Tepat pada saat itu Vania keluar dari dalam rumah. Melihat Anna yang ternyata sudah sampai, senyuman di wajahnya semakin cerah. Vania berjalan menghampiri anak dan menantunya, kemudian langsung menuju Anna. Membuat Eric hanya bisa melongo ketika ibu kandungnya malah menghampiri istrinya. "Ma, aku ada di sini," ucap Eric dengan kesal. Melihat sikap Eric yang sangat berbeda, membuat Anna tersenyum lucu. Ternyata meski Eric adalah seorang lelaki dewasa, tetapi jika berhadapan dengan ibu kandungnya tetap saja akan berubah menjadi anak kecil. "Mama tahu, tapi tujuan mama adalah bertemu dengan menantu kesayangan mama," Vania tak acuh. Seakan saat ini pandangannya hanya tertuju pada Anna. "Anna, kamu sudah siap?" Ditanya secara tiba-tiba seperti itu, tentu membuat Anna merasa sangat terkejut dan bingung, "Siap kemana, Ma?" "Kamu lupa bahwa kita punya janji hari ini?" Anna mana mungkin lupa, dia hanya sekadar berbasa-basi saja, lebih tepatnya sedang berpikir bagaimana cara untuk
Anna tidak bertanya lagi mengenai gaun yang akan dikenakan oleh ibu mertuanya. Dia hanya berpikir, jika semakin banyak dia bertanya maka akan semakin tidak bisa memahami jalan pikiran ibu kandung suaminya.Ini adalah pertama kalinya bagi Anna datang ke pesta ulang tahun Ayah mertuanya. Dan hal itu akan menjadi pertama kalinya dia berjumpa dengan keluarga besar suaminya. Melihat sikap Vania yang begitu bersahabat dengannya, Anna hanya berharap bahwa sikap itulah yang memang tulus ditujukan untuknya. Anna sudah pernah kecewa sekali sebab tidak pernah dianggap oleh ibu yang dia pikir adalah ibu kandungnya. Dia tidak mau mengulangi lagi kesalahan yang sama dengan mempercayai orang yang salah.Anna menutup matanya ketika pegawai salon kecantikan menyemprotkan wajahnya dengan face mist. Setelah itu dia merasakan hembusan angin supaya cairan itu bisa cepat mengering."Sudah selesai, Nyonya. Anda boleh membuka mata Anda."Perlahan, Anna membuka kedua matanya dan langsung ditujukan dengan pen
"Apa maksudmu? Gaunku tidak terbuka seperti yang kamu katakan." Dikatakan seperti itu, tentu saja membuat Anna merasa tidak terima. Menurutnya, pilihannya sudah sangat sempurna. Dia juga bukan seorang wanita yang akan memamerkan tubuhnya dengan mudah. Dia masih memiliki rasa malu dengan tidak menampilkan bagian tubuhnya secara percuma.Eric merasa penglihatannya benar, gaun sang istri sangat terbuka dalam pandangannya. Dia menunjuk bahu Anna sembari berkata, "Itu! Bahumu terlihat. Itu artinya bahwa gaun yang kamu pilihkan sangat terbuka!" Anna melihat ke arah gaunnya, seketika dia tertawa. Setelah dia menetralkan perasaannya, segera dia berkata, "Hanya bagian ini saja tidak akan sampai mempengaruhi orang-orang. Aku sangat yakin bahwa di pesta nanti, akan ada lebih banyak gaun terbuka yang bisa kamu lihat!""Kata siapa tidak akan mempengaruhi orang-orang? Kamu tidak tahu bagaimana pikiran pria berjalan. Mereka akan—""Eric!" Mendengar suara Vania, pasangan suami istri itu refleks me
Tatapan Vania berubah, tetapi senyuman di wajahnya masih tersemat. Hal itu menimbulkan pertanyaan yang sangat banyak di kepala Eric dan juga Anna. "Tenang saja. Mama sudah menyiapkan hadiah yang sangat spesial untuk papa kalian," ucap Vania kemudian langsung mengajak mereka berdua untuk masuk ke dalam gedung. Sejak awal sang ibu memintanya untuk ikut datang ke pesta ulang tahun Edmund, hal itu saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Biasanya Vania tidak pernah memaksanya jika tidak ingin pergi tetapi kali ini ibunya itu seakan sangat ingin datang bersama dengannya dan juga Anna. Tiba-tiba langkah kaki mereka kembali terhenti, Anna menoleh ke arah ibu mertuanya kemudian bertanya, "Ada apa, Ma? Apakah ada yang terlupa?"Vania melihat ke arah anak dan menantunya secara bergantian. Merasa ada yang tidak beres kemudian pandangannya tertuju pada mereka yang malah berdiri dengan berjarak dan tidak saling berpegangan."Kenapa kalian berdiri sejauh itu?" Vania beralih pada Anna, "Kamu jug
