Sesampainya di rumah suami, Reina disambut hangat oleh Bik Surti. “Bik, dimana anak-anak?” tanya Reina pada pembantu.“Anak-anak lagi didalam kamar sama Pak Angga, Buk” sahut Bik Surti.Reina masuk ke dalam ruangan menuju ke arah kamar tidur anak-anak. Kini tepat di depan pintu, Reina mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam. Melihat semuanya ada didalam, Reina berusaha masuk dan menyapa. Raut wajah Pinky tampak tak senang melihat ibu sambungnya. ”Anak-anak, Ibu Reina bawain oleh-oleh buat kalian nih” ujar Reina, sembari menodongkan makanan Chiki.“Gak mau!” sahut Pinky.Reina bersabar dan pandangannya melirik Pinka yang juga diam saja. Berharap Pinka akan mau menerima bingkisan itu. Benar saja, Pinka hampir maju namun Pinky memanggilnya dan membuat hatinya Pinka menggelengkan kepalanya.“Kenapa? Apa Pinka tak suka?" tanya Reina penasaran.“Pinka mau kok tapi Pinka gak mau ambil hadiah dari Ibu Reina, kalau Pinky menolaknya” ujar Pinka.Angga beranjak dari tempat tidur dan meraih tangan
“Untuk malam ini, apa aku bisa tidur di kamar ini?” tanya Reina pada pembantunya. “Kenapa Bu Reina ingin tidur dikamar pembantu? Saya jadi tak enak hati Bu” ucap Bik Surti.Reina memutuskan untuk tidak lagi tidur di kamar suaminya. Mencoba untuk menjauh sesuai yang Angga ucapkan saat tadi siang. Dalam kondisi mata sembab, Reina memberanikan diri menghadap ke kamar tidur pembantunya. Tak peduli apakah suaminya akan memarahinya atau tidak, seenggaknya ia tak pulang ke rumah orang tuanya.“Aku ingin tidur di ruangan yang sederhana Bik. Aku tidak terbiasa tinggal di rumah semegah ini” ujar Reina.“Tapi Bu, apa tidak apa-apa? Maksud saya, disini berantakan Bu” sahut Bik Surti, merasa tidak percaya diri dihadapan Reina.“Yang penting nyaman Bik” sahut Reina.Malam ini pun Reina menginap di kamar tidur Bik Surti. Tampak dari keduanya mulai bisa terbuka satu sama lain. Bik Surti yang tak pernah menceritakan tentang keluarga kini dengan nyaman menceritakan keluarganya didepan Reina. Malam pun
“Angkat kaki kotormu sekarang ini juga!!!” pekik seseorang yang tak lain adalah Centini.Centini mengamuk pada wanita paruh baya yang telah berjasa pas dirinya. Mengandung, melahirkan hingga Centini bisa secantik sekarang. Wanita paruh baya itu merangkak ke arah Centini dan menangis tersedu-sedu. Meminta belas kasihan pada putri semata wayangnya. Siapa yang tak kenal dengan Centini? Semua yang mengenalnya pasti akan menujulukin dengan sebutan wanita cantik berhati sakit.“Jangan sentuh kakiku!” serunya seraya menyingkirkan tangan ibunya dengan kakinya sendiri!“Ibuku telah lama mati! Dan kamu bukanlah seorang ibuku. Cepat pergi atau saya tak akan segan melaporkanmu ke kantor polisi!!!" Mendengar ancaman itu, membuat ibunya ketakutan. Perlahan-lahan ibunya melangkah pergi. dengan membawa luka yang begitu dalam di hati. Tak dapat ia pungkiri, anak yang diinginkannya selama mengandung begitu tega membalas kasih sayang dengan duri. Ibu tersebut bernama Wati, pernah mendekam di penjara ka
Reina sangat merindukan kebersamaan mereka dan tidak bisa melepaskan kenangan indah yang mereka bagi. Setiap hari, Reina mengunjungi makam Yuna untuk mengobrol seperti mereka dulu. Setiap kali dekat dengan makam itu, dia merasa ada kehadiran Yuna yang lembut dan hangat. Walaupun Yuna telah pergi, Reina mendambakan saat-saat itu dan menganggapnya sebagai penghiburan di dalam hatinya. Cerita ini mengajarkan kita bahwa cinta dan persahabatan tidak terputus oleh kematian dan bahwa kenangan indah dapat memberi kekuatan sepanjang hidup."Yuna, aku tidak tahu apakah didunia ini ada seseorang yang dapat aku percayai? Rasanya mencari sosok sepertimu bagaikan sedang memasukkan benang ke jarum jahitan...”Reina menengadahkan kepalanya ke atas, ia melihat matahari bersinar terang seakan tengah memberikan senyuman hangat padanya, ”Bisakah aku dicintai olehnya? Rasanya mustahil karena aku hadir hanya menjadi pengganti bukan melengkapi–”Reina kembali menatap makam Yuna, sembari berlalu tersenyum. La
