#PJSR_2____________________PoV Bang Ochi____________________Matahari pagi bersinar cemerlang. Embun dingin terhangatkan lalu menetes dari ujung lengkung dedaunan dan ujung-ujung lancip rerumputan liar.Waktu yang dinanti pun tiba. Aku dan teman-teman lainnya berkumpul di losmen dan bersiap untuk berangkat, tapi tidak dengan Fadly, ia terserang demam sejak tadi malam. Besar kemungkinan ia batal untuk ikut mendaki. Semalam ia menggigil dan sesekali meracau."Gimana kondisimu?" tanyaku pada Fadly.Teman-teman yang sedang packing perlengakapan dan logistik pun menghadapkan wajah beberapa jenak ke arah Fadly. Mereka menanti jawaban kepastian, tapi sebenarnya mereka berharap agar Fadly istirahat saja di losmen karena wajahnya tampak memerah dan lesu karena demam yang cukup tinggi. Bisa bahaya jika ia memaksakan diri untuk tetap nekat mendaki."Kayanya aku gak kuat untuk ikut, Bang, badanku meriang sama sedikit flu," jawab Fadly."Mending kamu istirahat aja, jangan dipaksakan," sambung Al
#PJSR2_____________________PoV Zahra_____________________"Sial! Gara-gara percaya omongannya, aku kena injak ranjau darat! Benar-benar cowok yang menyebalkan." Aku merutuki diri dalam hati.Beberapa kali cubitan kudaratkan di lengan kirinya. Benar-benar malas rasanya melanjutkan perjalanan. Sepatu yang baru seminggu kubeli harus kotor terkena tumpukan bertekstur lembek berwarna hijau tua hampir kecokelatan itu."Ayo cepetan jalan ... udah jauh tuh yang lain," ucap Bang Ochi dengan suaranya yang khas."Bodo'." Aku mendengus.Saat tim hampir tak terlihat, tiba-tiba Bang Ochi meraih tanganku. Sedikitpun, aku tak mau melihatnya. Berdua, kami melangkah ke arah pematang sawah yang hanya berjarak beberapa meter. "Duduk!" perintahnya dingin.Aku pun menurutinya, lalu ia membuka sepatuku dan mencuci bagian yang terkena kotoran di genangan air yang ada di salah satu sudut petak sawah. Sebenarnya, jengkel juga sih, tapi dia bertanggung jawab. Salut!"Emang enak? Siapa suruh ngerjain aku? Bik
#PJSR2_______________PoV Bang Ochi_______________Di hari yang terus merangkak menuju sore, aku meminta Zahra untuk berjalan menyusul teman-teman lainnya agar tak tertinggal jauh, sementara aku menunggu Citra siap untuk berjalan lagi. Wajar ia merasa sangat lelah, ini adalah pendakian pertamanya. Walaupun langkahnya pelan, itu tak mengapa karena yang terpenting dia masih mau berjalan. Sekecil apapun langkahnya, asalkan dia tidak putus asa, pasti akan tetap sampai di tujuan.Setelah Zahra mulai memasuki hutan, aku dan Citra berusaha menyusul. Beberapa kali aku harus berhenti dan berusaha mengimbangi langkah Citra."Nih, Cit ... pegang." Aku memintanya memegang salah satu ujung tongkat yang kubawa, sedangkan satu ujung lainnya aku pegang untuk menariknya.Citra pun menuruti saranku. Dengan begitu, dia akan mengikuti ritme langkahku agar tidak membuang waktu dengan percuma. "Kamu harus atur ritme langkahmu supaya gak cepat capek, Cit. Satu langkah kamu coba tarik napas, satu langkah b
#PJSR2________________PoV Bang Ochi________________Maghrib.Akhirnya, kami tiba di Pos 2 Tengengean dengan pakaian basah oleh peluh. Kakiku masih bergetar karena kejadian aneh tadi. Perkiraan waktu tiba ternyata meleset jauh dari perhitungan. Citra membuat perjalanan kami sangat lambat karena sifat manja dan keras kepalanya. Batu, memang!Melihat kami datang, Kakek Mustafa bangkit dan menghampiri kami, lebih tepatnya menghampiri Citra dengan sedikit senyum terkembang pada bibir keriputnya."Gimana rasanya jalan jauh, Cit?" tanya Kakek Mustafa dengan suara lembut."Ah, membosankan, Kek ... asli, gak seru ... mana badan pegel semua." Citra menjawab sambil berlalu. Ada raut tak senang pada wajahnya.Citra melangkah menuju perapian lalu melepaskan carrier di depan tenda. Ia langsung merebahkan badannya di atas karimat yang sudah digelar mengelilingi api unggun, padahal Kakek Mustafa belum selesai bicara. Kakek Mustafa tampak berusaha memahami sifat cucunya yang begitu manja. Kakek tu
