Anna dan Eric duduk di ruang keluarga dengan putra laki-laki mereka, Ethan, yang berusia kurang dari dua tahun bermain di dekat mereka. Mereka merasa tegang namun penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan saat mereka bersiap untuk memberitahu Ethan tentang kabar kehamilan Anna, adik Ethan yang akan segera datang."Ethan sayang, ada kabar baik yang ingin Mama dan Papa bagikan padamu. Mama sedang hamil, dan kamu akan memiliki adik kecil yang akan segera datang," ucap Anna dengan suara lembut dan penuh kasih sayang. Ethan menatap dengan mata penuh keingintahuan, mencoba untuk memahami kabar yang disampaikan oleh orang tuanya.Eric memeluk Ethan dengan penuh kelembutan, mencoba untuk menjelaskan kabar tersebut dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh anak kecil itu. Mereka berdua merasakan kehangatan dan kebahagiaan dalam momen yang penuh keajaiban ini, siap untuk menyambut kehadiran adik kecil yang akan segera datang.Ethan, dengan polosnya, merespon dengan senyuman dan riang. Dia merasa se
Eric segera menghampiri sang istri dan melihat istrinya itu kembali tanpa ada putra mereka yang mengekor di belakangnya. Saat itu juga dia merasa paham tanpa Anna harus menjelaskan. "Ethan di mana? Kenapa kamu kembali sendirian?" Meski sudah tahu, Eric tetap saja bertanya. Dia merasa perlu untuk mendengar penjelasan dari Anna untuk bisa mengetahui di mana keberadaan putra mereka.Anna menangis sesenggukan, dia menjelaskan meski dengan terbata-bata, "Aku tadi ... membawanya masuk ke dalam toilet wanita, tapi ketika kami akan kembali, tiba-tiba dia melepaskan genggaman tanganku, dia langsung berlari pergi menjauhiku. Di saat itu aku kehilangan jejaknya. Eric, bagaimana ini? Aku ibu yang tidak becus menjaga anak. Aku ibu yang jahat—"Eric langsung menarik Anna ke dalam pelukannya, dia mengusap punggung istrinya itu dengan hangat, "Sayang, kamu bukan ibu yang jahat. Tidak apa-apa. Aku mengerti. Kita cari Ethan bersama-sama. Dia pasti tidak pergi jauh dari sini." Eric melepaskan pelukanny
Setelah kejadian beberapa hari lalu di taman bermain, Anna dan Eric memberikan pengawasan penuh terhadap Ethan. Mereka tidak membiarkan siapapun untuk menjaganya tanpa ada salah seorang di antara mereka. Terlebih Anna yang merasakan trauma akibat kehilangan putranya meski sesaat. Anna dan Eric lebih memilih untuk bermain di sekitaran rumah saja. Kalaupun mereka keluar, maka akan ada banyak orang yang menjaga. Hal itu lebih baik daripada ada penyesalan di kemudian hari. Anna tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Anna, Eric, dan Ethan bermain riang di halaman belakang rumah mereka, di tengah sinar matahari yang hangat dan udara segar. Anna, yang sudah hamil 8 bulan, duduk di kursi santai sambil tersenyum melihat Eric dan Ethan bermain dengan gembira.Eric dan Ethan berlarian-larian di halaman belakang, tertawa riang dan bahagia. Mereka saling mengejar dan bermain dengan bola, menciptakan momen keceriaan yang tak terlupakan di antara mereka. Anna, sambil memegang perutnya ya
Anna merasa tidak enak pada Vania, ibu mertuanya, namun dia juga merasa terikat untuk menghormati keputusan Vania. Meskipun dengan perasaan yang campur aduk, Anna akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah bersama dengan Eric, meninggalkan Vania dan Ethan di taman."Baiklah, Ma. Aku akan masuk ke dalam bersama dengan Eric." Anna melihat ke arah putranya yang masih asik bermain kemudian menatap kembali Vania, "Titip Ethan, ya, Ma."Vania tersenyum lalu menganggukan kepalanya, setelah itu dia membiarkan anak dan menantunya masuk ke dalam rumah. Tidak baik seorang ibu hamil berada di luar ketika hari akan menjelang malam. Beberapa saat setelahnya, Vania kembali memfokuskan perhatiannya pada Ethan. Anak kecil ketika sedang asyik bermain memang sulit sekali untuk diperintahkan berhenti. Dulu ketika Eric masih kecil pun juga sama. Sulit sekali mengajaknya masuk ke dalam rumah bahkan hanya untuk sekedar makan malam. Di taman, Vania mencoba untuk membujuk Ethan dengan penuh kesabaran da
