BAB 195“Mas, dua bulan kemarin aku nggak haid,” ujar Citra panik.“Terus?” balas Dokter Ardian dengan alis saling bertaut.Tiba-tiba Citra pun segera membuka almari mencari alat test kehamilan yang dulu pernah ia beli. Setelah menemukan barang itu, ia pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Dokter Ardian mengerutkan keningnya lalu geleng-geleng kepala sambil tersenyum.Lima belas menit kemudian, Citra keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah kecut. Ia berjalan menghampiri Dokter Ardian yang ada di atas tempat tidur dengan lesu.“Kenapa?” tanya Dokter Ardian setelah Citra duduk di tepi tempat tidur.“Barusan aku test pack, hasilnya garis dua. Apa benar aku hamil, Mas?” balas Citra tidak bersemangat. Ia merasa tidak percaya kalau saat ini sedang hamil anak Dokter Ardian. Dokter yang dulu ia segani di rumah sakit.“Yang benar, Cit?” sahut Dokter Ardian terkejut. Ia pun bergegas turun dari tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin melihat sendiri hasil test pack itu denga
BAB 196Dengan segera Citra membenahi pakaiannya lalu bangkit untuk membuka pintu. Setelah pintu terbuka, tampaklah Ayu dengan Nizam di gendongannya.“Ada apa, Yu?” tanya Citra.“Ini Nizam merengek terus. Kangen Mbak Citra kayaknya,” jawab Ayu.“Oh … Nizam kangen Mama ya, Nak,” ucap Citra seraya mengambil alih Nizam dari gendongan Ayu.Setelah itu Ayu pergi dan Citra menutup pintu kamarnya kembali. Citra mengajak Nizam duduk di atas tempat tidur di mana Dokter Ardian berada.“Aaahhh … Nizam …, kamu kok datang di waktu yang tidak tepat sih,” ucap Dokter Ardian seraya mentoel pipi Nizam gemas.“Dia tahu kali Mas kalau Papanya lagi mau ehem-ehem,” celetuk Citra.“Lagi pengen masa nggak boleh? Kamu nggak kasihan apa, punyaku udah berdiri, eeehhh malah nggak jadi masuk goa,” gerutu Dokter Ardian kesal.“Nizam pin … ter. Tos dulu Nak sama Mama,” ucap Citra seraya mengangkat tangan Nizam dan menepukkannya ke telapak tangannya.*Keesokan harinyaHari ini adalah hari pesta pernikahan Dokter A
BAB 197Sesampainya Dokter Herlina di hadapan kedua mempelai pengantin, Dokter Ardian, Dokter Herlina, dan Citra sempat tertegun.Dokter Ardian tidak menyangka kalau Dokter Herlina akan datang di pesta pernikahannya. Ia mengira kalau Dokter Herlina tidak akan datang karena sudah terlanjur sakit hati.Citra menatap Dokter Herlina dengan dada meradang. Sejak dulu ia selalu merasa cemburu dengan Dokter Herlina.Dokter Herlina merasa canggung. Ia merasa malu pada Dokter Ardian karena mengejar suami orang. Dengan segera ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Dokter Ardian.“Selamat ya, Dok, atas pernikahan keduanya,” ucap Dokter Herlina dengan tersenyum yang dipaksakan.“Terima kasih,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum.Setelah itu Dokter Herlina juga berjabat tangan dengan Citra dan mengucapkan selamat.Usai turun dari pelaminan, Dokter Herlina segera keluar dari aula hotel menuju mobilnya yang ada di area parkir. Ia menangis tersedu-sedu di dalam mobilnya.“Kenapa sesak
BAB 198Citra pun memajukan bibirnya. Tiba-tiba ia manyun lalu melipat kedua tangan di depan dada dan memalingkan muka dari Dokter Ardian.Dokter Ardian sudah bisa menebak kalau Citra bakal mengambek seperti itu. Ia pun tersenyum lalu menarik lengan Citra agar menghadap ke arahnya.“Ciye … ngambek,” goda Dokter Ardian.Citra tetap kekeh pada posisinya. Ia tidak mau menghadap dan menatap Dokter Ardian.“Aku bercanda, Cit. Ya ampun … masa baru jadi pengantin baru udah marah-marah sih?” bujuk Dokter Ardian.“Aku sayang dan cinta kok sama kamu. Kalau nggak cinta, mana mungkin aku nikahi kamu. Apalagi dengan pesta yang sangat mewah kayak gini. Pesta kayak gini habis uang banyak loh. Dan itu aku lakukan buat bahagiain kamu. Masa kamu kasih ragu sama aku,” ucap Dokter Ardian di samping pipi Citra. Sesekali ia juga menciumi pipi serta leher Citra yang sontak membuat Citra merasa geli.Citra mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia merasa mual dan ingin muntah. Dengan segera ia turun dari tempat ti
