Terima kasih dukungan Readers! 🙏🙏🙏
Apa yang dikatakan Lisa benar. Bukankah dia memang menghinanya sebagai wanita tak tahu diri saat Lisa mencoba mengutarakan keberatannya? Tapi sekarang Revin malah menanyainya."Kali ini aku yang bertanya, jadi aku tidak akan mengataimu seperti itu. Jadi katakan, apa kau keberatan atau tidak?" tanya Revin kembali seenak jidat.Lisa menatap ragu pada Revin yang masih sama-sama berbaring menghadapnya dengan tangan bertengger manis di pinggulnya itu.Lisa tidak paham jalan pikiran Revin. Kenapa Revin tiba-tiba ingin mengetahui pendapatnya? Bukankah pendapatnya sama sekali tidak penting bagi Revin? Bahkan Revin sangat benci saat Lisa mencoba protes karena Cherrine datang ke kantor Revin. Jadi, apa yang harus dia jawab?"Kenapa diam?" desak Revin sambil mulai meraba bokong istrinya itu. Lisa sedikit terkesiap. Dia langsung menahan tangan Revin agar tidak nakal."Aku suamimu," ucap Revin mulai kembali kesal."Bukankah kita...sedang berbicara serius?" ucap Lisa takut-takut."Kalau begitu, jawa
"Aku tidak apa-apa sekamar dengan Lili," ucap Lisa membuat Revin mendadak diam dengan alis berkedut. Ben menyipitkan mata melihat raut kecewa keponakannya itu. Hatinya mencoba menimbang-nimbang kembali. Sementara itu, Renata tersenyum mendengar jawaban Lisa."Baguslah berarti seperti yang di awal Mama katakan saja ya. Kau dan Lili di kamar atas dekat tangga," ucap Renata cepat pada Lisa. Lisa mengangguk setuju.•Di dalam kamar, Liliana melirik Lisa yang mulai sibuk mengeluarkan pakaian dari koper. Tadi baru saja dia mendapat pesan obrolan dari Ben agar dia mulai menceritakan hal-hal positif tentang bosnya itu pada Lisa. Aneh sekali bagi Liliana membaca pesan obrolan itu. Untuk apa seorang Ben sampai harus memakai trik seperti itu pada Lisa? Bukankah Lisa di sini yang berupaya menggoda Ben? Kenapa rasanya malah terbalik? Pasti ada sesuatu!Hatinya kembali cemburu, apalagi tadi saat melihat Ben dan Revin sedikit berdebat hanya karena masalah kamar. Dan itu karena Lisa. Walaupun dalam re
"Kenapa tidak jadi pindah?" tanya Liliana ketika melihat Lisa masuk kembali ke dalam kamar sambil membawa kopernya."Tidak apa-apa. Aku pikir memang lebih baik aku di sini bersamamu. Kita mungkin bisa lebih dekat," ucap Lisa sambil memaksakan senyumnya.Liliana mendengkus dalam hati. "Baiklah, kalau itu keputusanmu. Aku senang kok jika kita menjadi lebih dekat," ucap Liliana berbohong.Lisa mengangguk dan duduk di samping Liliana di sofa panjang dalam kamar itu. "Terima kasih. Nantinya kau akan menjadi istri Kak Revin. Itu berarti kau akan menjadi calon ibu dari bayi yang kukandung. Alangkah baiknya jika kita memiliki hubungan yang akrab."Liliana berpura-pura terkejut mendengarnya. "Jadi istri Mas Revin? Apa maksudmu, Lisa? Kami juga...baru kenal. Dan dia kan suamimu?"Lisa diam sejenak menatap Liliana dengan wajah bingung. "Tapi Kak Revin bilang padaku bahwa kau calon istrinya. Setelah kami bercerai, dia akan menikah denganmu."Mata Liliana melebar. Dia lalu berdiri. "Apa maksudnya i
Renata menyenggol suaminya, Alex pun langsung beranjak menghampiri Ben dan Revin. "Ada apa Ben? Kenapa kau tampak marah?" tanya Alex dengan suara pelan agar tidak menarik perhatian pengunjung-pengunjung lain."Erwin memintaku pindah dari meja ini. Padahal dari tadi dia membiarkan meja ini kosong.""Aku hanya tidak suka Om dekat dengan Lisa!" ucap Revin."Memangnya kenapa? Aku hanya duduk, bukan mau pedekate! Apa kau cemburu?" ucap Ben kesal."Ben, apa maksudmu cemburu?" timpal Alex."Dia tidak suka pada Lisa tapi hanya melihatku duduk di samping Lisa, dia langsung marah dan cemburu," jelas Ben."Siapa yang cemburu? Aku hanya tidak suka kalian dekat!" tegas Revin kembali."Itu namanya cemburu! Sikap posesifmu itu sudah keterlaluan, terlalu kekanakan," ucap Ben."Apa?" Wajah Revin merah padam. "Ngapain juga aku cemburu sama wanita lonte kayak dia!" bentak Revin hingga membuat semua pengunjung di area itu menjadi hening. Liliana sendiri sampai terbelalak mendengarnya. Dia tidak bisa memba
