mengikuti langkah Inara. Dia memasang tenda sedikit menjauh dari pantai. Harshil ikut membantu memasang tenda. Sementara Ettan membuat perapian. "Dah ditunda dulu, kita sholat maghrib dulu. Habis isya kita kesini lagi," tukas Harshil.Inara mengangguk dan menerima uluran tangan Harshil. ***Pukul delapan malam mereka kembali, Ettan sudah mempersiapkan semuanya. Dia mulai membakar ikan sesuai permintaan sang majikannya. Aroma wangi khas ikan bakar menguar begitu saja, membuat perut mereka meronta. Hanya menambahkan bumbu seadanya yang ia beli di warung terdekat."Ini Tuan, Non, silakan dicicipi," ucap Ettan seraya memberikan ikan itu untuk mereka berdua."Wah ternyata Ettan jago semuanya ya. Jago memasak juga. Hebat," puji Inara.Ettan hanya tersenyum. "Sayang, kenapa kamu memuji pria lain bukan suamimu sendiri hmm? Aku juga lebih hebat lho dari dia, buktinya kamupun--"Inara menempelkan jar
Tetiba ada tangan seseorang yang menariknya menjauh dari area Mall, langsung membekap mulut Inara dengan obat bius. Orang-orang itu langsung menutupi kepala Inara dengan salah satu kain hitam. Inara tak sadarkan diri, ia langsung dibawa ke mobil. Mobil itu melaju dengan sangat kencang. Ettan menoleh dan menyadari kalau majikannya menghilang, ia sempat melihat Inara dipaksa masuk ke dalam mobil. Dia berlari mengejarnya, tapi mobil itu melaju sangat kencang hingga tak mampu diraih. Ia mengepalkan tangannya ke udara. Geram dan kesal bercampur jadi satu. Tadi ia menerima panggilan dari Alex, kalau Leo berhasil ditangkap oleh para preman."Sial! Non Inara diculik lagi, pasti Tuan akan marah besar!" Ettan begitu kesal, ia yang teledor tak bisa menjaga nyonya majikannya dengan baik.Ponselnya kembali berdering. Panggilan dari sang majikan."Ettan, kalian dimana?" Suara dari seberang telepon terdengar panik."Tuan, Maaf. Non Inara diculik lagi," ujar Ettan."Apa? Kau kesini sekarang, Ettan!
Harshil mengemasi barang-barangnya di dalam koper. Sementara Inara sudah tertidur. Sejak kejadian siang tadi, kondisi badannya tampak lemah. Apa aku harus membawanya ke dokter?Lelaki itu memeriksa kondisi istrinya, menempelkan punggung tangan di kening. Suhunya normal. Dia membelai pipinya pelan."Kau sungguh cantik, dengan rambut terurai seperti ini pun sudah membuatmu terlihat begitu cantik," desisnya lirih. Lelaki itu tersenyum menatap wajah Inara. Entah sejak kapan dia menjadi tergila-gila padanya."Maafkan aku, kamu selalu dalam bahaya gara-gara aku. Lagi-lagi aku justru membuatmu terluka." Harshil mengembuskan nafasnya dengan kasar.Inara membuka matanya pelan saat merasakan deru nafas sang suami, wajahnya begitu dekat."Mas, ada apa?" tanyanya kikuk. Inara tampak salah tingkah saat dipandangi sang suami begitu lekat."Malam ini tidurlah yang nyenyak. Besok kita akan pulang.""Pulang?" Inara mengerutkan keningnya.Harshil mengangguk. "Iya, kamu tidak aman kalau tetap di sini. A
Inara dan Harshil sudah sampai di rumah, usai melakukan perjalanan kurang lebih dua jam. Inara mabuk parah, berkali-kali ia izin ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya di sana."Kamu masih pusing?" tanya Harshil merasa iba dengan kondisi sang istri.Inara hanya mengangguk. "Ettan, tolong besok buatkan janji dengan dokter kandungan yang terbaik di kota ini. Aku ingin berkonsultasi dengannya mengenai kondisi istriku.""Baik, Tuan," sahut Ettan seraya menaruh koper-koper mereka. "Mas?""Hmmm ...""Aku ingin ketemu abah.""Iya, besok setelah periksa ke dokter kita ke rumah abah ya.""Iya, Mas."Di rumah besar itupun Inara masih mual dan muntah."Istrimu kenapa, Harshil?" tanya Tante Sandra saat melihat Inara tampak menyedihkan. Mereka tengah berkumpul bersama di ruang keluarga ketika Harshil membagikan oleh-oleh dan cinderamata khas kota Bali.Harshil justru tersenyum. "Sebentar lagi akan ada anggota baru di rumah ini.""Maksudmu Inara sedang hamil?" "Iya, Tante.""Hah? Nikah kontrak
"Selamat ya Pak, Bu, Ibu Inara positif hamil, usia kandungannya saat ini baru enam minggu. Hari perkiraan lahirnya 34 minggu lagi. Saat ini keluhannya apa saja, Bu?" "Mual, muntah, pusing.""Mual dan muntah biasanya mengiringi masa kehamilan karena adanya peningkatan hormon HCG, yaitu hormon yang diproduksi selama masa kehamilan. Jadi, ibu enggak perlu heran jika di awal kehamilan mengalami mual dan muntah.Jaga makannya dan pikirannya biar gak stress ya, Bu. Ini saya resepkan vitamin dan obat anti mualnya.""Terima kasih ya, Bu dokter.""Kalau ibunya doyan susu, belikan saja susu ibu hamil buat tambahan nutrisi, Pak. Istirahatnya yang cukup dan teratur ya. Mual dan muntah akan hilang dengan sendirinya saat memasuki trimester kedua. Peran suami juga sangat penting, beri perhatian, jangan buat ibunya stress ya, Pak.""Siap. Terima kasih, Bu dokter.""Bulan depan kontrol lagi ya, biar kita bisa cek perkembangan si kecil. Sehat-sehat terus ya Bu Inara.""Aamiin. Iya, kami permisi Bu Dok