"Sabarlah. Sebentar lagi papaku akan pergi dari sini. Tadi aku mengatakan padanya kalau aku akan pergi. Jadi dia tidak akan berlama-lama lagi. Kau tenang saja di sini, Kak. Aku akan menemuinya ke bawah. Setelah dia pulang, aku akan kemari memberi tahu Kakak," jawab Lisa. Revin mengangguk setuju.
"Syukurlah kalau begitu. Aku akan menunggumu di sini. Kau turunlah ke bawah sekarang," ucap Revin kemudian.
Lisa meninggalkan Revin di kamar tanpa kata. Dan dia segera menuruni tangga. Tetapi sebenarnya papanya sama sekali tidak berada di apartemen itu. Lisa berbohong. Dia mengatakan hal itu hanya ingin mengetahui pemikiran Revin dengan melihat reaksinya.
Seperti apa yang dikatakan padanya tadi malam, ternyata Revin memang hanya ingin mereka berteman secara normal.
Kejadian Lisa yang memberikan foto itu sudah beberapa bulan yang lalu. Waktu itu Lisa melakukan kesalahan itu karena ia belum bisa melepaskan Evans. Lisa sendiri tidak menyangka bahwa apa yang ia lakukan malah berakibat fatal di belakang hari, padahal dia hanya ingin membatalkan kencan Evans dengan Erika saja pada saat itu."Jadi Erika punya kakak laki-laki? Hebat juga kakaknya! Kamu sampai K.O begitu," tanggap Revin."Itu karena pikiranku teralihkan saat tahu ternyata mereka kakak beradik kandung. Awalnya aku yang menang," jelas Evans tidak terima ucapan Revin. Revin terkekeh mendengarnya."Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Erika sekarang?" tanya Revin iseng."Kami sudah putus," ucap Evans sambil meminum teh pesanannya."Ntar paling nyambung lagi," goda Revin."Aku tidak berniat kembali padanya lagi. Aku mau berfokus pada skripsi dan pekerjaank
Setelah berpamitan pada Wilma dan Erika, Revin mengajak Anna untuk keluar ruangan mengikutinya bersama Lisa. Lagi-lagi Lisa mengerutkan kening.Sesampainya di luar kamar, Revin pun berkata, "Anna, kenalkan ini Lisa, temanku. Dan Lisa, kenalkan ini Anna, calon tunanganku." Ia memperkenalkan mereka, satu sama lain dengan jelas.Rasanya Lisa malu sekali bercampur rasa terkejut dan kecewa. Tadi dia mengaku-ngaku pacar Revin di hadapan Anna. Sekarang Revin malah mengatakan bahwa Anna adalah calon tunangannya."Halo, Anna. Maaf ya tadi aku bercanda kok di dalam waktu bilang kalau aku pacar Kak Revin," ucap Lisa menjelaskan secara terpaksa."Oh!" jawab Anna singkat dengan nada datar.•
"Hahahaha!" Anna tertawa. Revin tersenyum kecil melihat Anna tertawa. Tetapi dia berupaya cepat-cepat menyembunyikan senyumnya. Anna sendiri lebih rileks menghadapi Revin saat ini.Tanpa Revin sadari, Lisa ada di sana memperhatikan mereka. Dia mendesah, rasa cemburu menggelayuti hatinya. Tetapi Lisa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak berhak untuk marah karena statusnya dengan Revin hanyalah teman biasa. Revin juga tidak pernah memberinya harapan apa-apa. Mereka murni hanya sebagai teman plus sebagai partner ranjang saja.***Waktu demi waktu berlalu dengan sangat sibuk. Revin menemui Lisa di sebuah kafe kecil. Kafe itu adalah milik Lisa, Revin baru tahu belakangan ini kalau Lisa memiliki sebuah kafe, dan Lisa biasanya akan terjun langsung untuk memasak ketika ada pengunjung yang ingin makan. Pantas saja Lisa pintar memasak, pikir Revin.
