Eleanor baru saja selesai menyusui Kaisar ketika Maritha menemuinya untuk melapor di kamar sang bayi."Nyonya, Nyonya Dewi ingin bertemu dengan Anda."Ele sedikit mengernyit. "Mengapa dia tidak langsung masuk kesini?""Maaf, Nyonya, tapi Tuan Effendy tidak mengijinkan siapapun dari keluarga Bimantara masuk jika tidak mendapat persetujuan dari dia ataupun Anda.""Em, kamu sudah memberitahu Tuan?"Maritha menggeleng. "Nyonya ada disini, Tuan sedang di kantor, jadi saya seyogyanya memberitahu Nyonya saja."Eleanor mengangguk mengerti. Setelah memastikan putranya sudah benar-benar terlelap, Eleanor pun bergerak turun. Maritha sudah mendahuluinya. Saat ia tiba di ruang tamu, Maritha baru saja mempersilakan Dewi masuk dan duduk.Wanita itu terlihat tidak secemerlang biasanya. Gerak geriknya lemas. Ketika ia melihat Ele, Dewi bahkan tak sanggup tersenyum.Ada rasa iba yang merayap di hari Ele. Namun dia tak tahu harus menyapa bagaimana. Dia akhirnya hanya diam menunggu ibu kandungnya bicara
Chislon melirik arlojinya, itu adalah pukul empat sore, dan dia berada di bandara, menjemput kedatangan Irliana. Hari ini adalah hari jadi Ele, berdasarkan tanggal dimana ia di temukan di depan pintu panti asuhan. Tanggal itu yang kemudian di masukkan ke dalam berkas sekolah dan kartu tanda penduduk istrinya. Chislon membelikan sebuah kalung sederhana namun elegan untuk Eleanor. Dia sudah bersiap hendak memberikannya sepulang dari kantor. Namun, dia harus menjemput Irliana yang baru sampai di Indonesia sebelum pulang ke kediaman.Hanya sepuluh menit, dan Chislon mengenali sosok wanita tinggi dengan wajah pencampuran Indonesia Prancis itu melangkah dengan senyum di wajahnya yang tampak lelah."Chislon. Cela fait longtemps qu'on ne s'est pas vu. Lama tidak berjumpa," sapa Irliana, melepas kopernya sejenak dan memeluk Chislon yang membalas pelukannya dengan hangat. Irliana Legrand, sahabat masa kecil dan remaja Chislon, sekaligus cinta pertama laki-laki itu. Mereka terakhir berhubungan
Ketika Effendy terbangun pagi itu, ia merasakan sebuah kebahagiaan yang tak dapat diberinya nama.Eleanor berada dalam pelukannya. Tertidur lelap dengan ketenangan yang menggemaskan. Dia mengec*p kening istrinya. Kegiatan mereka semalam cukup melelahkan, rasanya tidak tega untuk membangunkan Eleanor.Effendy turun dari tempat tidur, melihat ponselnya di nakas bergetar. Ia meraih ponselnya dan menjauh dari ranjang, tak ingin mengganggu tidur istrinya."Hallo?" Irliana menyapa di seberang sana."Hallo, Irry.""Kamu ke kantor pagi ini?" tanya wanita itu."Hmm," "Kesini nanti jam berapa?" tanya Irry pula."Nanti aku akan menyuruh salah satu orang kepercayaanku menjemput.""Baiklah, good morning.""Morning." jawab Effendy. Dia kemudian bergegas mandi, meninggalkan Ele yang masih terlelap di peraduan mereka.***Seperti yang di janjikan Effendy, saat menjelang jam makan siang, seseorang datang menjemput Irliana di apartemen.Dia di antarkan di sebuah restoran VIP, menyewa ruangan terbuka n
Effendy kembali ke kediaman saat sudah menjelang pukul tujuh malam. Tadi sore dia sempat singgah di apartemen yang ditempati Irli hanya untuk memastikan ia baik-baik saja dan memberi tahu Irli bahwa dia akan mengantarkan Irli ke rumah yang dia sediakan besok.Ketika masuk ke dalam kamar, Effendy tidak melihat Eleanor. Dia lekas membersihkan diri kemudian bergegas ke kamar putranya untuk melihat Kaisar. Di sana, kosong.Effendy merasa tidak enak. Dimana anak dan istrinya?Dia gegas keluar, dan langsung menghela napas lega ketika melihat Eleanor menaiki tangga bersama sang putra dalam gendongannya. Bayi itu tampak anteng dan tidak rewel."Kamu sudah kembali?" Ele bertanya ketika matanya menumbuk sosok Chislon yang sudah berdiri di atas tangga."Come here...." Chislon merentangkan tangannya lalu maju memeluk Ele dan Kaisar dalam satu rengkuhan."I really Miss you both." Katanya seolah ia telah pergi bertahun-tahun. Dia melepas pelukan dan mencuri ciuman di kening istrinya, lalu mencium p
Rumah yang dimaksud Effendy untuk ditinggali Irli adalah sebuah rumah di tempat yang terpencil, harus melewati banyak liku liku dan menyusup untuk sampai ke sana.Itu adalah rumah minimalis dengan gaya Mediterania.Effendy yang keluar dari mobil bersama Irli tepat di depan rumah berhalaman luas itu menoleh pada wanita itu dan bertanya. "Bagaimana, apakah kamu menyukainya?"Irliana Legrand menoleh ke sekeliling dan mengangguk dengan antusias. "Tempat ini terlihat sempurna.""Ayo masuk," ajak Effendy.Mereka melintasi halaman dan masuk ke rumah tersebut. Setelah mereka melakukan tour singkat di dalam rumah, keduanya pun berbicara di dekat pantry dapur."Kamu tidak akan sendiri, para bodyguard akan berjaga, disini juga ada dua orang maid, mereka akan tiba besok pagi,"Irliana mengangguk."Aku harus kembali," Effendy melirik arloji. "Kalau ada apa apa hubungi aku."Dia tersenyum sebentar pada Irliana lalu hendak membalik, namun tak jadi ketika Irliana menahan tangannya. Ketika Effendy ber
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S