"Apa lagi ini Kak Edo?" Tanya Bella. Ia juga harus bersikap menghargai Edo."Hadiah kecil aja. Buka deh!"Hadiah kecil Edo bilang. Padahal kotaknya aja segede gaban."Buka deh Bel. Aku penasaran nih," ujar Vanilla.Dengan sedikit ragu pada Gara, Bella pun membuka tutup kotak itu. Di dalamnya terdapat sebuah boneka beruang berwarna biru laut yang cantik dengan ukuran jumbo. Boneka itu terbuat dari kwalitas premium yang sudah barang pasti harganya menyentuh angka jutaan."Ya, ampun. Kok Kak Edo bisa tahu sih Bella suka boneka beruang? Warna biru lagi. Cantik banget."Edo tersenyum lebar. Sebuah senyum derita untuk Gara."Hehe... Tahu dong. Soalnya Bella pernah tuh post foto di kamar yang banyak boneka jadi aku pikir pasti kamu suka boneka.""Uhh... Lucu banget bonekanya. Makasih banyak loh Kak.""Iya Bella. Sama-sama.""Kak Edo nggak adih nih. Masa Bella doang yang ultahnya di kasih surprise. Kemarin Vano ulatah dibiarin tuh.""Ya, ampun Vano bisa dikira terong makan terong aku kalo kas
"Bella pulang. Bi... Bibi Ina. Oh, hai si Putih." Bella menyapa kucing anggora Turki berwarna putih yang sedang duduk di atas sofa."Meoonggg..." Kucing itu melompat turun. Ia mengesekkan kepalanya ke kaki Bella. Bella langsung berjongkok untuk membelai si Putih."Oh, Nona Bella sudah pulang?" Tanya Bibi Ina dengan senyuman ramah.Gara berdiri di belakang Bella. Ia menenteng boneka pemberian Edo dengan kesal."Bi, ini buat Bibi aja deh." Gara memberikan boneka itu pada Bibi Ina."Ra, jangan dong," protes Bella. Ia sudah berdiri sambil menggendong si Putih."Aku bisa beliin kamu setoko yang kayak gini tau nggak Bel," kesal Gara.Bibi Ina diam saja terjebak di antara Nona Muda dan Tuan Muda."Ya, tau. Tapi itukan dikasih Kak Edo. Nanti dikira nggak menghargai pemberiannya loh kalo dikasih ke Bibi Ina.""Bodo amat ya Bel. Aku nggak suka kamu kesenengan dapet hadiah dari Edo. Nah, Bi, ambil aja." Gara memaksa Bibi Ina untuk menerima boneka besar itu."Ih, Gara. Aku suka warnanya loh," Be
Bella turun dengan memasang wajah ceria. Padahal jauh di dalam hatinya ia masih merasa marah dan sedih akibat pertengkarannya dengan Gara."Bibi Ina..." Sapa Bella tersenyum manis."Eh, Nona Muda.""Lagi apa Bi?" Tanya Bella melihat aktivitas Bibi Ina di dapur."Mau masak makan malam. Nona mau request masakan apa?""Apa aja Bella makan kok Bi. Bella kan nggak pernah pilih-pilih makanan.""Ya, siapa tahu kan Nona lagi pengen suatu menu.""Bikin ayam goreng dong Bi. Bella kangen masakan rumahan Bibi.""Oke, ayam goreng. Mau pake sayur juga?""Sayurannya terserah bibi aja.""Oke siap."Bella melihat-lihat berbagai sayuran dan bumbu-bumbuan dapur yang berserak di atas meja. Lalu Bella terpikir untuk belajar masak. Daripada ia gabut kan? Mau mager di kamar males ketemu Gara. Mau rebahan di sofa malah lebih kelihatan gabutnya."Bi, ajari Bella masak dong."Bibi Ina tersenyum."Boleh. Tumben Nona mau belajar masak. Pasti karena pengen masakin Tuan Muda ya?" Goda Bibi Ina."Mana ada Bi. Bella
Pukul sembilan malam saat Gara selesai belajar Bella sudah terlihat tidur terlelap. Memang gadis itu selalu tidur lebih dulu daripada Gara. Ia selalu melewatkan belajar. Bella tidak akan membuka buku jika tidak sedang ada PR. Sementara Gara sangat rutin belajar sebelum tidur. Gara disiplin membagi waktu. Hidupnya sangat teratur.Gara melirik Bella sekilas. Ia merebahkan tubuhnya di samping Bella. Sempat bermain gawai beberapa saat. Ia melewatkan spam chat dari Sabia. Belakangan ini Gara memang mulai kurang membalas chat dari Sabia. Waktunya habis untuk bersama Bella."Tidur yang nyenyak Bel. Besok bangun pagi," gumam Gara. Ia meletakkan gawainya di nakas lalu bersiap tidur.Seperti hari-hari lainnya saat tengah malam Bella akan bermimpi buruk. Ia selalu melihat kejadian yang sama di dalam mimpinya. Mobil yang menghantam pembatas jalan, darah yang menetes di hamparan salju, kepala yang pecah, mata yang terkeluar, lalu Bella akan menjerit histeris ketakutan saat ada lampu terang yang men