Pada suatu hari yang cerah, di kota Jakarta. Reina yang berada didalam rumah, menyaksikan kedua anak sambungnya Pinka dan Pinky bermain dengan riang di ruang tamu. Dalam keceriaan mereka, Reina tidak bisa menahan senyum melihat bagaimana kedua anak itu saling menyayangi. Namun, sesuatu yang menarik perhatian Reina adalah betapa dekatnya kedua anak itu dengan Centini yang baru sehari menginap di rumah mereka.”Cantik sekali gambar lukisannya, kalian memang anak tang kreatif dan pintar–”Centini, dengan pesona dan rasa humor yang luar biasa, telah memenangkan Pinka dan Pinky sepenuhnya. Setiap kali mereka bertemu, anak-anak itu terlihat begitu bersemangat dan penuh kebahagiaan.“Terimakasih Tante, kami bisa menggambar bunga karena berkat Mama yang selalu mengajari buat bikin gambar bunga yang bagus" sahut Pinky.Meskipun dalam hati Reina merasa senang melihat kedua anak itu memiliki persahabatan yang kuat dengan Centini, tetapi ada rasa cemburu kecil yang timbul dalam dirinya. Reina adal
Dirgantara yang berdiri di puncak menara tinggi, melihat ke langit yang luas. Matahari terbenam dengan cahayanya yang memancar, mengecat langit dengan warna oranye kemerahan yang memukau. Di tengah keindahan alam itu, Dirgantara memandangi sapu tangan yang diberikan oleh wanita asing yang tadi ketinggalan dirinya. Sapu tangan itu terikat erat pada tangannya, menjadi sebuah kenangan dari pertemuan yang singkat namun selalu terdapat di relung hatinya. Dalam keheningan, Dirgantara merenungkan arti dari hadiah tersebut, mencoba menghubungkan jejak-jejak takdir yang mengaitkan mereka berdua. Apakah ini pertanda dari alam ataukah hanya kebetulan belaka? Hanya waktu yang akan menjawabnya.“Sapu tangan ini? Aku akan mengembalikannya” gumam pemuda yang bernama Dirgantara.Dirgantara, merupakan putra dari pasangan pengusaha ternama. Ayahnya bernama Darwin dan Ibunya bernama Isabella. Kedua-duanya sama-sama terjun kedalam bisnis yang sudah mencetuskan banyak brand ternama. Terlahir dari keluarg
Regan, seorang pria muda yang penuh kasih, menemukan bahwa pacarnya yang tercinta telah meninggal dunia karena ulah Rosa dan Agustina. Kematian pacar Regan ini mengguncangkan hatinya dan membuatnya penuh keputusasaan. Tangannya bergetar hebat ketika menonton sebuah video panas kekasihnya. “Rosa, Agustina! Kalian harus dipenjara!!!” Regan segera mencari kontak WhatsApp dengan harap ia dapat menemukan nomor satu kedua pelakunya. Sayangnya Intan tidak menyimpan nomor WhatsApp dari keduanya, "Aku tidak boleh menyerah begitu saja, aku harus ke kantor mereka hari ini juga–”Regan menaiki sepeda motor matic yang tadi sempat ia bersihkan. Dengan terburu-buru, ia sampai tidak berpamitan kepada ibunya yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Ya, ibunya sedang sakit lumpuh dan tidak bisa beraktivitas normal seperti sediakala. Air matanya terus berjatuhan seiruga dengan cepatnya laju kendaraan. Ia hanya ingin bertemu mereka secara mungkin.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai jug
“Rosa, kenapa kau terlihat lesu seperti itu?” “Iya, Nih.... Apa ada masalah?”Begitulah beberapa pertanyaan yang Rosa dengar dari rekan kerjanya. Mereka merasa ada hal lain dengan wajah Rosa. Disamping Risa, Agustina juga mendengar namun ia memilih untuk tidak berbicara. Terlihat dari Rosa yang mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.“Kemarin malam aku insomnia. Lalu aku tidak bisa tidur dan rasanya lelah sekali” ujarnya.Dijunjung pintu, terlihat Angga dan Centini berjalan berdampingan. Sontak membuat mereka bersiap-siap untuk menyambut mereka dengan ramah. “Selamat Pagi, Pak angga”“Selamat Pagi, Buk Centini”Angga dan Centini membalas sapaan mereka dengan senyuman hangat. Lalu Angga memerintahkan mereka untuk untuk bersiap-siap karena perusahaan mereka akan didatangi oleh CEO ternama yang akan membahas hubg kerjasama dengan perusahaan Hanum. Mendengar hal itu, sontak membuat Rosa terkejut. Ia lupa membawa berkas penting dan masih berada didalam rumahnya!“Ingat, persiap