BAB 199Keesokan harinya, Dokter Ardian mengajak Citra berangkat ke rumah sakit bersama. Sedangkan Nizam dijaga Ayu dan Bik Yati di rumah. Bu Ratna sudah pulang ke kampung karena ia merasa tidak nyaman tidur di rumah besar.Dokter Ardian dan Citra sudah sepakat untuk menjadikan Ayu pengasuh Nizam. Jadi, Citra tidak akan cemburu pada Ayu karena masih saudara dengannya.Sesampainya di parkiran Rumah Sakit Husada, Dokter Ardian dan Citra segera turun dari mobil. Mereka berjalan beriringan menuju ruang poli kandungan. Di tengah perjalanan, Dokter Ardian menggandeng tangan Citra.“Nggak usah gini lah, Mas. Malu dilihat orang,” ucap Citra seraya berusaha melepas tangannya yang dipegang Dokter Ardian.“Nggak apa-apa lah. Kan gandengan sama istri sendiri,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum.Dokter Ardian sengaja melakukan itu karena iya yakin saat ini Dokter Herlina sedang melihatnya.Dugaan Dokter Ardian benar. Dokter Herlina memang baru saja sampai di area parkir rumah sakit dan melihat
BAB 200Sesampainya di apotek rumah sakit, Yeni menyodorkan kertas resep pada staf pegawai apotek.“Kwitansinya mana?” tanya Wulan, staf pegawai apotek. Karena di Rumah Sakit Husada, untuk menebus resep obat harus disertai kwitansi alias harus bayar dulu.“Itu disuruh Dokter Ardian. Katanya akan dibayar nanti. Biar obatnya dibawa pulang dulu sama istrinya,” jawab Yeni malas.“Istrinya? Si Citra? Ini kan vitamin ibu hamil. Dia sudah hamil? Berapa minggu? Padahal baru kemarin kan nikah?” sahut Wulan terkejut setelah melihat isi resep obat itu.“He.em, siapa lagi istri baru Dokter Ardian kalau bukan si Citra? Tadi saat periksa sih, katanya udah sebelas minggu. Hampir tiga bukan kan? Gila si Citra, mau aja hamil duluan sebelum dinikahi,” tukas Yeni agak sewot.“Biarin lah. Itu urusan dia. Aku siapin dulu ya obatnya,” pungkas Wulan lalu bergegas pergi menyiapkan obat sesuai resep yang ditulis Dokter Ardian.Sementara itu di ruang poli kandungan, Citra duduk di kursi pasien yang ada di hada
BAB 201Dokter Ardian baru saja sampai di rumah. Sedari tadi ia sudah sangat tidak sabar untuk segera pulang. Ia sangat bahagia karena akan segera punya anak lagi. Beberapa kali ia juga mengirim pesan pada Citra agar segera meminum vitamin, jangan lupa makan, banyak-banyak istirahat, dan masih banyak yang lainnya. Ia tidak mau abai seperti pada Nadia dulu, hingga akhirnya penyesalan pun ia rasakan karena tidak sempat memberikan perhatian lebih pada Nadia.Setelah turun dari mobil, Dokter Ardian berjalan memasuki rumah dengan tidak sabar. Ia naik ke lantai dua di mana kamarnya dan Citra berada. Ketika melewati kamar Nizam dan Ayu, ia melihat Ayu yang memakai pakaian Citra tengah mengganti pakaian Nizam. Karena Ayu posisinya membelakangi pintu, Dokter Ardian mengira itu adalah Citra. Dengan segera ia masuk ke dalam kamar itu lalu memeluk tubuh Ayu dari belakang.Ayu yang tiba-tiba dipeluk dari belakang pun terkejut dan merasa geli. Ia pun segera menjerit dan menginjak kaki Dokter Ardian
BAB 202“Kok jadi nyalahin aku sih, Mas?” sungut Citra dengan cemberut. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil memalingkan muka dari Dokter Ardian.“Ya … kan akunya jadi salah peluk,” gerundel Dokter Ardian.Citra tidak menggubris ucapan Dokter Ardian.“Bagaimana kalau hari Minggu kita ajak Ayu belanja pakaian? Sekalian kamu juga beli baju hamil. Bentar lagi kan perut kamu bakal makin besar, Cit,” cetus Dokter Ardian seraya mengelus perut Citra.“Ya,” balas Citra setuju meskipun masih jutek.*Malam hariDokter Ardian dan Citra turun ke lantai bawah bersama-sama. Sesampainya di meja makan, Ayu sudah menunggu mereka berdua di sana. Ada rasa canggung antara Ayu dan Dokter Ardian karena kejadian tadi sore.Dokter Ardian menarik kursi ke belakang untuk Citra. Setelah Citra duduk, ia pun melakukan hal yang sama di samping kursi Citra. Sesaat kemudian, ia menatap Ayu yang menundukkan pandangannya karena merasa tidak enak.“Ayu, maaf ya untuk yang tadi sore. Saya tidak sengaja. Saya