Revin telah mengganti foto profilnya dengan fotonya bersama Anna di pesta, memakai baju pasangan batik. Tampak Revin memeluk pinggang Anna di sana. Sangat mesra. Lisa hanya bisa menghela napas berat. Rasanya sesak berada di posisinya saat ini.Tetapi paginya ponsel Lisa berbunyi dan itu dari Revin, betapa senangnya Lisa mendapat telepon dari lelaki yang dicintainya."Halo, Sayang?" sapa Lisa bersemangat."Halo, Lisa. Hari ini aku akan menemuimu dan menemanimu seharian," ucap Revin. Dua hari lalu dia melihat wajah kecewa Lisa karena dia tidak bisa mengajak Lisa ke pesta. Jadi Revin berencana untuk menebusnya hari ini. Tentu saja Lisa langsung bersemangat dan wajahnya kembali ceria."Benarkah?" Mata Lisa melebar. "Kalau begitu aku akan menunggu kakak!" Sejenak Lisa melupakan kecemburuannya tadi malam. Setidaknya Revin masih tetap mengingatnya.•
Sejak membaca pesan obrolan Kak Revin dengan Kak Evans, aku benar-benar patah hati. Di mata Kak Revin, ternyata aku hanyalah seorang jalang, perempuan murahan. Ternyata penilaian Kak Revin tidak ada bedanya dengan penilaian keluargaku yang selalu mengataiku sebagai perempuan jalang dan murahan. Papakulah yang paling suka mencaciku seperti itu.Padahal sejak kecil hingga aku SMA, aku selalu menjadi anak yang baik. Tiap papaku berangkat ke kantor, aku pasti akan membuatkan kopi yang nikmat kesukaan papaku. Aku juga suka memasak makanan yang enak-enak untuk papaku. Tetapi ternyata apa yang kulakukan selama itu, tidak cukup untuk membuat papa sayang padaku.Hingga suatu hari, ketika aku masih kelas XII atau kelas tiga SMA, kejadian nahas itu terjadi.Waktu itu papaku sedang berada di luar kota. Mama tiriku mengajakku pergi berja
Aku harus puas dengan hanya mengetahui fakta itu saja. Fakta bahwa kejadian malam nahas itu adalah ulah dari mama tiriku. Aku kemudian tanpa ragu memberitahukan segala sesuatunya pada papaku. Tetapi papaku sama sekali tidak percaya padaku karena tidak ada bukti. Papaku malah memaki-makiku karena telah berani memfitnah mama tiriku, juga mengatakan bahwa depresiku sedang kumat makanya berbicara sembarangan.Aku benar-benar sudah tidak tahan. Maka itu, aku memutuskan untuk menuntut harta ibu kandungku, lalu pergi dari rumah itu. Aku sadar bahwa aku telah ditipu habis-habisan, karena aku hanya mendapat sedikit dari harta ibuku. Tetapi tidak apa-apa, yang penting aku lepas dari tempat kejam itu. Dengan harta dari ibuku, aku bisa membeli sebuah apartemen mewah di tengah kota, juga bangunan berlantai dua yang kujadikan sebagai kafe kecil, dan satu unit mobil dengan harga yang cukup lumayan.&n
Hari sudah petang, Revin merenggangkan tubuhnya di kamar. Dia tutup laptopnya lalu berbaring di ranjang. Capek sekali rasanya karena beberapa tugas kantor sudah mulai diembankan padanya. Syukurnya sebentar lagi skripsinya akan selesai. Tetapi dia butuh hiburan malam ini.Lisa! Itulah yang terlintas dalam pikirannya. Segera dia raih ponselnya dari atas nakas, dan melihat pesan obrolannya dengan Lisa. Kalau dipikir-pikir rasanya seminggu ini Lisa tak pernah menghubunginya duluan. Keningnya mengerut saat menyadari bahwa seminggu ini hanya dirinyalah yang selalu menghubungi Lisa melalui pesan chat. Revin pun duduk, lalu memeriksa panggilan telepon guna memastikan. Dan ternyata memang sama saja. Tidak ada panggilan dari Lisa. Hanya panggilan dari dirinya saja yang tertera di riwayat panggilan. Padahal selama ini Lisalah yang selalu menghubunginya dan mengajaknya bertemu.Ada apa dengan Lisa?Revin menggeleng. Tampaknya dia ti
Lisa mengangguk."Yah, tidak seru! Aku mau mengajakmu ke klub. Mau ya?" bujuk Revin.Lisa menggeleng. Revin pun menghela nafas sedikit kecewa, tetapi dia memperhatikan Lisa sudah memakai gaun tidur berwarna kuning. Berarti Lisa tidak berbohong. Pastilah tadi Lisa memang siap-siap ingin tidur. Gaun tidur itu sangat cocok untuk Lisa. Tidak seksi tapi membuat Lisa tampak sangat imut saat ini di mata Revin. Revin memandang wajah Lisa yang tampak berbeda, muda sekali seperti anak remaja baru gede umur 16, 17 tahun. Padahal usia Lisa sekarang adalah jalan 21 tahun."Kau tidak pakai make-up ya?" tanya Revin memastikan."Iya, kan siap-siap tidur jadi make up-nya dihapus," jawab Lisa apa adanya.Mata Revin lekat menatap Lisa. Kalau tanpa make up, waja