"Setidaknya kamu ngabarin aku, Bang. Ini jangankan kirim pesan, telepon aku saja gak diangkat." Mira kini lebih tenang setelah Haikal menjelaskan semuanya. Namun tetap saja hatinya marah dan kecewa.
"Jangan menyepelekan karena status kita yang hanya menikah siri. Aku juga punya perasaan.""Maafin abang sudah egois dan tidak memikirkan perasaan kamu." Haikal menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan. "Tapi abang gak bisa membantah ucapan mamah," ucapnya. "Selain kamu yang berharga dalam hidup abang, mamah dan papah juga salah satunya. Abang harus apa agar mereka merestui hubungan kita? Mamah sangat keras dan tidak mau membuka hatinya untuk kamu."Miranda terdiam mendengar ucapan suaminya."Maafin aku, Bang. Andai takdir tidak mempertemukan kita sebelumnya, mungkin sekarang abang sudah bersama gadis lain yang pastinya kedua orang tua abang merestui," ucapnya dengan mata berkaca-kaca."Jangan pernah menyalahkan takdir, karena kita tidak aDua minggu berlalu, Haikal tidak pulang ke rumahnya. Hal itu membuat Mamah Siska geram dan kecewa setengah mati. Haikal mengingkari janjinya untuk menjauhi Miranda. Mamah Siska dilanda emosi besar-besaran sampai pada akhirnya memutuskan keluar kota untuk berlibur, menghilangkan rasa sakit hatinya karena sang anak kini lebih memilih janda ketimbang mamahnya yang melahirkan ke dunia."Mari kita bicarakan baik-baik, Mah. Jangan seperti ini." Pak Dedi menahan istrinya yang hendak membereskan semua baju ke dalam koper."Mamah sudah lelah menghadapi sikap Haikal yang makin hari makin ngelawan, Pah. Mamah tidak ada artinya di mata anak kita," ucapnya terisak."Jujur papah juga kecewa sama keputusan Haikal. Tapi semua sudah terlanjur, Mah. Kita harus menerimanya dengan lapang dada.""Lapang dada bagaimana maksud papah?" Mamah Siska menatap suaminya dengan pandangan lirih. "Haikal anak kita satu-satunya, Pah. Seharusnya dia tahu mana yang terbaik untuk hid
Miranda menatap bayangan dirinya dari pantulan cermin yang memakai kaos kebesaran. Kaos ini milik suaminya dan ia merasa nyaman. Setidaknya tidak akan masuk angin, karena kaos yang ia kenakan tadi basah."Pulang sekarang?" tanya Mira saat melihat suaminya memakai sepatu."Iya, sayang.""Heuh... " terdengar hembusan napas berat yang menandakan wanita itu masih ingin berlama-lama di sini.Haikal mendekat mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala sang istri. Dalam hati berkata segini betahnya kah Miranda sampai tidak ingin pulang."Kenapa, kok cemberut?" tanya Haikal."Tidak apa-apa, ya sudah ayok. Tapi sebelum pulang kita belanja bulanan dulu ya, soalnya stok makanan menipis.""Ok, istriku." Haikal langsung menggandeng keluar. "Kamu tunggu bawah ya, abang mau ngomong sama papah bentar.""Iya, Bang."5 menit kemudian, Haikal turun dari tangga. Ia tersenyum menatap istrinya yang masih betah memandangi isi
"Untuk menebus kesalahanku karena abang sudah menunggu lama, malam ini abang aku kasih jatah," bisik Miranda sensual sambil mengedipkan sebelah matanya.Haikal masih membelakang dengan wajah ditutupi bantal. Dirinya merajuk karena Mira malah asyik ngobrol sampai lupa waktu, tanpa memikirkan perasaan Haikal yang menunggunya di dalam mobil."Abang jangan ngambek dong, kek anak kecil saja pake ngambek segala." dari tadi ia berusaha membujuk suaminya dan meminta maaf, namun Haikal sama sekali enggan menoleh."Aku kan gak minta abang nunggu, abang sendiri yang mau," ucapnya mulai kesal. Betapa tidak, ternyata membujuk suami lebih susah dari pada membujuk anak."Abang..." Mira masih terus menggoyangkan tubuh Haikal agar bicara dengannya. Namun tetap saja, Haikal malah semakin menutupi dirinya dengan selimut."Aku harus apa," gumamnya kesal. "Abang ih, masa begitu saja ngambek. Kalah sama Ochan yang penyabar."Karena sudah hampir menyer
