Share

Chapter 4

“Itu dulu ketika aku masih remaja,” ucap Karina mulai lelah.

Sungguh, ia tidak mengerti dengan Saka yang terus menuduhnya tanpa alasan. Mengapa pria itu terus menilainya dengan buruk padahal tidak tahu kenyataannya seperti apa?

“Lepaskan aku, Saka!”

Namun, Saka hanya tersenyum miring. “Kenapa kau memanggilku seperti itu? Aku ini bosmu. Kenapa kau begitu lancang?"

"Kau harus diberi hukuman.” Saka lalu menarik tengkuk Karina dan menciumnya perlahan.

Syok, Karina jelas memberontak.

Ia terus memukul dada Saka agar melepaskannya. Namun, Saka malah semakin tertantang menaklukannya.

Saka kini mengusap pelan pinggang Karina dan menggigit pelan bibir Karina agar memberi akses lidahnya masuk.

Ketika berhasil, ia merasakan manis yang membuatnya candu.

Karina hanya mampu memejamkan mata kala bibir Saka terus menggodanya. 

Dia hanya bisa mengepalkan tangan di bawah sana.

Ia sadar semua ini salah. Apalagi, jemari Saka sudah bergilya di balik punggungnya.

Tes!

Air mata Karina jatuh. Ia menangis.

“Pergilah.” Saka melepaskan Karina mendadak dan berjalan ke kursi kerjanya tanpa merasa bersalah.

Karina lantas mengusap air matanya dan pergi keluar.

Namun, ia dapat mendengar Saka yang berucap pelan. “Dia bertingkah seperti wanita baik-baik saja.” 

~~~

Karina memilih diam setelah kejadian itu.

Jika disuruh melakukan sesuatu, Karina hanya menjawabnya dengan anggukan.

Wanita itu tidak pernah membalas apalagi membantah perkataan Saka.

Karina pun selalu menjaga jarak dengannya.

Terus demikian, bahkan sesampainya di Hongkong. Tepatnya, di sebuah hotel yang akan digunakan untuk menginap.

“Itu kamarmu,” tunjuk Ronald pada sebuah kamar, hingga Karina mengangguk.

Wanita itu lalu mengambil sebuah kunci akses kamar. Kemudian pergi ke kamarnya sendiri.

“Nanti malam jangan lupa kau harus ikut,” peringat Ronald.

Karina lagi-lagi mengangguk, kemudian benar-benar masuk ke dalam kamarnya.

“Kenapa dia seperti itu?” heran Ronald. Padahal, terakhir kali bertemu dengan Karina, wanita itu tidak semurung itu. Mungkin, ia terlalu lelah menghadapi Saka.

"Oh, iya di mana Pak Bos?" ucap Ronald heran yang tak menyadari bahwa Saka sudah lebih dulu pergi ke kamarnya.

Bahkan, pria itu sudah masuk ke dalam kamar mandi dan  mengguyur tubuhnya dengan shower. 

“Ini semua belum cukup. Aku harus benar-benar menghancurkannya.” Saka memukul tembok kamar mandi hotel cukup keras.

~~

Sesuai rencana, sebuah makan malam formal yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

Karina sudah berada di samping Saka. Ia mengikuti perbincangan meskipun hanya mendengarkan.

Sebenarnya, Karina mengerti dan paham yang dibicarkan. Namun, ia sungguh malas jika harus bergabung.

Perbincangan antarpemimpin perusahaan menurutnya sangatlah berat.

Tidak jauh-jauh dari pembicaraan bisnis atau bagaimana strategi bisnis agar semakin berkembang.

“Terima kasih sudah datang jauh-jauh ke sini.”

Saka mengangguk. “Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Anda langsung.”

“Mengenai kerja sama yang akan dilakukan, akan dibahas lebih lanjut di kantor.”

Saka bersalaman dengan calon kliennya itu. Dia tampak tersenyum puas karena mendapat kepercayaan. Setelah kepergian klien, Saka segera melonggarkan dasinya dan melirik Karina yang asik makan.

“Apa jadwalku selanjutnya?”

“Bertemu klien di Paradise Klub,” jawab Karina dan Ronald bersama-sama.

Saka menaikkan salah satu alisnya. Karina dan Ronald nampak saling memandang, saling melemparkan senyum.

Karina pun minum air perlahan menyadari kompaknya dirinya dan teman seperjuangannya itu.

'Paradise klub…. Paradise klub…' batin Karina.

satu

dua

tiga

Karina melebarkan mata. “Saya ikut?” cicitnya perlahan.

Saka menatap tidak suka pertanyaan Karina. “Tugasmu mengikutiku ke manapun aku pergi. Kenapa kau tidak paham-paham juga?”

Karina menunduk. Bertanya saja, langsung diomeli tidak henti. Karina mengerucutkan bibirnya. Ia sungguh lelah. Berhadapan dengan Saka sama saja menguras mental. Ia harus sabar dengan omelan dan hinaan pria itu.

