"Baiklah. Kuliah hari ini cukup sekian, apa ada pertanyaan terkait dengan metode kultur jamur dan ragi?" tanya James ke seisi ruang kuliah 102.
Seorang mahasiswi cantik mengangkat tangannya. James mempersilakannya untuk berbicara.
"Profesor James, nama saya Dian Arum Pitaloka, apa media untuk kultur bakteri tidak dapat digunakan untuk menumbuhkan jamur dan yeast?" tanyanya sembari tersenyum manis kepada James.
Namun, James selalu bekerja profesional. Dia bukan tipe dosen genit sekalipun banyak kesempatan untuk menggoda dan digoda oleh mahasiswinya. Visualnya sangat menarik di mata kaum Hawa.
"Pertanyaan yang bagus, Dian. Jawabannya kurang cocok, sekalipun beberapa media bisa dipakai menumbuhkan jamur dan ragi. Jadi sebaiknya menggunakan media yang cocok supaya pertumbuhannya optimal," jawab James yang mendapat anggukan mengerti dari Dian.
"Terima kasih, Prof," sahut Dian, dia juga ngefans berat dengan Profesor James sama seperti seisi kelas yang ma
James melirik jam tangannya, ternyata sudah waktunya istirahat makan siang karena sudah pukul 12.10 WIB. Dia tidak mengenakan jasnya dan meninggalkannya di ruang kantornya.Hari ini adalah hari ulang tahun Laura dan dia menyiapkan kejutan bersama kedua puteranya serta Reynold siang ini untuk Laura.Dia membawa kotak hadiah yang telah dia siapkan sejak seminggu yang lalu. Kemudian James berjalan turun dengan tangga manual ke lantai 1. Laboratorium Mikrobiologi berada di lantai 2, tepat di atas Lab. PA.Ternyata dia agak terlambat, Jacob, Joshua, dan Reynold sudah berada di dalam ruang kantor Laura. Mereka berempat mengelilingi meja sofa yang di atasnya terdapat sebuah blackforest cake dengan lilin angka 40. Reynold yang memesan kue ulang tahun untuk Laura.Istri tercintanya itu menatapnya sambil mengulas senyumnya yang selalu membuatnya jatuh cinta lebih dalam lagi."Hai, Hubby. Duduklah di sampingku, aku akan meniup lilinnya," sap
Laura segera menguasai dirinya dan menekan rasa paniknya karena terpergok berciuman dengan Reynold di ruang kantornya oleh Joel."Ya, Joel, ada apa?" tanyanya tenang memandang wajah Joel yang seperti kebingungan.Pemuda itu berdehem, dia memilih untuk tidak mengurusi urusan pribadi dosennya yang cantik itu. "Ehm ... apa saya boleh bicara berdua saja di laboratorium, Prof?" ujar Joel.Dengan segera Laura berdiri dari sofa. "Sebentar ya, semuanya. Mommy ada perlu dengan Kakak Joel," pamit Laura lalu berjalan bersebelahan dengan pemuda itu menuju ke ruang lab. PA.Sebenarnya hati Joel sedikit tergelitik dengan kejadian tadi, tapi dia berusaha menepis rasa ingin tahunya itu.Mereka berdua duduk berhadapan di meja praktikum yang kosong."Ada apa, Joel?""Ehh ... begini, Prof, saya mewakili teman-teman seangkatan ingin meminta kesediaan Prof. Laura untuk menjadi dosen pembimbing acara study tour kampus tahun ini. Apa Anda bersedia, Pr
Seusai mandi sore, Laura berdiri di depan cermin wastafel kamar mandi untuk berdandan. Dia mengenakan backless maxi dress dengan kerah halter neck warna biru langit.Wanita cantik itu tidak pernah berdandan terlalu menor karena memang gayanya selalu natural dan menurutnya itu cukup. Setelah membubuhkan maskara warna hitam di bulu mata lentiknya dan eyeshadow warna coklat tanah liat di kelopak matanya. Laura memberikan sentuhan akhir dengan liptint warna merah delima yang tampak natural seperti bibirnya.Setelah selesai berdandan, Laura menyemprotkan parfum pemberian James yang menguarkan aroma manis dan segar. Laura berpikir selera James dalam memilih parfum sangat bagus, dia suka aroma Cherry Blossom eau de toilette dari Bodyshop itu.Dari arah belakang, sepasang lengan kekar berbalut jas warna abu-abu silver mendekap perutnya yang ramping. Bibir pria itu mendaratkan kecupan-kecupan ringan di bahu dan ceruk lehernya yang terbuka."Sayangku yang cantik ..
