Rose memeluk Kenzie dengan erat. Tubuhnya gemetaran mengingat jika baru saja dia akan kehilangan bocah kecil itu. Pertengkaran Rose dengan Robert membuat Kenzie terbangun. Bocah itu menangis dengan keras.
"Cup … cup, Sayang. Semua baik-baik saja." Rose menepuk punggung Kenzie dengan lembut dan sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bocah tersebut menjadi lebih tenang.
"Rose … kenapa kau marah pada pria tadi. Dia hanya hendak membantu kita." Romeo tidak dapat mengenali Robert Miller karena topi yang dikenakannya.
"Jangan percaya pada siapapun itu, Dad. Kau hanya boleh mempercayai aku. Ingat itu, Dad." ujar Rose dengan tegas.
Wanita itu sangat cemas jika kejadian yang sama akan terulang lagi. Dia menebarkan pandangannya ke sekeliling jalanan terutama ke arah di mana Robert menghilang. Rose takut jika pria itu masih berdiri di suatu tempat untuk kemudian muncul kembali.
"Kalian tidak apa-apa?" Petugas pemadam kebakaran menatap ke arah Rose dan keluarganya.
"Kami tidak apa-apa." Rose tersenyum tipis pada pria di hadapannya dengan mata sedih. "Pak, aku akan membawa keluargaku ke penginapan terdekat dan kembali dengan segera."
"Baiklah, Nona. Salah seorang petugas yang sedang menginvestigasi akan menantimu setelah dia selesai."
"Terima kasih." Rose mengangguk hormat kepada petugas itu.
Rose meminta pada Dulce untuk membantu Romeo bangun dari duduk. Mereka berjalan menuju penginapan terdekat yang berjarak sepuluh menit dengan berjalan kaki. Keadaan Romeo yang kurang sehat membuat pria itu berjalan dengan susah payah.
"Aunt Rose, kenapa kita berjalan ke arah yang berbeda?" Kenzie yang sudah tidak menangis lagi menyeka air matanya. Bocah itu memandang Rose dengan heran.
"Kita akan menginap di hotel malam ini." Rose mengecup pipi Kenzie yang terasa dingin.
"Kenapa tiba-tiba? Ayo pulang dulu, Kenzie belum bawa spidermen dan bodbod."
Hati Rose terasa pilu mendengar permintaan Kenzie. Dia menyadari jika sudah menjadi kebiasaan bagi bocah tersebut untuk mencium dan memandang robot spiderman sebelum dia tidur. Kenzie pun selalu memeluk boneka oddbods kesayangannya ketika tidur.
"Kali ini saja ya, Kenzie tidak usah tidur dengan mereka. Besok Aunty akan membawakannya untuk Kenzie, bagaimana?" Rose berusaha untuk bisa bernegosiasi dengan bocah tersebut.
"Tidak mau! Tidak mau! Kenzie mau spiderman dan bodbods." Kenzie berteriak protes.
"Besok ya, Kenzie. Lihat kasihan Grandpa sudah lelah." Rose menunjuk pada Romeo yang melangkah dengan gontai.
Perasaan wanita itu terasa sangat sesak, sesaat dia berjalan dalam kehampaan. Ramainya lalu lintas malam hari, rengekan Kenzie dalam gendongan, langkah gontai Romeo dan Dulce, semua itu berputar dalam pusaran perasaan hatinya, menghujam jauh ke dalam dasar sehingga rasa sakit itu terasa begitu kuat menyiksa.
"Rose. Rose. Roseeee!" pekikan suara nyaring dari Dulce mengantarkan kembali kesadaran Rose.
Wanita itu tanpa sadar terus berjalan melewati penginapan kecil yang berada di jalanan sempit, hingga teriakan Dulce terdengar. Rose segera membalikkan diri dan berusaha menenangkan Kenzie yang terus menangis terisak.
"Kenzie, Sayang. Bagaimana kalau kita singgah untuk membeli susu dan cemilan dulu, ya." Rose membawa Kenzie masuk ke mini market di samping penginapan.
Wanita itu membeli tiga mangkok mie instant, beberapa air mineral dan roti. Uang kontan yang dia miliki tidaklah banyak, Rose sadar dirinya harus berhemat.
"Aunty, Kenzie mau ini." Bocah kecil itu membawa sekotak besar susu coklat dan beberapa cemilan.
"Susunya yang kecil saja ya, Sayang." Rose tersenyum melihat Kenzie yang cemberut. "di hotel tidak ada lemari pendingin nanti susunya bisa rusak."
Penjelasan Rose bisa dimengerti bocah cerdas itu. Kenzie meletakan kembali kotak susu tersebut dan mengambil dua buah kotak kecil. "Dua ya?" pintanya memelas.