#PJSR2_______________PoV Bang Ovhi_______________"Hmmh, benar kata orang, terkadang realita tidak sejalan dengan ekspektasi. Kadang perasaan memang sering salah ... aku salah mengartikan setiap ucapan manis manjanya yang seringkali membuatku terlanjur nyaman." Dalam sepi aku merutuki diri sambil tertawa kecil. Konyol, pikirku. "Tapi, kenapa dia terkadang seperti ngasih kode ... seperti ngasih harapan? Hah, apa semua perempuan seperti itu ... ngasih harapan terus ninggalin pas udah terlanjur nyaman dan terlanjur sayang?" lanjutku bicara pada diri sendiri. Srrkkk!Tiba-tiba suara gesekan ranting dan daun kering yang terinjak membuyarkan lamunanku. Suara itu berasal dari arah semak yang tak jauh dari tempatku berdiri. Kuarahkan cahaya headlamp ke arah suara untuk memastikan. Mataku memburu ke arah beberapa sudut dan berusaha menangkap sosok di balik semak."Siapa tuh?" tanyaku sambil mengarahkan cahaya ke arah rerimbunan tumbuhan strawberry hutan.Perlahan, kulangkahkan kaki dengan
#PJSR 2________________PoV Bang Ochi________________Harapanku sederhana, semoga suatu masa nanti aku dan kamu dapat melihat malam yang hujan dari satu pintu tenda yang sama dan meremas dinginnya malam.Apakah sesulit ini memahami seorang perempuan? Setiap sikapnya seakan mengabarkan isyarat, tapi sayangnya aku dan dia hanya seperti memiliki banyak momen tanpa sebuah komitmen. Aku memang tidak pernah memilikimu, tapi aku merasa kehilangan.Apakah alam sebercanda ini terhadapku? Ia datang menitip rasa, tapi setelah rasa itu kujaga, ia pergi menyisakan sesak. Kurang ajar! Hah!Mulai detik ini, aku tidak akan gagal melupa tentangnya. Aku sadar, aku hanya menjalani lakon hidup yang seringkali tidak sejalan dengan skenario yang sudah kurancang."Bang Ochi, makasi ya kopinya, aku mau balik ke tenda dulu siapin sarapan buat kakek," ucap Citra membuyarkan lamunanku."Oh, iya, silakan," ucapku dengan sedikit senyum."Teman-teman, ayok masak-masak dulu ... kita bergerak lebih pagi supaya te
#PJSR2_______________PoV Bang Ochi_______________Sepanjang jalan menanjak kugandeng tangan mungilnya. Ia hanya tersenyum dengan pipi yang memerah. Panas yang terik dan terpaan angin yang menerbangkan debu-debu membuat sempurna momen itu. Zahra berkali-kali harus berhenti karena lelah dan haus. Tentu saja, aku dengan penuh perhatian memberikan air dari tumbler milikku."Bang, ini gak mengubah apa-apa lho, walaupun Abang peratian gini dan gandeng aku dari tadi," ucap Zahra. "Aku cuma menghargai rasa, bukan membalas rasa, Bang," lanjutnya kemudian.Ucapannya begitu membelati menyayat ulu hati. Aku hanya bisa tersenyum diam dan menghargai dia yang sedang berusaha memperbaiki hubungan dengan mantan pacarnya. Karena menjaga martabat lelaki, aku harus tetap kokoh."Hmm, aku juga gak ada rasa apa-apa sama kamu! Teman, hanya itu ... gak lebih!" balasku."Terus, ngapain Abang gandeng-gandeng aku dari tadi, terus maksa-maksa kita jadian?" tanya Zahra agak sinis."Tu karena kamu jalannya miri
#PJSR2________________PoV Bang Ochi________________"Emang, kakimu sakit, ya?" tanyaku sambil menggendong Zahra di punggung."Sebenernya gak terlalu sih, Baaang," jawabnya manis manja di telingaku."Terus kenapa minta, gendong?" tanyaku lagi."Pengen aja!""Astaga, kamu ini aneh!""Emang abang capek?""Ya pasti capek, sih ... kamu itu berat, tapi demi kamu ... apa sih yang nggak?""Kali ini aku jujur, Bang ... sebenarnya, dari dulu aku cuma ingin Abang benar-benar berusaha aja. Soalnya, aku butuh diyakinkan, Bang! Bosen digombalin mulu.""Lalu, apa kabar denganku? Apa gak butuh diyakinkan?" sindirku."Iya ... iya ... maaf, tapi Abang kan laki!""Emang kalau laki, kenapa?" tanyaku."Jelas beda dong, yang harus ngejer itu laki, Bang. Perempuan itu kan sejatinya menunggu. Kalau perempuan yang ngejer, hmm ... harga dirinya di mana? Ini sebenarnya harus jadi pegangan buat kaum perempuan, jangan ngejer laki, tapi ngodein, bolehlah," jawabnya panjang lebar."Hmm, ya sudah ... kamu ini pem