Eric dengan sigap membawa Anna pergi ke rumah sakit. Kali ini belajar dari pengalaman pertama, Eric tidak bisa melakukan apapun selain menenangkan sang istri. Eric sudah memastikan dokter stand by di sekitar rumahnya untuk berjaga-jaga ketika nanti anak mereka akan lahir. Jadi, dokter itu juga akan menemani mereka ketika dalam perjalanan ke rumah sakit. "Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi akan sampai." Rumah Sakit sebelumnya kembali dipilih oleh Eric sebagai tempat untuk menyelamatkan istri dan anak mereka. Tapi memang sengaja dipilih dekat dari rumah supaya tidak memakan waktu yang lama. Dalam waktu kurang dari 10 menit akhirnya mereka telah sampai. Sebuah brankar juga sudah siap di depan pintu IGD. Eric segera menggendong Anna dah menidurkannya di atas brankar. Kemudian mereka langsung membawa Anna yang sedang kesakitan ke ruangan bersalin. Eric tak pernah sedetikpun meninggalkan Anna sendirian. Dia terus saja bersama, di samping istrinya. Memegang tangan Anna, memastikan bahwa i
Anna dan Eric menunggu dengan penuh sabar dan kebahagiaan saat bayi mereka diantarkan oleh perawat ke dalam ruangan. Anna merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan saat melihat bayinya untuk pertama kalinya, meskipun hanya memiliki kesempatan singkat untuk bersama dengan anaknya setelah dilahirkan.Seperti dejavu, Anna merasa mengulang kembali kejadian dua tahun lalu. Ketika dia menunggu bayi Ethan diantarkan ke ruang rawat mereka. Sangat menantikan pertemuan pertama mereka bertiga. Mereka berdua merasakan keajaiban kelahiran dan kehangatan cinta yang tak tergantikan saat bayi mereka berada di pelukan mereka. Meskipun hanya sebentar setelah dilahirkan, momen itu menjadi begitu berharga dan penuh makna bagi Anna dan Eric."Bagaimana perasaanmu, Sayang? Apakah lelah?" Anna mengangguk singkat, "Lelah tapi hanya sedikit saja. Sama seperti dulu Ethan lahir, ketika pertama kali aku melihat wajahnya, rasa lelah itu langsung hilang." Eric hanya membalasnya dengan senyuman, dia mengusap wa
Anna melihat pantulan dirinya di sebuah cermin besar yang berada di kamarnya. Tidak pernah menyangka bahwa dia bisa tampak begitu menawan seperti sekarang.Tangannya terangkat ke cermin, menyentuh pantulan wajahnya yang sudah dihias dengan riasan khas pengantin. Satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini, cantik.Kemudian dia memegang dada yang malah terasa sesak. Anna sama sekali tidak merasakan bahagia ketika wanita di luar sana pasti sangat senang di hari seperti sekarang.Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ke arahnya. Wanita itu melangkah mendekati Anna kemudian memeluknya dengan erat. Wanita itu melepaskan pelukannya lalu memegang wajah Anna dengan kedua tangan. "Terimakasih," ucap wanita itu. Dia mengusap wajah Anna dan tersenyum penuh arti, "Tidak perlu bersedih dan mengkhawatirkan perusahaan lagi. Aku yakin bahwa ayahmu pasti sangat bangga dengan keputusanmu ini."Tanpa bisa dicegat, air matanya mengalir keluar. Anna tert
Pagi-pagi sekali Eric sudah rapi dengan setelan kerja, dia berbalik dan mengambil jas yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya. "Bagaimana dengan yang sudah kuminta darimu sebelumnya?""Sudah disiapkan seperti yang Anda minta, Tuan. Hari ini akan ada orang yang langsung bertransaksi dengan ibu mertua Anda di rumahnya," ucap sang sekretaris melaporkan. Tatapan Eric menerawang, setelah terdiam beberapa saat, dia kembali bertanya, "Apakah Anna sudah bangun?""Sepertinya belum karena nyonya muda masih belum keluar dari kamar. Tapi saat ini Hellen sedang memeriksanya."Eric menganggukkan kepala kemudian melangkah pergi keluar walk in closet dan terus keluar dari kamar menuju ruang makan, menunggu Anna datang kepadanya. Sementara itu di kamar Anna, dia membuka mata dan seketika terkejut, segera melihat ke arah jam dinding. Dia semakin dibuat terkejut karena interior kamar yang tidak seperti biasa. Setelah beberapa saat berpikir, barulah Anna teringat bahwa dia sudah tidak tinggal lagi di