Rose jatuh dalam pelukan petugas pemadam kebakaran, saat pria itu menarik tubuh Rose ketika dia hendak mengangkat sisa pintu kayu dari lemari di kamarnya. Api menyembur keluar dari balik pintu kayu yang tebal itu. Ternyata ada lubang besar di bawah kayu di mana masih ada sisa pembakaran dari lantai satu.
Api itu hampir saja mengenai tubuh Rose, jika saja petugas tersebut tidak segera menarik tubuhnya. Rose bisa merasakan hawa panasnya meskipun mereka sudah berada di jarak aman. Wajah Rose seketika pucat pasi merasakan bahaya yang hampir saja menimpanya. Dalam hatinya dia mengucap syukur karena masih bisa selamat, mengingat masih banyak orang yang bergantung padanya.
'Aku harus hidup dan kuat untuk keluargaku.'
"Kita harus segera turun, Nona. Saya khawatir ada anak api lain yang masih terjebak." Petugas tersebut menarik tangan Rose untuk segera turun.
"Tapi, Tuan. Dokumenku-- akte lahir anakku …." Rose kebingu
Rose masuk dengan mengendap-endap ke dalam kamar. Dia melihat ayahnya tidur dengan nyenyak hanya berselimutkan kain tipis yang lembab, sementara Dulce memeluk Kenzie di ranjang yang sempit. Rose mengusap sisa-sisa air mata yang masih saja mengenang di wajahnya, dia memutuskan untuk menenangkan diri di kamar mandi.Tidak ada air hangat di dalam kamar mandi kecil itu dan bau dari toilet yang sedikit tersumbat menyengat penciuman Rose. Sudut-sudut lantai kamar mandi tampak menguning dan selokan pembuangan airnya pun berkarat dan penuh dengan rambut rontok. Tampak rembesan air di atap dan dinding ruangan sempit tersebut."Aku harus memindahkan mereka semua dari penginapan ini," gumam Rose.Rose mengikat rambut hitam sebahunya ke atas dan menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Kesedihan amat sangat jelas terlih
"Ya, dia orangnya. Gara-gara gadis ini, ruko kami pun hampir terbakar." Seorang wanita gemuk menunjuk ke arah Rose dengan mata melotot. "Bukan itu saja, kamu tahu 'kan kalau tokoku selisih tiga gedung dari dia, pelangganku jadi kabur dan ada beberapa dari mereka yang tidak bayar setelah membeli makanan." Wanita lain dengan tubuh yang tak kalah gemuk dan berambut ikal menatap Rose dengan sinis. "Huh! Pelanggan yang hendak membuat tato, juga kabur semua. Coba bayangkan berapa kerugianku." Pria lain dengan rambut gondrong yang berlokasi tiga puluh metre dari lokasi kebakaran tak mau kalah menyudutkan Rose. "Kau tahu, Rose, tokoku ada tepat di sebelah tokomu. Gara-gara kebakaran itu, pelanggan kabur tanpa membayar pakaian yang mereka coba." Wanita Bertubuh tinggi kurus mendengus kesal. Lebih dari sepuluh orang yang datang di kantor polisi untuk menyudutkan dan melaporkan kerugian mereka akibat kebakaran. Tak ada seorang pun yang bersimpati atau sekedar me
Rose tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Tangan gadis itu gemetaran, saat membaca dokumen perjanjian yang jelas terdapat tanda tangannya di sana. Dia tidak mengingat pasal mengenai biaya sewa yang akan hilang jika terjadi kerusakan gedung seperti musibah kali ini. Semua yang tertulis di sana, Rose juga tidak dapat membuktikan karena semua dokumen miliknya telah menjadi abu.Tubuh wanita itu menjadi lemas. Dia memegang kepalanya yang terasa sangat pusing, setelah seharian meresahkan banyak hal, Rose lupa jika dia belum mengisi perutnya dengan apapun kecuali air putih. Gadis itu memejamkan mata, berusaha menguatkan diri agar tidak jatuh pingsan."Jangan pura-pura sakit, sudah jelas semua yang tertera di sana. Ayo, cepat dibayar." Tuan Oswaldo pemilik gedung tanpa belas kasihan menghardik Rose."Tuan, tahan emosi Anda." Petugas kepolisian itu merasa kasihan dengan keadaan Rose. Pria tersebut kemudian menyodorkan segelas teh manis untuk Rose dengan mengacuhkan
