Anna merasa tidak enak karena sudah pergi begitu saja di tengah mereka yang sedang ditimpa beberapa masalah. Seharusnya dia mau berbicara dengan suaminya dan menyelesaikan masalah mereka berdua. "Maafkan aku, tidak tahu kenapa tapi ...." Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia seperti kehilangan kata-kata yang hendak diucapkan pada suaminya.Eric tersenyum, dia terlihat sama sekali tidak marah, segera diraihnya bahu Anna, kemudian memberikan pelukan hangat untuk istrinya. Eric tidak mau sang istri merasa sendirian, dia tidak mau kesalahpahaman di antara mereka semakin larut hingga akhirnya menjadi bumerang untuk mereka berdua. "Aku tahu bahwa kemarin kamu melihatku bertemu dengan wanita lain. Tapi, percayalah bahwa aku sama sekali tidak ada hubungan apapun dengannya. Kami bertemu karena ada urusan pekerjaan, hanya sebatas itu saja."Mendengar penjelasan suaminya, Anna merasa sangat lega luar biasa. Dia bisa bernapas dengan lega karena pemikiran buruk itu h
"Eric, kamu tidak boleh bicara seperti itu pada papamu," ucap Vania. Mendengar perkataan yang diucapkan oleh ibunya, seketika membuat Eric sangat terkejut. Padahal jelas kemarin sang Ibu begitu berani untuk tidak lagi bertemu dengan Edmund tetapi sekarang malah membiarkan Edmund untuk datang dan masuk sampai ke ruang makan rumahnya. Eric beralih pada seorang pria lainnya yang duduk di sebelah sang ayah. Dia tidak menggubris kata-kata Vania. Pandangannya berubah semakin gelap. Siapa yang pernah menyangka bahwa pria itu akan datang dan mengusik kembali hidup mereka? Di tengah keluarga Eric yang sudah tidak akan lagi memikirkan kehadiran ayahnya, tiba-tiba Jason malah datang dengan senyum lebar di wajah.Jason berjalan mendekati Anna, senyumannya sama sekali tidak menggambarkan perasaan tidak enak. Dia malah senang karena akhirnya bisa berjumpa dengan orang yang sangat ingin ditemui olehnya."Halo, Anna, Eric! Senang karena akhirnya bisa bertemu dengan kalian!" Jason bahkan sampai mel
"Jason," panggil Edmund saat merasa suasana sudah tidak lagi kondusif. Jason menghela napas, dia berbalik kemudian menatap sang ayah dengan sedikit tidak terima. Dilihat ya tatapan sang ayah yang seakan sedang menyuruh dia untuk tidak membuat adik tirinya marah. Meskipun tidak suka, tetapi dia juga tidak bisa membantah. Jason segera memasang senyuman ramah seakan tidak terpengaruh dengan ucapan Anna.Edmund berjalan mendekati Eric, tatapannya begitu teduh terlepas dari permasalahan di antara mereka. Meskipun putra kesayangannya itu menjaga jarak darinya, tetapi rasa sayangnya tidak pernah pudar ataupun berkurang."Sekali ini saja, tolong biarkan papa untuk sarapan bersama dengan anak dan menantu papa," ucap Edmund sedikit memohon.Eric melirik ke arah Vania yang menundukkan kepalanya. Jelas dia tahu bahwa ibunya lah yang telah membiarkan mereka berdua masuk. Sebab Dia sudah memberikan pengamanan ekstra supaya tidak ada satu orang pun yang masuk ke dalam rumahnya tanpa izin darinya. M
Edmund menghela napas panjang, awalnya dia datang ke rumah Eric karena ingin bertemu dengan istri dan anaknya. Tetapi tiba-tiba Daphne memaksa supaya dia juga mengajak Jason bersama dengannya. Terlepas dari bagaimana sifat Daphne pada istri pertamanya, Edmund sangat mencintainya Daphne. Dia mana bisa menolak permintaan Daphne untuk tidak membawa Jason bersama dengannya. Alhasil dia datang ke rumah Eric dan sedikit menimbulkan kegaduhan pada pagi hari antara dirinya dan juga Vania. Setelah perdebatan yang lumayan panjang antara dirinya dan juga karya, tentu saja dengan catatan supaya mereka tidak membuat kegaduhan, akhirnya istrinya itu mengizinkan dia dan jasa untuk masuk ke dalam. Tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa akhirnya akan seperti ini. Sarapan yang harusnya hangat malah berubah kacau dengan Eric yang pergi meninggalkan mereka ketika istrinya bahkan belum sempat menyentuh sarapannya."Aku dan ibuku tidak pernah berbuat jahat Eric! Putramu saja yang—""Jason!" Teriakan Ed