Kalau bukan karena ayahnya yang akan mengamuk, Lisa juga ingin terbebas dari pernikahan ini. Bertahan dengan pria yang jelas-jelas jijik dan benci padanya sungguh sakit rasanya, apalagi Revin sudah memiliki jodoh yang baru. Lisa sudah melihat sendiri baik Liliana ataupun suaminya tidak saling menolak."Kau sudah tidur?" tanya Liliana begitu masuk ke dalam kamar.Lisa mengangkat kepalanya sebentar sambil mengangguk."Kau belum tidur ternyata," ucap Liliana sambil ikut naik ke ranjang. "Karena kau belum tidur, aku ingin mengutarakan pendapat.""Pendapat apa?" tanya Lisa sambil menghadap pada Liliana."Kalau aku jadi kau, aku akan langsung pergi dari hidup Mas Revin. Untuk apa menunggu cerai sampai kau melahirkan? Dia jelas-jelas bersikap buruk terhadapmu. Dia sangat merendahkanmu. Dia menghinamu. Aku berkata seperti ini bukan karena Om Ben mau menjodohkan kami, tapi aku kasihan saja melihatmu yang sangat dipermalukan di rumah makan tadi.""Begitu ya?" tanggap Lisa dengan suara pelan sete
"Ada apa antara kau dan Lisa?" tanya Alex pada Ben begitu mobil mereka melaju meninggalkan villa. Alex duduk bersama Ben di depan, sementara Renata duduk di belakang."Hm? Memangnya ada apa?" tanggap Ben sambil tetap fokus melajukan mobilnyaRenata langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. "Jangan bersikap tidak tahu, Ben. Kami melihat sendiri kau dan Lisa seperti ada sesuatu. Atau jangan-jangan kecurigaan Revin padamu benar?" ucap Renata dengan kening mengerut.Ben diam tidak menjawab."Katakan, Ben. Apa Lisa diam-diam sudah menggodamu?" tanya Renata kemudian.Seketika Ben menghentikan mobilnya di pinggir jalan, membuat badan mereka semua berguncang."Apa-apaan kau Ben tiba-tiba...""Aku suka Lisa," aku Ben menyela ucapan Alex. Entah itu benar atau tidak yang dirasakan Ben tapi Ben mengucapkan kalimat itu secara refleks."Apa!" Mata Alex dan Renata terbelalak. Ben sudah lama hidup menduda. Tidak pernah suka pada siapa pun, secantik apa pun dia. Sampai-sampai Renata rasanya sudah putus
"K-ke mana aku akan pergi?" tanya Lisa dalam hati dengan rasa cemas yang besar."Kalau papa tahu, dia pasti akan menendangku. Semua orang...semua orang mau menendangku. Aku...aku harus pergi.... Aku harus pergi...," gumamnya tak jelas.Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu lagi-lagi mengganggu pikiran Lisa. Lisa memutuskan keluar sambil membawa kopernya.Ben langsung menyambut Lisa. Ben memang sedari tadi tidak beranjak dari depan pintu kamar Lisa. "Lisa, mungkin kau agak bingung sama apa yang kukatakan karena terlalu mendadak begini. Tapi percayalah padaku, tidak ada yang perlu kau khawatirkan jika bersamaku. Aku akan membawamu. Aku akan menebus kesalahanku dan membahagiakanmu. Ayo kita pergi bersama!" ucap Ben dengan wajah serius. Sementara Renata matanya tampak melotot pada Ben dengan wajah merah padam. Dia tidak habis pikir Ben bisa mengucapkan kata-kata seperti itu pada seorang wanita setelah sekian lama menduda. Apa jangan-jangan Ben terkena pelet dari Lisa? Apa mungkin seperti itu?
"Sejak kapan kau di situ, Win?" ucap Ben terkejut melihat Revin berdiri di sana."Apa itu penting sekarang?" Dengan langkah panjang, Revin langsung menghampiri Ben dan kedua orang tuanya yang sedang berdiri tak jauh darinya. Dia lalu menatap Ben. "Apa maksudmu mengatakan Lisa pernah mengandung anakmu?" tanyanya dengan tangan mengepal menahan emosi."Ben, katakan bahwa itu tidak benar? Kau pasti sedang melantur!" timpal Renata cemas. Alex hanya diam menatap Ben dengan raut tak percaya.Kening Ben tampak mengerut dalam. Keadaan sudah kacau, sekarang malah tambah kacau karena kehadiran Revin yang begitu tiba-tiba. Revin memang kembali lantaran teleponnya tidak ada satupun yang mengangkatnya. Dia sedikit cemas dan memutuskan untuk kembali bersama Liliana. Liliana sendiri hanya berdiri di tempat, di dekat tangga. Dia juga terkejut mendengar ucapan Ben bahwa Lisa pernah mengandung anaknya.Melihat Ben diam, Revin semakin emosi. "Jawab pertanyaanku! Jangan sampai emosiku meledak hingga akhirn