Bella membuka matanya. Tidak ada kantuk yang tersisa. Tidur berkualitas memang membuat tubuh menjadi segar.Bella menoleh. Gara masih terlelap. Tangannya setia melingkar memeluk pinggang Bella. Sepertinya laki-laki itu tetap memeluk Bella sepanjang malam yang tersisa."Jam berapa sih?" Bella meraih gawainya. Ia menghidupkan layar gawai untuk melihat jam."Wastaga jam 8!" Pekiknya kaget. Pantas tubuhnya segar. Eh, dia bangun kesiangan."Ra, Ra, bangun Ra. Kita sudah terlambat sekolah loh." Bella mengguncang bahu Gara. Laki-laki itu mengeliat.Sebenarnya tadi pagi Gara sudah bangun. Tapi karena tidak tega membangunkan Bella akhirnya hari ini ia memilih tidak sekolah. Yah, sesekali mungkin tidak apa-apa. Toh, Gara sudah sangat rajin sebagai siswa."Jam berapa Bel?" Gara membuka matanya."Jam delapan Ra!" Bella sudah akan melompat dari tempat tidur ketika Gara menarik tangannya."Kenapa Ra?" Bella menoleh."Kita nggak usah sekolah hari ini.""Hah? Serius? Seorang Gara ngajak tidak masuk s
Gara masih menggandeng tangan Bella saat mereka melewati wahana ice skating. Gara menoleh."Mau nyoba main?" Tanya Gara."Aku nggak bisa Ra. Nanti malah jadi tontonan orang. Malu-maluin yang ada.""Aku ajarin.""Kamu bisa?""Dikit." Gara main tarik tangan Bella saja. Mereka berbelok ke wahana itu."Duduk sini bentar," perintah Gara menyuruh Bella menunggu di bangku panjang.Gara mengurus tiket. Tak berapa lama ia datang lagi ke tempat Bella sembari membawa dua pasang sepatu. Tanpa berkata apapun ia langsung melepaskan sepatu Bella, menukarnya dengan sepatu ice skating."Padahal kalau cuma pake sepatu gitu aku pun bisa," ujar Bella."Nggak apa-apa. Nggak tiap hari juga aku makein kamu sepatu kayak gini," jawab Gara sambil menyimpulkan tali sepatu Bella."Apa nggak love you sekebon aku kalo kamu so sweet gini Ra? Hehehehe..."Gara hanya mencibir candaan istrinya."Udah. Jangan tegak dulu. Nanti kamu bisa jatuh kalau nggak biasa pake sepatu itu." Padahal Bella baru saja akan beranjak tap
Sejak Gara masih berada di parkiran ia tampak diperhatikan banyak orang. Mereka berbisik-bisik seperti sedang membicarakan Gara. Entah apa yang dibicarakan. Tapi ini sedikit aneh bagi Gara. Apalagi saat Gara seperti menjadi pusat perhatian dimana-mana. Ia malah merasa risih."Nah, ini dateng juga orangnya!" Seru Edo. Ia langsung menarik tangan Gara tidak sabaran. Kemudian mendudukkan Gara ke kursinya."Ada apa sih?" Tanya Gara heran."Aku kira akun sosmedmu dah mati Ra. Eh ternyata sekarang meledak viral satu sekolah.""Maksudnya?" Gara masih tidak paham."Ni bocah ngebego atau memang nggak buka sosmed sih?" Revan heran."Ngomong yang jelas dong." Gara jadi jengkel karena kedua sahabatnya ini terkesan tidak to the point. Yang ada malah bikin penasaran."Buka akun sosmedmu deh Ra." Perintah Edo.Gara pun mengambil gawainya."Kenapa? Ada yang aneh?"Gara memang semalam sempat mengganti foto profilnya dari yang semula gambar kucing menjadi foto dirinya tengah memeluk Bella yang ia ambil
Gara dan Bella baru saja tiba dirumah ketika gawainya berdering. Gara melihat nama yang muncul di layar gawainya adalah Edo."Ya, Do?" Tanya Gara begitu ia mengangkat telepon."Ra! Revan Ra! Revan!" Edo langsung terteriak kencang begitu telepon tersambung bahkan nada Edo terdengar panik."Kenapa dengan Revan?" Bicara yang jelas dong Do!""Revan dihajar anak SMA negeri!""Hah??? Kok bisa???""Panjang ceritanya Ra. Bisa dateng kesini buat nolongin dia nggak? Posisinya sekarang nggak berdaya." Edo menjelaskan situasi dan kondisi di sana dengan singkat."Kalian ada dimana?""Jembatan pinggir kota." Jelas Edo. Setelah itu panggilannya terputus. Entah apa yang terjadi tapi hal ini malah membuat Gara panik. Ia khawatir kedua sahabatnya itu diapa-apakan oleh anak-anak dari SMA negeri."Kenapa Ra?" Tanya Bella penasaran."Kayaknya Revan terlibat masalah dengan anak-anak SMA negeri Bel. Mereka sedang ada di jembatan pinggir kota.""Kamu mau kesana?" Tanya Bella."Iya Bel.""Aku ikut ya Ra," pin