Rose terpaku mendengar ucapan polisi tersebut. Apa yang akan terjadi pada ayah dan keponakannya jika sampai dirinya di penjara? Rose semakin pusing dan gelisah. Rasa takut begitu kuat mendera, menjadikan seluruh tubuh gadis itu menggigil dengan keringat dingin yang menetes.Dia melirik ke arah papan nama yang ada di meja, Polisi tersebut bernama Sebastian. Rose mengangkat kepalanya perlahan dan menoleh ke arah wajah-wajah yang sejak tadi membuli dirinya. Aneh, tidak terlihat rasa senang ketika tawaran untuk memenjarakan dirinya dilontarkan Sebastian."Kalau dia dipenjarakan, apakah kami masih bisa mendapatkan ganti rugi?" Pertanyaan Tuan Oswaldo menjelaskan keheranan di hati Rose.Wanita itu tertawa dalam hati, mencemooh pikirannya sendiri yang mengira jika semua orang bersimpati, kasihan padanya. Sungguh kenyataannya mereka semua hanya mengkhawatirkan uang ganti rugi tersebut. Benar, uang dan mantan tetangga siapa yang akan memilih mantan?"Aku akan menc
"Hmph!" Rose terkejut ketika Robert tiba-tiba mendorongnya ke dinding gang.Pria itu menghimpit tubuh Rose sehingga tidak ada celah baginya untuk bergerak. Wajah mereka sangat dekat nyaris bersentuhan hanya terbatas pada masker yang menutupi sebagian wajah Robert.Rose bahkan bisa mendengarkan deru napas Robert dan detak jantungnya. Bahkan yang paling tidak dapat dihindarinya adalah aroma maskulin pria itu yang menyeruak masuk dalam rongga pernapasannya.Tatapan mata biru Robert begitu dingin menghujam ke arah manik mata hitam Rose. Namun, wanita itu tidak terlihat gentar, melainkan penuh keberanian memberikan pandangan yang menantang. Rose merasa gusar dan tidak nyaman dengan tubuh Robert yang mengintimidasi dirinya."Lepas--" Rose tidak dapat melanjutkan kalimatnya, karena dengan gerakan cepat tangan Robert membekap dirinya.Rose melotot dengan tindakan Robert, dia memberontak dan secepat itu pula tangan Robert menarik pinggangnya seh
"A--apa yang kau lakukan di sini?" Rose mendorong tubuh Robert menjauh dari pintu kamar losmen itu. Dia tidak menyangka jika pria itu akhirnya mengetahui tempat persembunyiannya. Rose mantap Robert dengan perasaan was-was, dia khawatir jika lelaki itu akan memaksa mengambil Kenzie darinya, saat ini. "Kau menyembunyikan anakku di tempat seperti ini?" Robert menatap jijik ke arah pintu di belakang Rose. Wanita itu menelan ludah menghilangkan rasa bersalah dan kegugupannya. Dia juga tahu, jika losmen ini jauh dari pantas untuk ditinggal seorang bocah kecil. "Ini hanya sementara, aku akan menemukan tempat tinggal untuk kami semua," jawabnya tegas dengan sorot mata angkuh. "Serahkan anak itu padaku, Rose, maka bebanmu akan berkurang satu." "Menyerahkan? Bukankah kau tidak pernah menginginkan dirinya, kenapa tiba-tiba kau sekarang begitu menginginkan Kenzie?" Rose berisik dengan sinis. Dia
Bukanlah hal yang mudah bagi Rose untuk menemukan tempat tinggal nyaman dan murah. Semua tempat yang dia tuju sudah penuh. Beberapa gedung apartemen tidak memiliki lift yang tentunya akan menyulitkan untuk Romeo, sehingga Rose terpaksa mengurungkan niat untuk menyewa.Dia terus berjalan dengan Kenzie di sisinya. Anak kecil itu tidak mengeluh sama sekali, karena Rose membuat Kenzie merasa jika mereka sedang melakukan petualangan mencari harta karung dalam gedung-gedung tua."Kenapa kau tidak tinggal di perumahan dinas sosial saja?" Saran sinis dari salah satu pemilik gedung yang merasa jengkel pada Rose, karena tidak jadi menyewa. Rose hanya menjawab perkataan itu dengan senyuman sebelum berlalu.Tinggal di Rumah perlindungan dinas sosial bukanlah hal yang mudah bagi Rose. Pemerintah hanya memberikan perlindungan selama beberapa hari. Hal yang lebih mengkhawatirkan bagi wanita itu adalah bagaimana jika mereka menemukan Kenzie dan merampas anak itu darinya.
Di apartemennya yang mewah, Robert termangu seorang diri dalam ruang besar yang kosong. Dia duduk di beranda, menatap ke arah gemerlap malam kota Miami. Hiruk pikuk dunia malam di bawah sana berbanding terbalik dengan kesunyian hatinya.Pria itu duduk diam sambil menikmati segelas anggur merah dalam gelas cembung di tangannya. Netra birunya terlihat dingin, sedingin hembusan angin malam. Kehangatan dari anggur tersebut tak mampu membuat perasaannya menjadi hangat.Robert menghela napas dan menoleh ke arah handphone yang tak berhenti berdering. Tak terlihat keinginan untuk menjawab panggilan tersebut. Dia bahkan mematikan ponselnya."Robert, bawa anak itu kembali dalam keluarga kita, segera. Bagaimana kau bisa membiarkan benihmu tercecer sembarangan, apa dirimu tidak khawatir berita itu tersebar dan nama baikmu menja