Kamar hotel yang disiapkan oleh James untuk menghabiskan malam romantisnya bersama Laura di Lafayette Boutique Hotel yang ada di Jalan Ringroad Utara sangat istimewa. Dia memesan sebuah unit kamar bertipe suite presidential yang luas dan mewah bergaya Victoria.Sesampainya di depan pintu kamar itu, James memasangkan penutup mata dari kain sutra berwarna hijau toska itu ke mata Laura."Ikuti aturan mainku, Sayang," bisik James mesra lalu mengecup pipi Laura.James membuka pintu kamar dengan acces card lalu menggandeng Laura masuk ke dalam kamar."Oohh ... James, sepertinya aku menginjak sesuatu ...," ucap Laura dengan mata tertutup kain sutra saat sepatu high heelnya terganjal dan terkubur benda halus dan wangi.James terkekeh mengetahui istrinya kebingungan. Memang dia yang meminta pihak managemen hotel untuk melapisi lantai kamar yang dia sewa malam itu dengan bunga mawar segar. Jumlahnya ada puluhan ribuan bunga mawar dengan warna merah tua
"My birthday wishlist is ... aku hanya ingin selamanya kau ada di sisiku, Cinta Sejatiku, My Laura," ucap James menatap sepasang mata biru saphire yang berkaca-kaca itu.Perkataan James itu seolah membuat hatinya mengharu biru, cinta James sangat besar untuknya. Kini dia percaya apa kata pujangga yang mengatakan cinta itu setinggi langit, sedalam samudera, dan seluas jagad raya.Sebulir air bening menuruni pipi Laura, suaminya mengecup pipinya dengan lembut. James berkata, "Wanita yang aku cintai tidak boleh menangis karena aku. Tersenyumlah untukku, Prof!"Senyum manis terkembang di bibir Laura seiring tatapan penuh cinta di mata biru saphire itu. "Profesor James yang sangat aku cintai, ayah dari anakku ... aku tak akan pernah meninggalkanmu hingga maut memisahkan kita. Itu janjiku untukmu," ucap Laura.James memeluk erat tubuh Laura, baru kali ini dia menangis lagi setelah 9 tahun yang lalu ketika Reynold memerkosa istrinya. Itu adalah hari terbur
"Maaf ya, Dokter Siska. Lain kali kalau Anda aneh-aneh lagi, saya nggak akan mau membukakan pintu kantor saya untuk Anda. Kita ini di kampus!" tegur James dengan tegas sambil bertolak pinggang di hadapan dokter muda yang cantik itu.Perkataan James sontak membuat gadis itu panik. "Ehh ... sori ... sori, Prof. Aku kan cuma bercanda tadi ...," ucapnya mencebik manja."Saya nggak minat diajak bercanda yang nggak lucu seperti tadi, pokoknya tolong jaga sikap Anda selama di kampus, oke?" tegas James sekali lagi lalu menyerahkan textbook yang ingin dipinjam oleh si dokter ganjen itu.Dokter Siska pun menerima buku-buku tebal itu lalu berkata, "Prof, apa boleh minta tolong dibawain ke ruanganku ya? Bukunya berat soalnya."Mendengar permintaan gadis itu, James pun mendengkus kesal. 'Bisanya ngerepotin melulu sih!' gerutunya. Tapi dia pun membawakan 3 buku tebal yang lumayan berat itu keluar menuju ruangan Dokter Siska di sebelahnya. Sementara gadis itu membawa 2
Setelah permainan cinta mereka di kantor James, mereka berdua pun berjalan keluar dari kantor itu untuk makan siang di kantin. Di koridor Laboratorium Mikrobiologi Laura dan James berpapasan dengan Reynold dan Dokter Siska dari arah berlawanan."Hai, Prof. Kupikir kalian berdua pergi keluar kampus," sapa Reynold sambil tersenyum-senyum melihat pasangan dosen yang tampak sedikit berantakan itu. Bahkan ada noda lipstick di saku kemeja James. 'Apa mereka berbuat mesum di kampus?' batin Reynold menebak-nebak.Sebelum James ataupun Laura menjawab, Dokter Siska berkata, "Apa ini Profesor Laura, istrinya Prof. James?""Oohh ... iya, benar ini istriku tercinta, Dok. Honey, kenalkan ini Dokter Siska, dosen baru di Lab. Mikrobiologi," sahut James tersenyum penuh arti sembari melingkarkan lengannya di pinggang ramping Laura.Laura pun mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan kolega baru suaminya di Lab. Mikrobiologi. 'Cantik juga ... dan masih sangat beli
Dengan segera Hesti menjatuhkan tubuhnya ke pangkuan dosen tampannya itu. Dia melumat bibir Reynold dengan ganas seperti sedang kelaparan. Kedua telapak tangannya membingkai wajah rupawan itu.Jantung Reynold berpacu kencang, dia merasa gadis di pangkuannya itu sudah sangat terobsesi kepadanya hingga berbuat nekad di kampus seperti ini. Dia harus bersikap tegas.Setelah Hesti puas menciumi dosennya itu, dia menatap wajah Reynold. "Apa enak ciuman saya, Dok?" tanyanya. Kemudian dia meraih tangan Reynold untuk meraba buah dadanya yang membulat penuh itu seraya berkata, "Ini juga boleh dipegang kok, Dok. Saya pasrah diapa-apain, Dok. Mau ya jadi pacar saya?"Reynold menghela napas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap mahasiswi cantiknya yang binal itu. "Hesti yang cantik, apa kamu nggak malu begini sama saya? Pelajaran budi pekertinya nggak lulus ini pasti semester 1 dulu. Hahaha," seloroh Reynold.Jemari tangan Hesti menelusuri raut w