“Apa yang sudah Bapak lakukan terhadap ibu saya?” Wajah laki-laki berusia dua puluh enam tahu itu terlihat memerah dengan api amarah menyala-nyala.“Saya tidak melakukan apa pun terhadap ibu kamu.”“Bohong!”“He, kamu! Berani membentak orang yang sudah menyekolahkan kamu dan menjadikan kamu ‘orang’ seperti ini?!” Aditya yang sudah tidak sabar melihat ketidak sopanan Malvin berdiri lalu menarik kerah baju laki-laki berambut cepak itu.“Pak Adit tidak usah ikut campur!” Bentak Malvin.“Saya wajib ikut campur, dong. Kamu tahu Malvin? Ibu kamu itu penjahat ulung. Dia sudah berusaha membunuh istrinya Dewa, meneror dia, bahkan membayar orang untuk mempe*kosa istri majikannya. Dan kamu lihat?” Sambil menatap sinis wajah lawan bicaranya, Aditya menggulung lengan baju Sadewa, menunjukkan luka bekas tembakan yang masih dibalut perban. “Ini juga perbuatan ibu kamu. Dia menyuruh orang untuk menembak Sania, tapi malah mengenai lengan Dewa. Apa kamu belum percaya juga kalau ibu kamu itu seorang pen
“Sandy, tolong bawa Malvin ke ruangan saya!” perintah Aditya pada salah satu bawahannya.Dan tidak lama kemudian Malvin di giring ke dalam ruangan, didudukkan di sebuah kursi dan Aditya segera melepas borgol yang melilit tangan anak Darmi.“Kamu liat semua perbuatan ibu kamu. Apa kamu masih tidak percaya kalau dia seorang penjahat?!” sentak Aditya geram. Merasa kesal dengan tingkah Malvin yang terkesan tidak tahu diri itu. “Ini juga, kamu liat rekaman video di ponsel Ica. Liat kalau mata kamu belum siwer!!”“Saya minta maaf karena sudah tidak mempercayai Bapak dan Pak Dewa!” Malvin menunduk malu.“Minta maaflah kepada Sadewa, karena kamu sudah menyakiti perasaannya. Harusnya kamu berterima kasih. Bukan malah berbuat kurang sopan seperti tadi. Dewa itu menyayangi kamu seperti menyayangi anaknya sendiri.”“Iya, Pak!”Aditya kembali menunjukkan beberapa video yang tersimpan di laptop Clarissa sampai dia tidak menyadari kalau Malvin tengah membuka laci meja kerjanya dan mengambil senjata
“Ca, buka pintu. Ini Abang!” Clarissa berjingkat kaget dan tersadar dari lamunan ketika pintu diketuk dengan nyaring. Ragu-ragu dia memutar anak kunci, menekan knop pintu dan bernapas lega saat melihat siapa yang berdiri di muka pintu.“Sudah kelar, Om?” tanyanya sambil menatap wajah lelaki berusia empat puluh enam tahun yang sedang tersenyum semringah di hadapannya.“Sudah. Ayo! Abang antar kamu pulang. Tapi temenin Abang makan dulu ya. Abang lapar!”Wanita bergaun soft pink sebatas lutut itu mengangguk setuju karena cacing-cacing dalam perutnya juga sudah berdemonstrasi menuntut untuk diisi.“Barja, kamu pulang sendiri saja. Ica biar sama saya. Kalo Bu Maryam atau Sania bertanya, bilang saja kami sedang berkencan, merayakan hari jadian kami!” kelakar Aditya seraya merangkul pundak wanita yang ada di sebelahnya dan masuk ke dalam mobil sebelum Barja sempat menjawab ucapannya.Mobil minibus milik pria berkumis tipis itu menepi di depan sebuah restoran. Dia segera menarik tuas pintu, m
Hai! Hai! Assalamualaikum reader setia emak. Jangan lupa baca karya emak yang lainnya juga dengan cara klik di pencarian dengan judul: -Wanita yang Kunodai (on going) -Benih siapa di rahim istriku? (Tamat) -Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang (Tamat) Lalu masukkan ke dalam daftar bacaan kalian kemudian beri ulasan serta rating bintang lima, follow akun emak dan jangan lupa juga tinggalkan jejak di kolom komentar supaya emak tambah semangat up bab barunya. Terima kasih buat reader yang selama ini sudah setia mengikuti karya-karya emak, sebab tanpa kalian emak bukan siapa-siapa. Thank you so much. Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah Subhanahu wata'ala 😘😘😘
"Silakan lakukan kalo Mama berani. Aku pastikan Ayah dan Bang Adit tidak akan memberi ampun sama Mama, apalagi sampai melepaskan Mama!" Clarissa mengancam balik. Aditya yang merasa namanya disebut dengan embel-embel 'Bang', tersenyum semringah dan langsung memasang wajah serius serta jemawa. "Maaf, ibu yang pake baju hijau!" Dia menunjuk salah seorang perempuan yang tengah merekam kejadian dan memintanya untuk menghampiri dirinya. "Ma--maaf, Pak. Saya cuma iseng-iseng merekam. Kalo Bapak tidak berkenan akan saya hapus!" Wajah si ibu tampak ketakutan. "Tidak perlu takut, Bu. Saya seorang anggota polisi dan saya akan meminta video yang ibu rekam tadi sebagai barang bukti untuk menjebloskan mantan mertua calon istri saya ke penjara," ucap Aditya kemudian, membuat mamanya David bertambah ketakutan. "Pak, saya tadi cuma bercanda loh. Saya nggak serius ngancem Ica. Lagian Enjel itu kan cucu saya. Mana mungkin saya berani menculik dan menjualnya. Tolong jangan penjarakan saya, Pak Adit.
