Hari sudah gelap ketika Shia melangkah keluar dari restoran itu bersama dengan George. Shia melepaskan tangan George yang ada di pinggangnya. Sejujurnya sudah sejak tadi Shia merasa tidak nyaman dengan perilaku George yang cukup agresif terhadapnya tapi mengingat tujuan pertemuan ini membuat Shia harus menahan diri untuk tidak mematahkan lengan kekar yang selalu mencari kesempatan untuk menyentuhnya itu. “Kupikir ini saat yang tepat untuk mengucapkan sampai jumpa” Ucap Shia mengusir George secara halus, menandakan jika dia ingin mengakhiri pertemuannya dengan George sekarang. “Secepat ini? kalau begitu biarkan aku mengantarmu” Tawar George tanpa menyembunyikan senyum miringnya “Aku membawa mobil dan aku tidak tertarik membiarkan orang lain masuk dalam mobilku atau bahkan mengawalku dari belakang” Sanggah Shia menutup semua alasan yang mungkin akan George gunakan untuk mengantarnya. Entah itu mengantarnya menggunakan mobil Shia atau bahkan George yang mengikuti mobilnya dari belakang
Dante duduk dengan santainya di meja makan, menempati posisi kepala keluarga yang seharusnya ditempati oleh Huston Sergio, pria 50 tahun yang penuh dengan ambisi. Namun kali ini Huston justru menempati kursi disisi kiri bersama dengan istrinya, Madelin Sergio sedangkan di sisi kanan Dante terdapat kedua putri Huston yang tidak Dante pedulikan siapa namanya. Namun ketika salah seorang wanita yang terlihat seperti sang kakak mulai menggoda Dante dengan tubuhnya, Dante merespon dengan senyum tipis. “Cobalah pasta ini, kau pasti akan menyukainya” Paksa putri sulung Huston, kursi wanita itu bahkan kini berada disebelahnya. Wanita itu mengenakan gaun dengan atasan yang terbuka, memperlihatkan dada seorang wanita dewasa yang menonjol. “Dona jangan bertindak tidak sopan” Madeline mengingatkan putri sulungnya, namun hanya sebuah ucapan karena nyatanya wanita itu mendukung usaha Dona untuk menggoda Dante. Huston Sergio, kepala keluarga berdehem sejenak sebelum berbicara “Hmm.. Jadi kau pasti
Shia terbangun ketika matahari menyorot kelopak matanya, dia menatap sekitar dengan linglung, rasanya ada yang aneh seolah ia tertidur tanpa peka dengan sekitarnya, lengan kanannya terasa sakit dan keanehan itu juga ada pada tubuhnya bukan hanya lengan. Shia melirik jam di atas meja, dia mengeryitkan dahinya bingung. Shia adalah orang yang teliti dan seingatnya jam itu mengarah ke ranjangnya bukan ke depan, menyamping dari posisi ranjangnya. Tatapannya kembali menyorot di seluruh bagian kamar. Entah mengapa Shia merasa seperti ada yang mengawasinya. “This is insane” gumamnya pelan. Memilih mengabaikan hal tersebut, Shia bergerak kearah kamar mandi. Begitu kakinya menuruni ranjang, dia kembali merasakan pegal diseluruh tubuhnya, terlebih dipangkal pahanya. Shia mengabaikan hal itu, mungkin dia membentur sesuatu saat tidur atau memang sangat kelelahan. Cukup 20 menit Shia menyelesaikan acara mandinya, kini ia mendudukkan dirinya di depan meja rias, hanya menggunakan bath up berwarna
Jam 21.45 PM Shia masih berada di dalam mobilnya yang terparkir di basement rumah sakit. Dia hanya diam dengan tubuh bersandar pada kemudi. Otaknya sedang memikirkan pambalasan apa yang cocok untuk bajingan seperti Damien. Jujur saja, dari awal Shia tidak suka dengan pria itu. Damien terlihat angkuh dan pengatur, Menurut Shia Damien itu bossy. Bahkan hidup Teresa pun juga harus sesuai aturannya. Terlebih sifat obsesif pria itu benar-benar berbahaya Shia menghela napas, setidaknya sekarang sahabatnya itu sudah lepas dari pria bajingan itu. Ting. Sebuah notifikasi pesan masuk Dari Teresa ‘Jangan balas Damien, bagaimana pun aku juga bakal sedih kalau dia celaka!’ Shia mendengus, Teresa terlalu baik tidak bahkan sangat baik sehingga membiarkan bajingan seperti Damien masih hidup dengan tenang sedangkan Teresa terluka sendiri. Shia menyalakan sport car miliknya dan menjalankannya keluar dari kawasan rumah sakit setelahnya mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi. Tepat dipersimpangan