Anna terdiam beberapa saat, dia berusaha untuk mencernanya perkataan suaminya tetapi tetap saja tidak bisa. Dipikirkan berulang kali, dia tetap tidak menemukan jawabannya. "Apa maksudmu? Jadi, pekerjaan apa yang kamu tawarkan padaku?" Anna kembali bertanya, dia menyerah untuk berspekulasi sendirian. Tepat setelah Anna menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba suara tawa Eric terdengar kencang. Hal semakin membuat Anna tidak paham, dia hanya bisa diam sembari terus menatap sang suami dengan perasaan tidak senang. Setelah Eric berhasil menguasai perasaannya, dia segera berkata, "Aku tidak menawarkan pekerjaan untukmu, Anna. Hal yang ku maksud adalah, mengajakmu pergi ke kantorku lalu kita bekerja bersama. Kamu dengan pekerjaanmu sementara aku dengan pekerjaanku. Kamu tidak perlu ke cafe tapi bekerja saja di ruanganku." Mendengar penjelasan Eric, seketika Anna merasa dirinya begitu bodoh. Untuk kata-kata ajakan seperti itu saja, dia malas salah menginterpretasikannya. "Baiklah, kita ak
Dekorasi serba merah muda tersaji di depan pandangannya. Anna begitu takjub dan dia sampai tidak mempercayai bahwa sang suami hanya mempersiapkannya dalam waktu 30 menit saja. Anna berbalik, menatap Eric yang sedang tersenyum ke arahnya. Kedua matanya menyipit, sangat jelas bahwa dia tidak mempercayai penglihatannya saat ini. "Kamu yang menyiapkan ini semua?" Anna bertanya selidik. "Tentu saja bukan!" Anna tidak mampu menahan tawanya, tidak menyangka bahwa pria seperti Eric juga bisa bergurau. Anna langsung memberikan pukulan ringan di lengan pria itu tetapi malah disambut dengan suara mengaduh seakan habis dipukul harimau. Anna mendesis, melirik ke arah Eric dengan tatapan sinis lalu berkata, "Memangnya pukulanku sekuat apa sampai kamu mengaduh kesakitan seperti itu?"Eric tertawa mendengarnya, perlahan dia melangkah mendekati Anna, kemudian mengusap wajahnya dengan hangat. Sementara Anna, dia membalas usapan tangan sang suami dengan memeluknya hangat. Pria ini sangat dia cinta
Anna sangat terkejut dengan perkataan suaminya. Dia tidak pernah terpikir bahwa mereka akan melakukannya di siang hari. Hal-hal seperti itu, terasa masih tabu di telinganya. Apalagi sampai melakukannya dengan suasana yang tidak biasa. Anna menggelengkan kepala, dia melihat ke arah Eric dengan penuh keraguan. "Tapi, aku tidak bisa minum. Aku akan temani kamu saja, ya?" Anna teringat dengan terakhir kali dia minum, saat dimana dia tidak bisa mengingat dengan jelas kejadian apa saja yang telah dialaminya. Sekarang Eric mengajaknya minum bersama, Anna tidak mau mengeluarkan sikap memalukan di depannya. "Kenapa hanya menemani jika kamu bisa ikut minum bersama denganku? Apa kamu tega aku minum sendirian?"Anna terdiam mendengarnya, dia sama sekali tidak berniat menolak. Hanya saja dia takut kehilangan kendali atas tubuhnya dan melakukan sesuatu yang tidak disadari olehnya. "Tidak apa-apa, aku makan saja sedangkan kamu boleh makan sambil minum. Aku tidak akan melarangmu," ucap Anna, dia
Anna tidak bisa mengelak ketika merasakan benda kenyal itu menyentuh bibirnya. Kedua matanya terbelalak dan dalam posisi yang sangat dekat mereka saling menatap. Sementara Eric tersenyum dibalik ciumannya, akhirnya dia bisa merasakan lagi bibir sang istri yang membuat dia kecanduan. Cukup lama mereka saling memagut hingga akhirnya Anna yang lagi-lagi sebagai orang pertama di antara mereka yang kesulitan bernapas. Dia memukul dada suaminya, mendorong pria itu supaya memberikan dia ruang. Anna terengah-engah, sudah sering melakukannya tetapi tetap saja dia bukanlah wanita yang profesional. Selalu saja tidak bisa mengimbangi permainan suaminya. Eric tertawa melihat sikap sang istri. Mengusap bibir Anna yang basah akibat ulahnya. Kemudian memberikan ucapan di puncak kepala Anna dan memberikan kecupan di sana. Membuat wanita itu merasa sangat dihargai sebagai seorang wanita."Tadinya aku ingin tapi aku tidak mau malam ini berakhir begitu saja," ucap Eric ketika Anna masih sibuk mengambi