Kevin tertawa mendengar kabar tersebut, merasa lucu saja jika sang kakak benar-benar menikahi sahabat ayahnya itu.“Kenapa kamu ketawa seperti itu, Kevin? Ada apa? Memangnya nggak boleh, saya nikah sama Ica?” Timpal Aditya yang ternyata sudah berdiri tidak jauh dari tempat kevin serta Sania bercengkerama.“Ya lucu saja, Om. Om kan ... ya sudahlah. Asalkan Om setia dan menyayangi kakak saya. Usia nggak jadi penghalang. Yang penting saling mencintai!” Kevin menjawab sambil menahan tawa.“Tumben kamu lempeng, Vin?”“Kan sudah berguru sama Om waktu saya dipenjara!” kekehnya lagi.Tidak lama kemudian Clarissa keluar sambil menggendong Angel putrinya. Senyum terkembang di bibir merah perempuan itu, apalagi ketika melihat Lisa bersama putrinya datang bertamu untuk pertama kalinya.“Alhamdulillah akhirnya kamu mau main ke rumah juga, Sa. Kakak seneng kamu dateng,” ucap wanita berambut ikal itu seraya menyalami sang adik ipar.“Terima kasih, Kak.”“Hayo masuk ke dalam. Kita ngobrol-ngobrolnya
“Saya terima nikah dan kawinnya Clarissa Arabella binti Veronika untuk diri saya, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas dan semangat empat lima Aditya mengucap ijab qobul di depan penghulu juga beberapa orang saksi, memindahkan tanggung jawab serta dosa-dosa wanita yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya.Clarissa menghampiri lelaki yang kini menyandang gelar suami, menyalami dan mencium bagian punggungnya dengan takzim, disambut ciuman hangat di kening dan Aditya segera membacakan doa setelah ijab kabul.“Alhamdulillah. Akhirnya aku bisa menghalalkan anak kamu, Wa,” ucap Aditya ketika kedua mempelai disuruh sungkeman.“Coba sekali lagi kamu panggilan saya apa?” Kedua manik hitam lawan bicaranya melotot, menatap sang menantu yang tidak ada sopan-sopannya sama sekali.“Lah, saya harus panggil apa, Wa?”“Wa! Wa! Hargai saya sedikit lah, Dit. Saya ini ayahnya Ica dan Ica istri kamu. Otomatis kamu sudah menjadi menantu saya. Harusnya kamu panggil saya ayah. Ja
“Abang ngapain? Kok malah olah raga?” tanya Clarissa seraya menatap bingung ke arah suaminya.“Sayangku itu bagaimana sih? Tadi katanya Abang suruh pemanasan. Sekarang malah ditanya lagi ngapain?”Hah? Mulut perempuan berambut ikal itu menganga lebar.Seriusan ini laki nggak mudeng pemanasan? Pikirnya.“Bang, maksud aku pemanasan itu bukan seperti itu. Tapi...Ah, masa Abang tidak tahu. Kan aneh, Abang ini duda, masa nggak paham pemanasan sebelum perang?” Kedua bulat bening milik Clarissa terus saja menatap wajah Aditya yang terlihat basah oleh keringat juga sudah ngos-ngosan.“Sebenarnya, Abang belum pernah perang sebelumnya, Ca. Abang...” Dia menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. “Abang dulu belum sempat kikuk-kikuk sama mantan istri Abang. Dia menolak disentuh sama Abang, dan ternyata setelah beberapa bulan usia pernikahan kami, Abang baru tahu kalau dia sedang mengandung benih orang lain!”“Ya Allah, Bang. Miris sekali kisah cinta Abang dulu. Berarti Abang duda perjaka, don