Rose mengangguk. Hatinya merasa sedih karena tidak bisa membelikan sekotak susu berukuran besar untuk Kenzie. Sebelum menuju kasir dia teringat akan sikat gigi dan sabun mandi. Rose kemudian membayar di depan kasir dan uang di dompet sudah berkurang dua puluh dolar.
Mereka kemudian kembali menuju ke penginapan. Rose dengan terpaksa memesan sebuah kamar yang paling kecil dengan dua tempat tidur kecil. Beruntung sekali mereka mendapatkan tempat tidur di lantai satu, sehingga tidak akan menyusahkan Romeo.
"Apa Aunt bawa baju tidur Kenzie?" Bocah itu merasa heran mengetahui jika tidak ada tas pakaian yang dibawa di dalam kamar.
Rose dan Dulce saling bertatapan dengan sedih. Pakaian yang mereka miliki saat ini adalah pakaian yang masih melekat di tubuh. Tidak ada apapun yang mereka miliki selain satu sama lain.
"Maafkan Aunty ya. Kenzie bobok dengan pakaian ini saja. Besok kita akan beli yang baru, bagaimana?"
Karena sudah merasa mengantuk Kenzie menganggukkan kepalanya. Dia segera naik ke atas tempat tidur dan tak lupa berdoa sebelum berbaring.
"Tuhan, terimakasih untuk hari ini. Kami mau tidur, lindungi Kenzie sekeluarga. Oh iya tolong jaga bodbods dan spiderman ya. Terimakasih, Tuhan." Doa polos Kenzie membuat Rose terharu.
"Kenzie bobok dengan Nanny dulu ya. Aunt Rose ada keperluan sebentar saja." Rose mengecup kening Kenzie dengan lembut.
"Dulce, jangan buka pintu untuk siapapun kecuali aku kembali." pesan Rose yang cemas Robert tiba-tiba muncul dan membawa lari Kenzie.
"Iya, Nona."
"Dad, beristirahatlah. Aku akan melihat keadaan Ruko."
Setelah berpamitan Rose bergegas kembali menuju ke ruko. Dia berlari di sepanjang trotoar tanpa memperdulikan pandangan orang lain. Sesampainya di depan ruko, Rose melihat petugas sudah menantinya.
"Nona, kau sudah datang?"
"Apa -- bagaiamana -- a--apa yang menyebabkan kebakaran?" Rose berbicara dengan terengah-engah.
Petugas tersebut menatap Rose dengan simpatik. "Konsleting listrik di dekat lemari pendingin di lantai bawah."
Tubuh Rose menggigil mendengarnya, dia selalu rutin melakukan pemeriksaan listrik, jadi bagaimana mungkin hal seperti itu bisa terjadi? Rose menatap ke arah dalam bangunan yang sudah menghitam.
"Bo--boleh saya masuk?" Rose menatap mengiba kepada petugas. Dia tidak dapat langsung masuk begitu saja karena garis kuning polisi telah di rekatkan di depan pintu.
"Aku harus melihat apakah ada yang bisa diselamatkan?"
Petugas tersebut merasa kasihan dengan keadaan Rose, dia akhirnya mengizinkan dan meminta seorang bawahannya untuk memberikan penerangan untuk Rose.
Rose masuk dan melihat seluruh isi lantai satu sudah habis terbakar. Mesin kasirnya terbuka, mungkin karena tekanan dari panas membuat kunci terbuka. Rose melihat tidak ada satupun yang bisa diselamatkan di lantai satu.
''Ya Tuhanku.'
Dengan perasaan sedih, Rose naik ke lantai dua, di mana keadaannya tak jauh berbeda dengan lantai bawah. Air matanya meleleh melihat meja di mana dia menyimpan foto keluarga dan album masa kecil Kenzie terbakar habis. Hal yang membuatnya heran adalah dinding ruangan tidak terlalu menghitam, tetapi bagaimana mungkin kebakaran itu menghanguskan semuanya.
Rose hampir memekik gembira ketika melihat spiderman dan oddbods tidak terbakar. Kedua benda itu dia temukan teronggok di bawah meja kaca yang sudah terbakar. Rose dengan berhati-hati menyingkirkan pecahan kaca dengan kakinya, untuk memungut dua benda tersebut. Dengan hati-hati dia membersihkan dua benda itu dari kotoran sisa abu.
Kini matanya mencari sebuah kotak kecil di mana dia selalu menyimpan passport, akte lahir, dan surat keterangan Green card milik Romeo. Surat berharga yang sangat penting bagi mereka yang bukan warga negara asli.
