"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Anak saya sudah dua kali mengikuti ujian ini, tapi tidak lulus juga. Apa anda bisa mengajar? Atau anda cuma sekedar menginginkan uang?" Sarah memandang wanita muda yang pakaiannya mencolok itu dengan tenang. Dia sudah biasa dimarahi oleh para orangtua yang merasa setelah memasukkan anaknya ke sekolah atau tempat kursus maka mereka bisa lepas tangan."Ibu pikir belajar piano sekali seminggu selama setengah jam cukup? Sudah berapa kali saya meminta ibu untuk mengawasi anak ibu agar berlatih setiap hari. Karena setiap kali les kami mulai lagi dari awal. Selain itu, selama setahun ini anak ibu bisa dibilang hanya les selama tujuh bulan, sisanya izin karena pergi jalan-jalan atau anaknya ketiduran."Wanita muda itu baru akan membuka mulutnya ketika Sarah mengarahkan telapak tangannya ke wajah wanita itu."Silakan ibu pindahkan anak ibu ke guru yang lain. Tapi kalau ibu terus bersikap seperti ini, sampai kapanpun anak ibu tidak akan pernah lulus," ucap Sarah lalu segera masuk kembali ke d
"Nadine," ucap Sarah sambil memandang ke segala arah."Wah, selamat ya. Akhirnya kau menemukan panggilan hidupmu." Seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan Nadine namun usianya jauh di atas Sarah menyindir sambil tertawa. Dia adalah Angel, ibu Nadine yang juga ibu tiri Sarah."Apa kalian membutuhkan sesuatu? Kalau tidak aku akan kembali tampil," ucap Sarah sambil menutup pintu ruangan VIP. Dia bisa mendengar gelak tawa dari dalam tepat setelah pintu tertutup."Ka, tunggu." Sarah menghentikan langkahnya tapi tidak berbalik."Ka, aku mohon tolong maafkan aku dan Mama," mohon Nadine dengan suara lembut."Sudahlah, aku tidak ingin membahas masalah yang sudah lalu.""Aku tidak membicarakan masa lalu kak. Aku meminta maaf karena mungkin akan melangkahimu dan menikah duluan," ucap Nadine lembut namun menusuk. Sarah sadar dia tidak bermaksud meminta maaf, tapi memamerkan kemampuannya mendapatkan laki-laki.Sarah segera berjalan dengan cepat menuju ke tempatnya dan kembali memainkan mu
"Perkenalkan ini Sarah, salah satu guru di tempat ini," ucap Rachel kepada Theo."Halo, saya Theo," ucap Theo sambil memberikan tangannya."Sarah," jawab Sarah sambil menjabat tangan Theo yang lembut dan tanpa sengaja, menghirup aroma citrus yang menyegarkan dari tubuh Theo.'Aromanya memabukkan dan kulit tangannya terasa selembut kapas,' batin Sarah mendamba."Sebenarnya Sarah adalah salah satu guru terbaik kami. Selain itu dia juga pemain musik yang cukup handal dan sering tampil di beberapa tempat." Rachel mempromosikan Sarah kepada Theo yang mendengarkan dengan seksama."Hanya saja dia memiliki satu kelemahan," lanjut Rachel yang membuat wajah Sarah yang putih bersih memerah dan mata bulatnya membesar. Sarah sangat kesal karena Rachel akan menjatuhkannya setelah mengangkatnya sedikit tinggi."Seperti yang kau saksikan tadi, dia bukan orang yang sabar." Sarah memandang Rachel dengan tajam. Kalau saja tidak ada Theo, dia pasti akan mencengkram leher Rachel.Theo tertawa dan herannya
[Sarah, bisakah hari ini kau luangkan waktu?] Sarah yang sedang dalam perjalanan menuju ke sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, membaca pesan yang dikirimkan Rachel dengan kesal.[Untuk apa?] balas Sarah singkat.Hari masih pagi tapi Rachel sudah mengajaknya bertemu. Sarah menduga pasti ada persoalan di sekolah musik, karena itu Rachel menghubunginya sepagi ini.[Theo ingin bertemu dan membicarakan rencanamu untuk mengajar putrinya.][Aku akan tiba di sekolah musik jam 2 siang. Waktuku kosong sampai jam 4,] balas Sarah cepat. Lagi-lagi dia merasa bersemangat karena akan bertemu dengan Theo. Lalu seakan seseorang menamparnya dengan keras, Sarah kembali menyadari bahwa Theo adalah suami seseorang.Siang itu, Sarah tidak membuang waktunya dan langsung berangkat menuju ke sekolah musik. Sarah merasa putus asa karena tidak bisa mengendalikan perasaannya. Meski menyadari bahwa Theo adalah pria beristri, namun hati Sarah tetap berbunga-bunga membayangkan akan bertemu dengannya sebentar la
"Dia tidak keberatan aku mengajar anaknya?" tanya Sarah tidak percaya."Ya, tapi dia menitipkan pesan. Pekerjaanmu adalah mengajar musik bukan yang lain. Jadi jangan suka ikut campur urusan yang lain!" tegas Rachel. Sarah tersenyum lega lalu mengangguk dengan keras.***Sarah memeriksa penampilan dari pantulan bayangannya di kaca iklan yang ada di halte kereta bawah tanah."Lumayan," guman Sarah sambil menyisir rambut panjangnya dengan jari. Dia sangat gugup tapi berusaha untuk tenang. Selama perjalanan menuju ke rumah Theo, Sarah tidak henti-hentinya meremas tangannya hingga memutih. Semakin dekat jantungnya berdegup makin kencang. Sarah menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan dan mengulangnya beberapa kali.Akhirnya Sarah berdiri di depan pagar tinggi berwarna hitam, kedua sisinya terdapat tembok putih yang dihiasi tanaman merambat dengan bunga-bunga kecil berwarna warni. Namun, di sisi kiri ada kaca yang lebih mirip seperti jendela kecil. Sarah berusaha mengintip ke dala
"Nadine." Dengan suara sedikit bergetar Sarah memanggil nama adik tirinya. "Kalian saling kenal?" tanya Theo heran. "Ya, dia anak ayah tiriku," jelas Nadine sambil tersenyum palsu. "Dunia ini memang sempit. Ternyata kau keluarga guru musik putriku." komentar Theo tidak percaya. Dalam sehari dia sudah mendapatkan dua kejutan. "Nona Sarah, Nadine adalah sekretaris baru saya. Ada beberapa pekerjaan yang harus segera kami selesaikan. Tapi saya juga ingin melihat kelas musik pertama Grace, karena itu saya memintanya membawa pekerjaan kesini," jelas Theo canggung. Sarah mengangguk. "Nadine, ini putriku Grace." "Halo Grace," sapa Nadine mencoba meraih tangan Grace. "Berhenti!" perintah Sarah cepat. Nadine langsung menghentikan gerakannya dan menatap Sarah dengan tajam. "Dia tidak suka disentuh." Nadine mengalihkan pandangannya ke arah Theo yang mengangguk tanda setuju dengan perkataan Sarah. "Nona Sarah bisa lanjutkan lagi pelajarannya. Nadine dan saya akan ke ruang kerja," ucap The