Shia melajukan mobilnya memutari sebuah lintasan drift. Berbagai teknik dilakukannya hingga kakinya menginjak rem dengan penuh, menyebabkan mobil putih itu berhenti. Shia menyenderkan kepalanya pada stir kemudi. Memejamkan matanya dan menghela napas kasar. “Maafkan aku Liam.. Aku akan memulai semuanya dari awal” gumam bergumam, jemarinya terulur menyentuh kalung dengan bandul kunci yang melingkari lehernya. Hampir saja Shia memejamkan matanya hingga telinganya mendengar deru mesin mobil. Pandangan Shia terangkat, melihat sebuah mobil sport hitam berada sekitar 2 meter didepan mobilnya. Mobil sport yang Shia tau berharga fantastis itu menyorotkan lampu kearahnya. Mata Shia menyipit, bahkan untuk melihat pun rasanya sangat silau. Mesin mobil itu mati bersamaan dengan lampu yang juga padam. Shia menatap mobil itu, sayangnya kaca mobil disana terlalu gelap, Shia tidak dapat melihat siapa yang berada di dalam. Shia bergeming. Mobil itu bergerak ke arahnya, mensejejerkan posisi mobil me
Shia menatap malas pada sosok pria paruh baya di depannya. Asap mengepul yang di hembuskan ke udara membuat Shia jengah, entah sudah berapa putung rokok yang di hisap ayahnya itu. Pintu terbuka, Shia tersenyum pada tante Ilya yang melangkah masuk dan memberikan beberapa dokumen pada Robert. Tante Ilya adalah adik Robert, wanita yang sering membantu Robert mengatur rumah dan mewakili dia dalam acara bisnis. Hal ini terutama terjadi karena putri tunggal Robert telah memilih untuk menjadi atlet drift nasional, meninggalkan Robert dengan berbagai tugas rumah tangga dan bisnis yang harus diurus sendiri. “Ini daftar tamu undangan, kamu bisa memeriksanya jika ingin yang lain dan beritau Ilya jika ada hal lain yang kamu butuhkan terkait acara pertunangan” Ucap Robert membuat Shia mengerti alasan kedatangannya ke sini. Shia membaca daftar nama dengan cepat, hampir tidak ada yang ia kenali dari semua nama itu sampai Shia meletakkan kembali dokumen itu dimeja “Aku percaya tante Ilya sudah men
Shia melangkah menuju kamarnya. Dia langsung melangkah masuk ke dalam kamar tanpa menyalakan lampu, melemparkan tasnya pada ranjang dan membaringkan tubuhnya. Dengan kedua mata yang terpejam, Shia memijat kepalanya pelan, ada banyak hal yang terjadi dalam sebulan ini, mulai dari pertemuannya dengan Dante yang amnesia, acara perjodohan yang memang merupakan rencana Robert, bahkan sampai ancaman untuknya berhenti melakukan drifting. Dan jangan lupa sahabtnya yang mendapatkan kekerasan dari sang kekasih. “Jika ini dunia dalam cerita, betapa sialnya hidupku” Shia bergumam, kedua mata birunya menatap langit-langit kamar. Dulu Ibunya selalu menceritakan tentang seorang pangeran pada Shia, membuat gadis itu bermimpi ingin dicintai oleh seorang pangeran dari negeri dongeng. Sialnya bukan pangeran yang dia dapatkan melainkan seorang pria dengan julukan lady-killer itu. Shia menghela napas lalu duduk diranjangnya. Setitik cahaya berwarna merah pada sudut kamar menarik perhatiannya. Shia berjal
Bunyi dentuman musik terdengar dengan keras, lantai dansa dipenuhi oleh para manusia. Di setiap sudut tempat itu terdapat sepasang pria dan wanita yang saling beradu, entah itu bercumbu ataupun kegiatan lainnya yang menaikkan eksistensi gairah mereka. Seorang pria rupawan melangkah masuk, mengambil alih seluruh atensi wanita-wanita penghibur. Meskipun dia menggunakan masker, para wanita itu tetap menatap dengan penuh minat pada pria itu. Mereka berlomba memperbaiki penampilannya dan mendekat. Mengikutinya masuk menuju sebuah ruangan menuju tempat lain. Tujuan pria itu bukanlah Club yang dia masuki namun Casino yang berada di ruang bawah tanah. Sebuah tempat berjudi sekaligus transaksi yang biasa dilakukannya. “Kenapa tuan lama sekali tidak kesini?” tanya seorang wanita dengan nada dibuat imut. Dari pertanyaannya itu dapat disimpulkan bahwa mereka sudah pernah berjumpa dengan pria bermasker itu. “Benar. Apa tuan tidak merindukan sentuhan saya?” Salah satu wanita dengan pakaian ketat