"Tidak! Tidak! Surat penting itu tidak boleh hangus." ujar Rose dengan serak sambil menyingkirkan sisa kayu yang terbakar menggunakan kakinya.
"Nona, Jangan lakukan! Itu berbahaya." Petugas menarik tubuh Rose ketika dia melihat percikan api keluar dari balik sisa pintu lemari.
Rose jatuh dalam pelukan petugas pemadam kebakaran, saat pria itu menarik tubuh Rose ketika dia hendak mengangkat sisa pintu kayu dari lemari di kamarnya. Api menyembur keluar dari balik pintu kayu yang tebal itu. Ternyata ada lubang besar di bawah kayu di mana masih ada sisa pembakaran dari lantai satu. Api itu hampir saja mengenai tubuh Rose, jika saja petugas tersebut tidak segera menarik tubuhnya. Rose bisa merasakan hawa panasnya meskipun mereka sudah berada di jarak aman. Wajah Rose seketika pucat pasi merasakan bahaya yang hampir saja menimpanya. Dalam hatinya dia mengucap syukur karena masih bisa selamat, mengingat masih banyak orang yang bergantung padanya. 'Aku harus hidup dan kuat untuk keluargaku.' "Kita harus segera turun, Nona. Saya khawatir ada anak api lain yang masih terjebak." Petugas tersebut menarik tangan Rose untuk segera turun. "Tapi, Tuan. Dokumenku-- akte lahir anakku …." Rose kebingu
Rose masuk dengan mengendap-endap ke dalam kamar. Dia melihat ayahnya tidur dengan nyenyak hanya berselimutkan kain tipis yang lembab, sementara Dulce memeluk Kenzie di ranjang yang sempit. Rose mengusap sisa-sisa air mata yang masih saja mengenang di wajahnya, dia memutuskan untuk menenangkan diri di kamar mandi.Tidak ada air hangat di dalam kamar mandi kecil itu dan bau dari toilet yang sedikit tersumbat menyengat penciuman Rose. Sudut-sudut lantai kamar mandi tampak menguning dan selokan pembuangan airnya pun berkarat dan penuh dengan rambut rontok. Tampak rembesan air di atap dan dinding ruangan sempit tersebut."Aku harus memindahkan mereka semua dari penginapan ini," gumam Rose.Rose mengikat rambut hitam sebahunya ke atas dan menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Kesedihan amat sangat jelas terlih
"Ya, dia orangnya. Gara-gara gadis ini, ruko kami pun hampir terbakar." Seorang wanita gemuk menunjuk ke arah Rose dengan mata melotot. "Bukan itu saja, kamu tahu 'kan kalau tokoku selisih tiga gedung dari dia, pelangganku jadi kabur dan ada beberapa dari mereka yang tidak bayar setelah membeli makanan." Wanita lain dengan tubuh yang tak kalah gemuk dan berambut ikal menatap Rose dengan sinis. "Huh! Pelanggan yang hendak membuat tato, juga kabur semua. Coba bayangkan berapa kerugianku." Pria lain dengan rambut gondrong yang berlokasi tiga puluh metre dari lokasi kebakaran tak mau kalah menyudutkan Rose. "Kau tahu, Rose, tokoku ada tepat di sebelah tokomu. Gara-gara kebakaran itu, pelanggan kabur tanpa membayar pakaian yang mereka coba." Wanita Bertubuh tinggi kurus mendengus kesal. Lebih dari sepuluh orang yang datang di kantor polisi untuk menyudutkan dan melaporkan kerugian mereka akibat kebakaran. Tak ada seorang pun yang bersimpati atau sekedar me
Rose tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Tangan gadis itu gemetaran, saat membaca dokumen perjanjian yang jelas terdapat tanda tangannya di sana. Dia tidak mengingat pasal mengenai biaya sewa yang akan hilang jika terjadi kerusakan gedung seperti musibah kali ini. Semua yang tertulis di sana, Rose juga tidak dapat membuktikan karena semua dokumen miliknya telah menjadi abu.Tubuh wanita itu menjadi lemas. Dia memegang kepalanya yang terasa sangat pusing, setelah seharian meresahkan banyak hal, Rose lupa jika dia belum mengisi perutnya dengan apapun kecuali air putih. Gadis itu memejamkan mata, berusaha menguatkan diri agar tidak jatuh pingsan."Jangan pura-pura sakit, sudah jelas semua yang tertera di sana. Ayo, cepat dibayar." Tuan Oswaldo pemilik gedung tanpa belas kasihan menghardik Rose."Tuan, tahan emosi Anda." Petugas kepolisian itu merasa kasihan dengan keadaan Rose. Pria tersebut kemudian menyodorkan segelas teh manis untuk Rose dengan mengacuhkan