Anna memasang senyum ramah, sedikit membungkuk sebagai tanda penghormatan. Dia menatap Edmund tanpa rasa takut, kemudian berkata, "Saya Anna Caroline Gwenevieve." Mendengar nama belakang menantunya, seketika dia teringat dengan nama seseorang yang sangat tidak asing di telinganya. "Gwenevieve?" Anna terkejut dengan pertanyaan Edmund, dia merasa bahwa nama belakang keluarganya tidak asing di telinga ayah mertua. Tetapi Anna tidak mau ambil pusing, dia segera menyodorkan paper bag yang dibawanya. "Ini hadiah untuk Anda, saya harap Anda menyukainya," ucap Anna, senyumannya sama sekali tidak pudar. Seketika itu juga membuat Edmund seperti terpesona. Perlahan dia menerima paper bag itu, kemudian membukanya sedikit. Seketika itu juga aroma kopi yang dia sukai langsung masuk ke dalam indra penciumannya. Edmund langsung mengangkat wajah dan seketika pandangannya pada Anna menjadi berbeda. Dia melihat ke arah Eric, tetapi pria itu masih menatapnya tanpa ekspresi. Sepertinya dia memang
Beberapa saat sebelumnya, ketika mereka baru saja tiba, pandangan Daphne langsung saja tertuju pada mereka. Dia menoleh ke arah belakang, lebih tepatnya pada seorang pria yang memang berjaga di sana.Tersenyum tipis pada pria itu seraya mengangguk pelan. Seakan tahu dengan tugasnya, pria itu segera pergi dari sana.Daphne sangat membenci Vania dan juga Eric. Sekarang anak tirinya itu memiliki seorang istri, membuat kebenciannya kian membesar. Dia bertekad untuk menghancurkan mereka semua yang akan menghalangi jalannya.Daphne kembali beralih pada suaminya yang kini sedang bicara dengan rekan bisnisnya. Dia bersikap seakan dia adalah istri sah, tidak peduli dengan pandangan orang-orang. Sementara itu, setelah Vania memerintahkan putranya untuk memperkenalkan Anna pada Edmund, dia terdiam beberapa saat di tempatnya duduk. Melihat sang suami duduk berdampingan dengan istri keduanya, membuat dia tidak suka sebab cemburu.Seharusnya Vania yang berada di tempat duduk itu. Dia adalah istri
Eric tersenyum pada Anna kemudian melihat ekspresi wajahnya yang kesal seketika dia berpikir bahwa ada sesuatu yang membuatnya tidak senang. Di antara mereka hanya ada petugas wanita, dia langsung paham apa yang telah terjadi sekarang.Petugas wanita itu tersenyum sembari membungkuk tanda menghormati Eric. Dia tahu bahwa pria di depannya adalah anak dari atasannya. "Selamat malam, Tuan Eric. Ada yang perlu saya bantu?" Wanita itu bertanya dengan ramah. Cara bicaranya sangat berbeda ketika dia sedang berbicara dengan Anna. Meski sama-sama tersenyum, tetapi Anna tahu bahwa memang perlakuannya dibedakan. "Ada seseorang yang terkunci di toilet wanita. Aku sudah memberitahu petugas itu tapi dia tidak mau mendengarkan. Dia malah mengatakan akan memanggil keamanan jika aku terus bersikeras." Anna langsung saja memberitahu duduk perkaranya.Sementara petugas wanita yang mendengarnya, dia menjadi takut. Meski begitu, dia tidak kehilangan akal. "Maaf, Nona. Mungkin Anda salah paham. Saya han
Anna sangat terkejut mendengar perkataan ibu mertuanya. Pria itu memang pernah mengakui perasaannya tetapi Anna memang belum siap untuk membuka hati. Jika yang dikatakan oleh Vania adalah kebenaran, maka itu berarti perasaan Eric adalah nyata. "Mama sama sekali tidak menyangka ketika mendengar kabar bahwa Eric sudah menikah. Sebab hal yang dilakukan oleh papanya sangat membekas sehingga mama khawatir jika Eric tidak akan pernah mau mencintai ataupun menikah dan membangun keluarganya." Sisi lain Eric yang seperti ini, sangat jarang sekali dia lihat. Biasanya Anna hanya akan melihat sang suami yang selalu bersikap seperti tidak memiliki masalah. Selalu saja bersikap dominan dan menjadi sandaran ketika dia sedang ditimpa musibah. Vania menoleh ke arah Anna, memberikan senyuman hangat pada menantunya. "Ketika mama mendengar bahwa Eric telah menikah, mama sangat bahagia. Karena itu berarti masalah orang tuanya tidak menjadikannya hilang harapan untuk bahagia bersama dengan wanita yang d