"Aku harus ijin gimana sama Bang Haikal. Nanti dia tahu kalau aku ada masalah gara-gara ngerusakin mobil orang." Miranda mondar-mandir memikirkan alasan yang tepat agar suaminya percaya.CeklekPintu kamar terbuka, hampir saja Miranda terjingkrak saking kagetnya."Sayang, kamu kok rapih banget. Mau ke mana?" tanya Haikal menghampiri."Emm, aku... aku mau ketemu sama Bu Rara lagi, Bang," ucapnya gugup.Haikal menaikkan satu alisnya. "Ketemu lagi? Semalam bukannya kalian ngobrol panjang lebar?""I-iya, tapi malam ini aku mau ngobrol lagi. Biasalah urusan wanita. Bu Rara mungkin mau curhat tentang rumah tangganya.""Ya sudah, abang antar saja.""Tidak, tidak perlu, Bang!" tahan Mira cepat. "Nanti abang kelamaan lagi nunggunya.""Memang kamu mau pulang malam? Abang gak akan ijinin kalau gitu." Haikal bersedekap."Ya tidak juga, Bang. Cuma sebentar kok.""Kamu naik motor?" tanya Haikal.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Haikal begitu melihat istrinya pulang dan masuk kamar dengan tergesa-gesa."Tidak apa-apa," sahutnya tanpa menoleh.Miranda langsung mengganti bajunya menggunakan piyama. Tak lupa juga ia mencuci muka sebelum tidur. Setelahnya Mira naik ke atas ranjang dengan posisi membelakangi Haikal."Kamu kesambet setan mana sih, pulang-pulang nyuekin abang," ucap Haikal. Ia memeluk tubuh Mira dari belakang."Sayang, jawab dong. Dari tadi abang nungguin kamu, begitu pulang malah marah. Abang salah apa lagi?" tanyanya bingung. Haikal tak merasa buat kesalahan pada istrinya.Karena tidak mau larut dalam kemarahan akibat pertemuannya dengan Aluna yang menceritakan semua masa lalu Haikal, Miranda pun langsung melepaskan tangan suaminya yang melingkar di perut. Lalu ia bangkit duduk di sisi ranjang. Melihat itu, Haikal juga ikut duduk di sampingnya."Kenapa selama ini abang berbohong sama aku?" tanyanya dengan bola mata yan
Haikal langsung geram mendengar perkataan Miranda. Sebab menurutnya Aluna sudah keterlaluan. Ini bisa dibilang sudah masuk kategori pemerasan. Tidak mungkin hanya untuk membenarkan mobil rusak sampai menghabiskan 5 M, terlebih kerusakannya tidak terlalu parah."Abang yang akan bertanggung jawab, mulai sekarang kamu tidak perlu bertemu dia lagi!""Tapi, Bang--""Ini perintah, Miranda! Abang tidak ingin masalah kerusakan mobil itu malah ia manvaatkan untuk bertemu kamu dengan tujuan menceritakan masa lalu yang tidak penting. Biar abang yang mengganti rugi semuanya.""Tapi, Bang. 5 M sangat banyak. Aku tidak mau merepotkan--""Tidak! Kamu tidak pernah merepotkan abang. Abang adalah suami kamu, dan ini menjadi tanggung jawab abang." Haikal meraih tangan istrinya dan mengecupnya."Bagaimana cara abang mengembalikannya, sedangkan dia tidak mengirim nomor rekeningnya. Dia minta ketemuan setiap aku mau menyicilnya.""Biar Joe ya
BrakkJoe melemparkan sebuah cek di hadapan Aluna. Sontak saja membuat wanita itu terkejut. Ia berdiri dengan mengepalkan kedua tangan, serta memandang Joe dengan tatapan sinis."Apa-apaan kamu!" bentak Aluna. Ia tersulut emosi. Betapa tidak, Joe tiba-tiba datang dan marah-marah padanya."Kamu yang apa-apaan, meminta Miranda membayar kerusakan mobil sebanyak itu, waras?""Ohhh, jadi karena itu?" Aluna bersedekap dengan seringai tipis di wajahnya."Aku hanya memberi pelajaran padanya karena telah lalai dalam berkendara. Masih mending aku meminta ganti rugi, dia bisa saja aku bawa ke polisi," ucapnya santai."Nona Aluna, itu namanya pemerasan. Haikal bisa saja menjeratmu, karena sudah mencari masalah pada istrinya.""Oh, jadi wanita itu mengadu pada Haikal? Dasar manja!" Aluna berdecih."Lagi pula kau ini bukan orang susah, segitu teganya meminta ganti rugi sebanyak 5 M. Apa jangan-jangan kau sudah tidak ada job
"Miranda, tunggu dulu! Aku bisa jelaskan semuanya." Haikal terus mengejar sang istri sampai ke bawah. Miranda tak mengindahkannya walau pun pria itu berusaha mencekal tangannya, ia tepis sangat kasar."Sayang, kita pulang bareng ya. Dan selesaikan semuanya dengan kepala dingin."Ucapan Haikal yang terdengar santai, membuat Mira merasa muak. Bisa-bisanya Haikal meminta menyelesaikan masalah dengan kepala dingin setelah apa yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri."Tidak perlu!" Miranda langsung membawa motornya dengan kecepatan penuh. Hal itu membuat Haikal khawatir pada keselamatan istrinya.Ia langsung menyusul juga, melawan arah melewati jalan pintas. Tak peduli beberapa pengendara yang mengumpati kebodohannya karena berkendara dengan kecepatan tinggi. Haikal hanya memikirkan nyawa istrinya yang dalam bahaya.Betapa tidak, Miranda mengendarai sepeda motornya dalam keadaan menangis. Ia takut sesuatu terulang kembali. Karena Mira