Tangis sahabat seperjuangannya itu semakin pecah ketika melihat sang mertua datang. Sadewa ikut duduk di lantai, menatap lemas dengan air mata sudah merebak dari balik kelopak.“Maaf, Pak. Silakan anak-anaknya diazani dulu!” Seorang perempuan berseragam khas perawatan keluar sambil tersenyum, menyuruh Aditya segera masuk untuk mengazani anak-anaknya.Sambil menghapus air mata laki-laki berkumis tipis itu berjalan masuk, menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah dan menciumi pipinya sambil menangis.“Jangan cengeng, Abang. Masa seorang penembak jitu nangis sesenggukan begini?” ucap Clarissa sembari menerbitkan senyum.“Iya, Ca. Saking jitunya Abang nembak, sekali jadi langsung tiga! Makanya Abang terharu dan melihat perjuangan kamu melahirkan ketiga anak kita. Padahal, dokter kemarin Cuma bilang kalau kamu hamil kembar. Abang pikir Cuma dua. Ternyata malah tiga!” Aditya kembali mengusap air matanya.“Alhamdulillah, Bang. Rezeki kita langsung dikasih amanah banyak sama Allah. Ting
"Aduh, Om. Sakit. Pelan-pelan masukinnya!" pekik Sania membuat Clarissa, anak Dewa yang kebetulan lewat di depan kamar sang ayah langsung menghentikan langkah."Habis sempit banget, San. Aku udah nyoba tapi tetap nggak bisa masuk!" Terdengar suara Dewa membuat anak perempuannya meneguk saliva dengan susah payah."Aduh!! Kalo nggak bisa jangan dipaksa dong, Om. Memangnya Om pikir nggak sakit!!""Iya, sabar. Namanya juga masih baru dan belum pernah dipake!""Udah, ah, Om. Aku nggak kuat, sakit banget."Carissa bergidik ngeri membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh ayah juga Sania ibu tirinya, yang seharusnya siang tadi bersanding dengan Kevin--adiknya yang paling bungsu.Namun, di detik-detik sebelum acara sakral itu dimulai, seorang perempuan dengan perut membesar menghentikan rombongan pengantin yang sudah siap-siap berangkat menuju rumah mempelai perempuan."Aku sedang mengandung anaknya Kevin, Om. Jadi tolong jangan nikahkan dia dengan Sania. Bagaimana nasib anak yang sedang aku
Sadewa memutar balik kendaraan karena tiba-tiba merasa gelisah. Dia terus saja memikirkan sang istri yang dia tinggal bersama anak-anaknya di rumah, membatalkan pertemuan dengan kolega yang menghubunginya dan meminta dia untuk bertemu saat itu juga, padahal jarum jam sudah menunjuk ke angka sebelas malam.Perasaan resah yang terus saja menyelimuti hati membuat dia memutuskan untuk kembali. Tidak masalah jika harus kehilangan investor, asalkan tidak terjadi sesuatu kepada Sania, wanita yang baru dia nikahi beberapa jam yang lalu.Dengan mengayunkan langkah cepat Sadewa menaiki anak tangga menuju kamarnya, dan debaran di hatinya kian bertambah saat mendengar suara aneh di dalam kamar."Apa yang sedang kamu lakukan, Anak S*alan!" Tanpa basa-basi Sadewa menarik tubuh putranya dari tubuh Sania, menyeretnya keluar lalu menghadiahi pukulan tanpa ampun."Siapa yang mengajarkan kamu untuk berbuat asusila, Kevin?! Sania itu istri ayah kamu, wanita yang wajib kamu hormati!" sentak Sadewa dengan
POV Sania.Berjalan melewati Om Dewa yang sedang menggulung lengan kemeja, hatiku teriris sakit merasa dipermainkan oleh dia juga putranya.Kemarin, aku dipermalukan di depan semua orang oleh Kevin, sampai-sampai dicap sugar baby karena harus menikah dengan laki-laki yang lebih pantas menjadi ayahku. Dan semuanya tidak berakhir sampai di situ. Kevin berusaha merenggut paksa kehormatanku tepat di malam pertama aku menjadi ibu tirinya, sampai aku merasa sedikit traum akibat ulahnya itu.Jika Om Dewa terlambat beberapa menit saja, mungkin saat ini hidupku sudah hancur sehancur hancurnya.Sekarang, Om Dewa yang menancapkan luka di dada, dengan cara mendatangkan istri tuanya ke rumah yang kami tinggali.Kenapa titian takdir hidup jadi penuh duri yang malukai, Tuhan. Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan sehingga Engkau menghukum diriku seberat ini?Duduk di kursi balkon, menatap dedaunan yang mulai meranggas di jalanan komplek. Gersang seperti hati ini. Tanpa terasa air bah nan asin sudah