Teresa melangkah mendekati Shia yang melilit tubuhnya dengan selimut, dokter cantik itu menyerahkan segelas coklat panas untuk Shia. “Apa yang membuatmu begini?” Teresa bertanya hati-hati, tumben sekali seorang Arshia mengunjunginya ditengah malam dan meminta menginap “Ada seseorang yang selalu mengawasiku” Shia tetap bisa berbicara dengan nada datar. Teresa segera mendekati Shia dengan mata membulat sempurna “Siapa?” Tanya Teresa dengan nada menuntut “Jika aku tau orangnya pasti aku tidak akan berada disini sekarang” Jawab Shia sambil menyeruput coklat panas buatan Teresa Keheningan terjadi selama beberapa menit, mata biru Shia menatap kearah Teresa yang terlihat ingin berbicara namun ragu-ragu. “Katakan saja” Ucap Shia yang berhasil membuat Teresa gelagapan “Jadi.. begini.. Apa kau bisa meminta Alex untuk membantuku” Teresa bergumam pelan “Ada hal yang kusembunyikan darimu..” Lanjut Teresa Shia meletakan gelas diatas nakas, dia menatap Teresa dengan seksama, menunggu kelanjut
Hari ini adalah hari yang paling tidak Shia inginkan dan hari yang dia harapkan tidak akan pernah datang yaitu hari pertunangannya. Pesta itu akan diadakan di Milan, bertempat di mansion Clarikson dan akan dimulai tepat pukul tujuh malam. Shia menatap ruang tengah mansion yang secara tiba-tiba berubah menjadi taman bunga putih. Tatapannya beralih menuju seluruh penjuru ruangan. Para pelayan bergerak kesana-kemari, terlihat sibuk dengan urusannya sendiri. Penjaga gerbang yang bisanya berada dipos depan kini menggelar sebuah karpet merah ditangga, tak jauh dari tempatnya berdiri sambil mengamati. Lalu ia menatap kearah Bastian, yang terlihat sedang memberi perintah pada beberapa pelayan, Bastian tersenyum tipis ketika menatapnya bertemu dengan Shia. “Nona..” Seru Bastian dengan langkah mendekati Shia “Selamat atas pertunangan anda” Tambah Bastian. Shia tersenyum tipis “Belum ada cincin yang melingkari jariku, jadi aku belum bertunangan” Balas Shia, Bastian mengulas senyum tipis. Bar
Shia melangkah setapak demi tapak menuruni tangga, Ia dapat merasakan tatapan semua orang tertuju padanya. Bibirnya berusaha mengulas senyum tipis. Tak ada yang menyadari bahwa senyuman yang diberikannya adalah senyuman canggung. Pandangannya tertuju pada sosok yang dikenalnya, Lyran Kingston menatapnya dengan mata yang penuh binar kekaguman. Shia tersenyum tipis lalu beralih pada pasangan paruh baya disebelah Lyran, Mr dan Mrs Kingson, Shia menyimpulkan. Setelah berada dianak tangga terakhir, Shia berjalan menuju George dan Robert yang terlihat bersama berbincang dengan Mr dan Mrs Kingson. Netra biru Shia kemudian beralih pada Mrs Kingston, wanita paruh baya yang terlihat awet muda. Dia menggunakan dress simple panjang berwarna hitam. Wanita itu sangat cantik, sekarang Shia tau dari mana wajah sempurna milik Lyran didapatkan. Shia tersenyum tipis ketika netra keduanya bertatapan. Irena tersenyum ketika Shia melangkah mendekat ke arahnya. “Arshia Clarikson” sambut wanita itu dengan
“Kau terlihat akrab dengan Mrs Kingston” ucap George pada Shia. Saat ini keduanya berjalan menyapa para tamu dengan senyum sekedar formalitas. “Aku cocok dengannya” balas Shia cuek. “Sayang sekali aku tidak punya ibu yang bisa akrab dengan mu tapi jika kau mau aku bisa membuat mu menjadi seorang ibu?” Goda George yang bercampur dengan candaan gelapnya. “Aku tidak tertarik” “Coba pikirkan lagi, mungkin saja kau akan berubah pikiran lain kali” Tawar George “Mau ku pikirkan seribu kali pun pikiran ku tetap tidak akan berubah” ketus Shia. “Ngomong-ngomong gaun itu cocok untuk mu” “Oh tentu, tapi kenapa tidak kau pesankan aku mini dress sekalian” Ucap Shia sambil tersenyum miring. “Aku sudah memesannya tapi hanya akan digunakan untuk malam pernikahan kita” “Pervert!” Ting! Dentingan gelas mengambil atensi mereka. Shia menatap Robert yang mengambil posisi di depan tangga. Meminta atensi dari seluruh tamu yang hadir malam ini. Pria paruh baya itu mengucapkan terima kasih dan memper