Setibanya di kamar....Monica merasa dikhianati ayahnya. Padahal pria itu sudah berjanji di depan semua orang tapi tidak berlaku hari ini. Pertahanan cintanya sudah dibobol oleh wanita lain. Bila dilihat dari penampilan seorang tadi, sudah jelas keduanya usai berhubungan yang tak seharusnya dilakukan oleh mereka. Nafsu makannya menurun. Ia bahkan tidak meneguk setetes air minum pun. Monica memainkan jemarinya ia berpikir bagaimana menyelesaikan semua problem pribadi yang tak kunjung selesai. Ditambah ayahnya dominan mengatur kehidupannya. Semua orang yang telah mendukungnya memiliki banyak harapan kepada Monica. Kehidupan sekaligus keinginan orang-orang yang disayanginya tidaklah sama. Ia lebih takut jika akan mengecewakan masyarakat di negara Atlantik."Nona Monica harus makan, yah," ucap pelayan wanita bertubuh gempal.Ia menoleh sembari menggelengkan kepala. Bibirnya mulai kering tak mengeluarkan suara. Kemudian pandangannya kembali menatap ke arah luar jendela."Jika anda tidak in
"Aku rasa ada sesuatu yang aneh dari Aron. Sepertinya dia menyembunyikan rahasia yang sangat besar," ujar Leo.Emily menggeleng. "Tidak." Ia menggelitik suaminya untuk menutupi kekhawatiran. Tidak disadari Leo bisa menebaknya. Lengan kekar menahannya hingga tak bergerak. "A–apa?" tanyanya gelagapan. Leo mengenal nafas. "Aku tidak bercanda." Sembari menatap sang istri. "Hahaha.... Aku tahu. Kita sudah membahasnya berkali-kali tapi mungkin kau sedang banyak pikiran—""Sudahlah aku minta maaf," selanya tanpa mendengarkan penjelasan Emily lebih lanjut. Keduanya terdiam sepanjang koridor. Perubahan arah semakin hari terlihat jelas. Tidak mungkin tingkah Aron karena stres berlebihan. Padahal mereka sudah membicarakan mengenai pekerjaan itu dengan cara baik-baik dan Aron setuju, sehingga alasan penyebab perubahan Aron yang drastis bukanlah mengenai hal tersebut. Pasti ada suatu problem yang masih belum diselesaikan Aron. Ia tidak bisa berhenti mengawasi anaknya itu.Emily menarik tangan Le
"Eh, sudah berakhir," kata seseorang.Perlahan kerumunan itu mulai buyar. Aron berdesakan dengan para warga. Ia tidak mendorong balik apalagi ia tubuhnya terhimpit sampai di pinggiran tembok. Tidak disangka di depannya ada seorang gadis menggunakan masker warna hitam. Aron tak peduli, yang jelas ia tidak ingin ada yang terluka.Dugh! Punggung Aron menjadi sasaran mereka, tubuhnya tidak memberi ruang bahkan jaraknya dekat dengan sang gadis. Tangan Aron menumpu supaya tidak terjatuh.Di sisi lain ia mencari kesempatan untuk melihat secara langsung wajah gadis bernama Monica Louis. Sayangnya ia tidak mendapati sosok yang dicarinya. Setelah kerumunan itu mulai merenggang, barulah ia bisa terbebas dari lautan manusia tersebut. Namun saat dirinya beranjak meninggalkan tempat itu sesuatu menahannya. Aron menoleh ke arah ujung lengannya. Gadis itu nampak memeganginya."Maaf aku sedang terburu-buru, Nona. Bisakah kau melepaskan tanganku?" Pertanyaannya tak mendapatkan respon malah Aron merasa
Aron tidak percaya dengan kejadian apa yang sudah dilewatinya. Berteman dengan anak musuhnya. Ide bagus jika ia menyandera Monica untuk pertahanan Orlando. Namun, hal itu tidak akan ia lakukan sebab Orlando tidak terlalu memperlakukan baik sebagaimana anak perempuannya. Kalau butuh tes mungkin ia akan bekerja sama dengan gadis itu, tetapi hal itu akan sulit karena ia tahu Monica selalu dalam pengawasan Orlando.Sepanjang jalan, ia menghela pernapasannya. Ia penasaran bagaimana reaksi ayahnya kalau tahu Aron sudah berkenalan dengan anak musuhnya. Mungkin Leo akan mengomelinya habis-habisan."Aku bosan menatap gedung-gedung tinggi ini. Bagaimana kalau kita berkeliling di area perkampungan?" "Baik, Tuan. Sesuai yang anda mau." Sembari mengarahkan setir mobil ke arah kanan yang menuju wilayah perkampungan kebun teh. Aron mengawasi setiap sudut wilayah itu. Ia juga memperhatikan detail tulisan yang tercoret di papan. Tertulis 'Wings Tea' di pembuka desa. Aron mencari informasi mengenai k