Shia terbangun lebih awal dari biasanya, matanya terasa sebam karena menangis. Ditambah dia merasa sakit pada lengannya. Mata biru Shia terbuka sempurna begitu tau jika rasa sakit itu berasal dari satu titik “Bekas suntikan” Shia bergumam, dia dengan cepat menuruni ranjang dan menuju meja rias, memperhatikan bayangan dirinya yang terpantul dicermin, mata birunya semakin membola ketika mendapati bercak merah pada lehernya. Setelah itu pergerakannya turun, menelusuri seluruh bagian tubuhnya. Jantung Shia memompa, gerakan tangannya berpindah pada bagian lain dan Shia mendapati kemerahan lain disertai dengan bekas gigitan pada mencapai paha bagian dalamnya. “HAH SIALAN!” Shia menghela napas gusar, ini tidak bisa dibiarkan. Shia yakin dia sudah mengunci semua akses masuk ke kamarnya. Mulai dari pintu depan, pintu kamar bahkan jendela kamarnya pun sudah terkunci dengan benar tapi kenapa Shia masih mengalami hal yang sama seperti hari pertama. Shia memijat pangkal hidungnya, dia harus ten
Shia melajukan mobilnya memutari sebuah lintasan drift. Berbagai teknik dilakukannya hingga kakinya menginjak rem dengan penuh, menyebabkan mobil putih itu berhenti. Shia menyenderkan kepalanya pada stir kemudi. Memejamkan matanya dan menghela napas kasar. “Maafkan aku Liam.. Aku akan memulai semuanya dari awal” gumam bergumam, jemarinya terulur menyentuh kalung dengan bandul kunci yang melingkari lehernya. Hampir saja Shia memejamkan matanya hingga telinganya mendengar deru mesin mobil. Pandangan Shia terangkat, melihat sebuah mobil sport hitam berada sekitar 2 meter didepan mobilnya. Mobil sport yang Shia tau berharga fantastis itu menyorotkan lampu kearahnya. Mata Shia menyipit, bahkan untuk melihat pun rasanya sangat silau. Mesin mobil itu mati bersamaan dengan lampu yang juga padam. Shia menatap mobil itu, sayangnya kaca mobil disana terlalu gelap, Shia tidak dapat melihat siapa yang berada di dalam. Shia bergeming. Mobil itu bergerak ke arahnya, mensejejerkan posisi mobil me
Shia menatap malas pada sosok pria paruh baya di depannya. Asap mengepul yang di hembuskan ke udara membuat Shia jengah, entah sudah berapa putung rokok yang di hisap ayahnya itu. Pintu terbuka, Shia tersenyum pada tante Ilya yang melangkah masuk dan memberikan beberapa dokumen pada Robert. Tante Ilya adalah adik Robert, wanita yang sering membantu Robert mengatur rumah dan mewakili dia dalam acara bisnis. Hal ini terutama terjadi karena putri tunggal Robert telah memilih untuk menjadi atlet drift nasional, meninggalkan Robert dengan berbagai tugas rumah tangga dan bisnis yang harus diurus sendiri. “Ini daftar tamu undangan, kamu bisa memeriksanya jika ingin yang lain dan beritau Ilya jika ada hal lain yang kamu butuhkan terkait acara pertunangan” Ucap Robert membuat Shia mengerti alasan kedatangannya ke sini. Shia membaca daftar nama dengan cepat, hampir tidak ada yang ia kenali dari semua nama itu sampai Shia meletakkan kembali dokumen itu dimeja “Aku percaya tante Ilya sudah men
Shia melangkah menuju kamarnya. Dia langsung melangkah masuk ke dalam kamar tanpa menyalakan lampu, melemparkan tasnya pada ranjang dan membaringkan tubuhnya. Dengan kedua mata yang terpejam, Shia memijat kepalanya pelan, ada banyak hal yang terjadi dalam sebulan ini, mulai dari pertemuannya dengan Dante yang amnesia, acara perjodohan yang memang merupakan rencana Robert, bahkan sampai ancaman untuknya berhenti melakukan drifting. Dan jangan lupa sahabtnya yang mendapatkan kekerasan dari sang kekasih. “Jika ini dunia dalam cerita, betapa sialnya hidupku” Shia bergumam, kedua mata birunya menatap langit-langit kamar. Dulu Ibunya selalu menceritakan tentang seorang pangeran pada Shia, membuat gadis itu bermimpi ingin dicintai oleh seorang pangeran dari negeri dongeng. Sialnya bukan pangeran yang dia dapatkan melainkan seorang pria dengan julukan lady-killer itu. Shia menghela napas lalu duduk diranjangnya. Setitik cahaya berwarna merah pada sudut kamar menarik perhatiannya. Shia berjal