Rose terpaku mendengar ucapan polisi tersebut. Apa yang akan terjadi pada ayah dan keponakannya jika sampai dirinya di penjara? Rose semakin pusing dan gelisah. Rasa takut begitu kuat mendera, menjadikan seluruh tubuh gadis itu menggigil dengan keringat dingin yang menetes.Dia melirik ke arah papan nama yang ada di meja, Polisi tersebut bernama Sebastian. Rose mengangkat kepalanya perlahan dan menoleh ke arah wajah-wajah yang sejak tadi membuli dirinya. Aneh, tidak terlihat rasa senang ketika tawaran untuk memenjarakan dirinya dilontarkan Sebastian."Kalau dia dipenjarakan, apakah kami masih bisa mendapatkan ganti rugi?" Pertanyaan Tuan Oswaldo menjelaskan keheranan di hati Rose.Wanita itu tertawa dalam hati, mencemooh pikirannya sendiri yang mengira jika semua orang bersimpati, kasihan padanya. Sungguh kenyataannya mereka semua hanya mengkhawatirkan uang ganti rugi tersebut. Benar, uang dan mantan tetangga siapa yang akan memilih mantan?"Aku akan menc
"Hmph!" Rose terkejut ketika Robert tiba-tiba mendorongnya ke dinding gang.Pria itu menghimpit tubuh Rose sehingga tidak ada celah baginya untuk bergerak. Wajah mereka sangat dekat nyaris bersentuhan hanya terbatas pada masker yang menutupi sebagian wajah Robert.Rose bahkan bisa mendengarkan deru napas Robert dan detak jantungnya. Bahkan yang paling tidak dapat dihindarinya adalah aroma maskulin pria itu yang menyeruak masuk dalam rongga pernapasannya.Tatapan mata biru Robert begitu dingin menghujam ke arah manik mata hitam Rose. Namun, wanita itu tidak terlihat gentar, melainkan penuh keberanian memberikan pandangan yang menantang. Rose merasa gusar dan tidak nyaman dengan tubuh Robert yang mengintimidasi dirinya."Lepas--" Rose tidak dapat melanjutkan kalimatnya, karena dengan gerakan cepat tangan Robert membekap dirinya.Rose melotot dengan tindakan Robert, dia memberontak dan secepat itu pula tangan Robert menarik pinggangnya seh
"A--apa yang kau lakukan di sini?" Rose mendorong tubuh Robert menjauh dari pintu kamar losmen itu. Dia tidak menyangka jika pria itu akhirnya mengetahui tempat persembunyiannya. Rose mantap Robert dengan perasaan was-was, dia khawatir jika lelaki itu akan memaksa mengambil Kenzie darinya, saat ini. "Kau menyembunyikan anakku di tempat seperti ini?" Robert menatap jijik ke arah pintu di belakang Rose. Wanita itu menelan ludah menghilangkan rasa bersalah dan kegugupannya. Dia juga tahu, jika losmen ini jauh dari pantas untuk ditinggal seorang bocah kecil. "Ini hanya sementara, aku akan menemukan tempat tinggal untuk kami semua," jawabnya tegas dengan sorot mata angkuh. "Serahkan anak itu padaku, Rose, maka bebanmu akan berkurang satu." "Menyerahkan? Bukankah kau tidak pernah menginginkan dirinya, kenapa tiba-tiba kau sekarang begitu menginginkan Kenzie?" Rose berisik dengan sinis. Dia
Bukanlah hal yang mudah bagi Rose untuk menemukan tempat tinggal nyaman dan murah. Semua tempat yang dia tuju sudah penuh. Beberapa gedung apartemen tidak memiliki lift yang tentunya akan menyulitkan untuk Romeo, sehingga Rose terpaksa mengurungkan niat untuk menyewa.Dia terus berjalan dengan Kenzie di sisinya. Anak kecil itu tidak mengeluh sama sekali, karena Rose membuat Kenzie merasa jika mereka sedang melakukan petualangan mencari harta karung dalam gedung-gedung tua."Kenapa kau tidak tinggal di perumahan dinas sosial saja?" Saran sinis dari salah satu pemilik gedung yang merasa jengkel pada Rose, karena tidak jadi menyewa. Rose hanya menjawab perkataan itu dengan senyuman sebelum berlalu.Tinggal di Rumah perlindungan dinas sosial bukanlah hal yang mudah bagi Rose. Pemerintah hanya memberikan perlindungan selama beberapa hari. Hal yang lebih mengkhawatirkan bagi wanita itu adalah bagaimana jika mereka menemukan Kenzie dan merampas anak itu darinya.