Aron penasaran siapakah bos mereka. Ia mengikuti langkah pria itu. Kini Aron semakin jauh dari pengawasan para bodyguard. Ia mengangguk mengerti dari pernyataan petani teh itu. Namun, siapa sangka ia malah menjadi target para petarung.Mereka mengelilingi Aron. Semua mata tertuju kepadanya petani itu menyunggingkan senyum. Ia tidak bergerak apalagi menunjukkan kemampuannya untuk melawan dengan satu serangan. Aron bersikap biasa saja dan mengikuti sebagaimana alur. "A–ada apa ini?"Orang-orang itu tak menjawab hanya petani yang membalas pertanyaan itu. "Kau pikir kami tidak tahu siapa dirimu?"Aron melangkah mundur, ia berpura-pura tidak punya tenaga untuk melawan. "Sa–saya hanya reporter honorer, pak," jawab Aron gelagapan yang menambah aktingnya semakin terlihat nyata."B*doh! Bos Orlando sudah menutup media berita untuk tidak meliput wilayah ini. Beliau membayar mahal kepada kalian. Dan kau pasti bukan reporter sungguhan. Sebutkan identitasmu sekarang juga, pecundang," dengusnya pen
Orlando bergerak menuju ke rumah kaca. Firasatnya mengatakan kalau Aron akan menyerang wilayah prioritasnya. Dengan mengendap-endap Orlando mengintai pergerakan Aron. Namun, sebelum mencapai tempat itu para pasukannya sudah habis terbantai. Ia menghentikan langkah kakinya sejenak.Dorr! Dorr!!Sepasang matanya menyaksikan betapa kejamnya Aron menghabisi seluruh pasukannya yang berjaga di wilayah itu. Dari awal ia sudah meremehkan keluarga Smith. Tetapi usahanya tidak bisa gagal begitu saja. Ia harus menunggu putrinya menduduki tahta sebagai presiden di negara Atlantik. Tangannya mengepal. Aron sudah berhasil mengobrak-abrik wilayah prioritas lalu Orlando berjalan ke arah berlawanan. Ia membiarkan Aron semakin merusak wilayah tersebut. Perlahan suara tembakan mulai berhenti."Apa yang sedang dilakukan b*jingan itu?" Aron melirik dari kejauhan. Tak lama ponselnya berdering. Di saat yang tidak tepat Leo meneleponnya. "Masih ada penting. Sampai jumpa lagi, ayah," ucapnya mengawali sekali
"Ayo pulang ke mansionku," perintah Aron. Pandangannya lurus ke depan. Ia membuka kaca jendela mobil tangannya melambai seraya menatap ke arah spion. "Cepat ikuti aku!"Mereka pun membuntuti mobil milik Aron. Kedua bodyguardnya hanya terdiam mengikuti arahan Aron. Tak ada percakapan sepanjang jalan. Untung saja bisnis properti yang sedang digandrunginya banyak diminati para turis, itu sebabnya Aron bisa membayar tinggi para pekerjanya.Untuk menguasai Atlantik ia harus menjadi penggerak utama perekonomian yang ada di negara tersebut. Sayangnya keteledoran terjadi. Ia tidak mengetahui keberadaan bisnis haram Orlando. Pandangannya menatap ke arah jalanan kota. Otaknya mulai bekerja untuk mencari sebuah solusi.Kepercayaan yang ada di masyarakat mulai terbentuk. Di lihat dari perkembangan mereka yang setuju Monica menjadi presiden Atlantik semakin meningkat, hal itu menjadi problem serius kalau dibiarkan. Aron tidak memiliki firasat bahwasanya menikah setusuk Orlando. Entahlah ia menjadi
Leo tak mengerti jalan pikiran Aron. Ia bisa merasakan kalau Aron menyembunyikan sesuatu darinya. Ia menyoroti Aron yang merasa tak bersalah. Jika terus terusan seperti ini maka tidak ada penyelesaiannya."Apa kau yakin dengan rencanamu itu? Kalau kau terus menunda bukankah semakin banyak kesempatan Orlando bertindak?" tanyanya tanpa ekspresi."Tentu saja kita bisa melihat semua tindakannya lebih jelas. Terlebih kemungkinan terbesarnya Monica akan terpilih menjadi presiden. Bukankah dia sudah melakukan tindakan yang lebih cepat daripada kita?" tanyanya balik. Bibirnya tersenyum smirk. "Bagaimana pun juga kita harus membiarkannya sampai kejahatannya diketahui oleh publik."Emily belum tidak percaya apa yang disampaikan oleh putranya. Ia mendengar kalau calon pemimpin begitu ramah dan baik hati melainkan anak dari musuh utama yang bersarang di negara Atlantik. "A–apa yang kau maksud, Sayang? Kau sedang tidak bercanda bukan?""Kita sedang berbincang serius untuk apa bercanda, Ibu," selan