Buru-buru turun dari tempat tidur, menutup jendela dan aku lihat ada dua orang berbaju serba hitam serta berkacamata sedang menatap ke arah kamar Om Dewa. Aku lekas menutup tirai rapat-rapat juga mengunci pintu kamar, takut ada yang masuk ke dalam bilik dan berbuat jahat kepadaku.Tok!Tok!Tok!Aku terkesiap ketika mendengar suara nyaring pintu diketuk."Lindungi aku, ya Allah," ucapku menahan takut luar biasa.Keringat sebesar-besar biji jagung mulai menyembul dari balik pori-pori, tenggorokan mendadak kering dan tubuh mulai gemetar."San, kamu ada di dalam 'kan?" Terdengar suara Clarissa memanggil namaku.Lekas berlari ke arah pintu, memutar anak kunci dan segera menyuruh Clarissa untuk masuk ke dalam kamar dan kembali menguncinya kembali."Ada apa, San? Kok wajah kamu pucet banget?" tanya Clarissa terlihat begitu khawatir melihat keadaan diriku."Ada yang mengawasi kamar ini. Tadi aku dapat telepon misterius, dan dia juga mengirimkan pesan berupa ancaman kepadaku!" Aku menjawab se
Sadewa membuka mata perlahan, tersenyum penuh arti saat melihat seprai kamarnya yang sudah acak-acakan dan ada bercak merah di sana.Pemilik rahang tegas serta wajah penuh kharisma itu terus saja menyunggingkan bibir bahagia, karena mendapatkan apa yang tidak pernah ia dapatkan dari Veronika dulu. Wajahnya terlihat lebih ceria, semangat dalam dada kian membara menyambut pagi dengan penuh rasa suka cita.Ditengoknya jam yang tergeletak di atas meja, dan ternyata sudah pukul lima pagi.Tidak lama kemudian Sania keluar dari kamar mandi, berjalan dengan hati-hati Manahan nyeri akibat perbuatan sang suami.Lagi, Sadewa tersenyum bahagia, apalagi ketika melihat jejak cinta di leher Sania.“Om Dewa kenapa pagi-pagi udah senyum-senyum begitu. Masih sehat ‘kan?” tanya Sania sedikit ragu.“Enggak, Sayang. Terima kasih untuk yang semalam.”“Ish!! Jangan dibahas. Aku malu. Mendingan sekarang Om mandi dan kita salat!”“Siap, Bos!!”Sadewa segera mengambil handuk yang diulurkan oleh istrinya, menga
Sambil bersenandung riang perempuan berusia dua puluh dua tahun juga salah satu lulusan terbaik di pesantren tempat dia menimba ilmu dulu segera berganti pakaian, memoles sedikit lipstik di bibirnya membuat pria yang sedang duduk di bibir ranjang kian terpesona.“Om Dewa nggak ganti baju?”“Aku begini saja, San. Masih keliatan tampan, kok!” seloroh Sadewa direspons dengan kerucutan bibir oleh istrinya.Walaupun terasa sedikit malas dan lelah si pemilik tubuh atletis berjalan keluar, menggandeng tangan Sania menuruni anak tangga menuju lantai dasar.“Kaya kereta, gandeng terus!!” celetuk Clarissa ketika melihat tangan ayah serta ibu tirinya saling menggamit satu sama lain.Mendengar ucapan si sulung wajah Sadewa langsung memerah tapi bukan karena marah. Clarissa juga mulai berani meledek sang ayah karena semenjak menikah lelaki yang teramat dia hormati tidak lagi mudah tersulut emosi. Banyak sekali perubahan positif yang dia rasa, karena kehadiran Sania sebagai ibu tirinya justru membu
“Iya, Pak.”Mereka berdua kemudian pergi ke sebuah pusat perbelanjaan, menghampiri toko berlian paling terkenal di Jakarta dan membeli kalung berliontin hati untuk Sania.Semoga saja istriku senang dengan hadiah ini. Gumam Sadewa dalam hati.“Kamu kembali ke kantor naik taksi onlen saja, Lia. Saya mau pulang ke rumah!” Sang pemilik alis tebal itu melirik benda bulat berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangan, karena merasa sudah lama sekali berada di luar rumah meninggalkan Sania.Masih jam satu siang. Tapi rasanya sudah kangen banget sama Sania. Gumamnya lagi.Emilia mengernyitkan dahi melihat perubahan aneh bosnya. Di mata wanita berambut sebahu itu Sadewa terlihat lebih fresh, tidak segalak biasanya dan bahkan ketika dia melakukan kesalahan karena lupa membawa salah satu berkas yang dibutuhkan sang atasan tidak marah sama sekali. Dia hanya ditegur, lebih tepatnya diingatkan.“Next time jangan teledor kalau bekerja.” Hanya itu yang dikatakan oleh Sadewa, dan itu membuat se