~~~

Hanya butuh beberapa menit menempuh perjalan ke Paradise klub.

Sebagai klub nomer satu yang ada di Hongkong, hanya kalangan atas yang bisa masuk.

Karina menatap pakaiannya sendiri. Tidak ada yang salah. Ia tidak kalah cantik dan seksi dengan wanita yang berada di klub.

Kakinya terus melangkah mengikuti ke mana pun Saka pergi. Sampai di sebuah ruangan tertutup, mereka akhirnya masuk.

“Saya Hao,” ucap Hao memperkenalkan diri. 

“Saya Saka.”

Sebagai pebisnis properti terkenal di Hongkong, tujuan utama Saka bertemu dengan Hao adalah membeli tanah di sini.

Bukan hanya tanah, Saka juga ingin membeli beberapa bangunan. Mungkin Apartemen atau rumah.

Keduanya pun berbincang, sedangkan Karina terus mengangguk perlahan.

Orang-orang mungkin mengira dirinya benar-benar menyimak perbincangan mereka. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah Karina 99 % mengantuk 1 % menyimak.

“Saya akan mengirim foto bangunan dan tanah yang Anda inginkan,” ucap Hao pada akhirnya yang dibalas anggukan oleh Saka.

Secara cepat, mereka keluar dari ruangan. Beralih ke ruang terbuka di mana bisa menikmati musik dan minuman berakhohol.

Di panggung, terlihat ada beberapa wanita yang menari dengan tubuh yang hampir telanjang.

Semua orang bersulang. Karina juga mengangkat gelasnya yang sudah terisi dengan wine. “Cheers.”

Karina sudah meneguk habis minumannya. Ia berdiri kaku di samping Saka. Keinginannya untuk kembali minum sedang meningkat.

Ia tidak bisa minum dan berakhir mabuk.

Karina tidak mau itu terjadi. Jadi, ia harus benar-benar menahan diri kali ini.

Namun, saat membuka mata, ia justru mendapati Saka yang mengisi penuh gelas miliknya kembali dengan wine.

“Cheers.” Saka mengangkat gelasnya di hadapan Karina.

“Saya—” Karina menggeleng pelan. Ia tidak berani membuat Saka marah. Untuk itu, ia mengangkat gelasnya juga. “Cheers.”

Oke, Karina mulai pusing.

Ia menatap sekitar dan berusaha mencari bantuan.

“Ronald,” panggilnya.

“Ya?” Ronald sediki mendekat agar bisa mendengar Karina lebih jelas.

“Hentikan aku jika aku ingin minum lagi.”

Ronald mengangguk. Ia memberikan jempolnya.

Karina menghela nafas berkali-kali. Ia masih berperang dengan dirinya sendiri. Sudah minum 2 gelas namun rasanya masih sangat haus. Alhasil ia mengambil gelasnya dan mengisinya.

Tiga empat… gelas.

Karina hendak mengambil minum lagi. Namun, pinggangnya ditarik seseorang mundur.

Gelasnya dan botol sengaja dijuahkan dari jangkauannya. Karina memandang Saka yang melakukannya. Pandangannya mulai mengabur. Ia sudah setengah mabuk.

Jangan tanyakan Ronald ke mana. Pria itu sudah bersama seorang wanita seksi dan cantik.

Asisten Saka itu berdansa dengan gembira di tengah keramaian manusia.

“Pak,” panggil Karina. “Apa aku boleh pulang?”

Saka menghembuskan asap rokoknya tepat di hadapan Karina. “Pulang ke mana?”

Karina mengibaskan tangannya untuk menghindar dari asap rokok Saka. “Pulang ke Apartemenku,” cicitnya.

Tanpa sadar, Karina juga tersenyum kecil. “Aku ingin tidur,” ucapnya seperti anak kecil. Ia juga memperagakan bagaimana ia tidur.

“Tidak.” Saka menaruh rokoknya, kemudian minum lagi.

“Anda sangat jahat,” cicit Karina. Ia menunduk lalu menopang dagu dengan kedua tangannya.

Karina memperhatikan Saka yang minum banyak namun tidak terlihat mabuk.

Jika berada di klub, Saka tibak bisa meninggalkan Rokok dan Wine. Karena menurutnya dua hal itu adalah keharusan yang tidak bisa ditinggal.

Saka pun menoleh.

Ia menatap Karina dari samping. Entah kenapa, semakin dipandang, Karina semakin cantik meskipun ia hanya hanya duduk dan melamun.

“Karina,” panggil Saka dengan suara berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status