Gio hanya menghela napas panjang mendengar perkataan kakaknya. Dia memang tidak pernah bisa membantah ucapan Gilang. Sama seperti halnya dengan Risa. Mereka semua patuh pada ucapan Gilang karena Gilang adalah kepala keluarga yang begitu keras kepala."Apa salahnya kalau mereka menjalin hubungan, Kak? Apa Kakak memang tidak setuju jika Gio berjodoh dengan Dela?" Risa menatap punggung Gio yang menggandeng tangan Amira yang perlahan hilang di balik pintu rumah.Gilang yang tengah mengunyah makanan langsung menghentikan mengunyah makanannya. Lelaki berkacamata itu menatap Risa dengan seksama."Kakak tidak pernah melarang Gio menjalin hubungan dengan siapapun. Apalagi kakak tahu Dela adalah perempuan yang baik. Tapi masalahnya, Gio dan Dela masih terlalu muda dan mereka belum selayaknya Untuk menikah.""Mereka bisa menjalin hubungan dengan berpacaran terlebih dahulu.""Aku tidak mau mereka menjalin sebuah hubungan yang disebut dengan Cinta monyet ataupun cinta di kantor. Aku tidak ingin ji
"Gi, lo suruh satpam mencari jeruk nipis dan antar ke ruangan gue." Gilang akhirnya menghubungi Gio untuk mencari jeruk nipis yang diminta oleh Risa.Gio sedikit mengernyitkan keningnya. Selama ini dia tidak pernah mendengar Gilang menyukai buah yang terkenal sangat asam itu."Buat apaan sih jeruk nipis? Aneh-aneh aja deh." Gio menggerutu sambil menghampiri salah seorang satpam dan meminta satpam itu untuk membeli jeruk nipis seperti yang dipesankan oleh Gilang.Tak berapa lama, satpam tersebut datang dengan membawa sekantong jeruk nipis yang langsung dibawa oleh Gio ke ruangan Gilang."Buat apaan sih buah yang asam banget ini. Gua lihat dia aja ogah." Gio meletakkan sekantong jeruk nipis ke hadapan Gilang.Risa yang sudah merasakan Air liurnya menetes langsung menyambar jeruk nipis tersebut dan membawanya ke sudut ruangan yang ditutupi dengan pintu yang warnanya sama dengan ruangan tersebut."Kamu ngapain sayang?" Gilang menahan pergerakan tangan Risa karena dia tidak ingin jika samp
"Sayang, kepalaku rasanya gatal banget. Bisa nanti kamu bantu keramasin rambutku?" Gilang bertanya kepada Risa saat Risa baru saja bangun dari tidurnya."Bisa dong. Nanti kita cuci rambutmu sampai di rumah."Risa menghampiri Gilang dan mencoba melihat kepala suaminya itu apakah benar-benar sudah kotor atau tidak."Gatal banget loh sayang. Aku benar-benar merasa nggak nyaman. Apa sebaiknya kita pulang sekarang saja?" Gilang kembali menggaruk kepalanya dengan begitu kuat membuat Risa khawatir jika kepala suaminya itu lecet."Ya udah deh, kita pulang sekarang aja untuk membersihkan kepalamu." Risa pun membereskan meja kerja Gilang karena dia tahu suaminya itu tidak bisa melakukan perbuatan apapun dikarenakan satu tangannya yang masih diperban.Sepasang suami istri itu berjalan dengan mesra menuruni lift dan berjalan menuju mobil di mana Pak Sapto sudah menunggu."Apa sebaiknya kita langsung menjemput Nona Amira saja? Kebetulan sekarang jadwal Nona Amira pulang sekolah," ujar Pak Sapto Se
Risa yang tidak bisa melihat Gilang bersedih memutuskan untuk menuruti permintaan suaminya. Perempuan itu meminta bantuan Amira untuk mengambilkan shampo di kamar mereka.Gilang meminta rambutnya dicuci dengan memakai air keran yang disalurkan melalui selang yang memiliki penyaring."Jangan ngaco dong, Kak. Masa kepala Kakak dicuci pakai air selang sih?" Risa sedikit menyungut karena tidak setuju dengan permintaan Gilang."Kalau dicuci pakai air keran, rambut ini pasti akan bersih dan kuman-kumannya akan berjatuhan." Gilang membaringkan tubuhnya yang sudah tidak memakai baju di atas sebuah meja yang disiapkan oleh Pak Sapto.Risa hanya menghela napas panjang. Dia pun mengikuti permintaan Gilang Untuk mencuci rambutnya dengan memakai selang yang juga sudah disiapkan oleh Bik Ijum dan Mbak Asih."Amira mau lihat Bunda mencuci rambut Ayah." Amira duduk di samping Risa dan membantu ibunya memijat-mijat kepala Gilang dengan lembut."Enak banget sayang pijatanmu. Kalau begitu, Setiap hari a
Risa membuka matanya perlahan. Perempuan itu terkejut ketika mendapati dirinya sedang berada di sebuah kamar yang bernuansa putih. Dia tahu bahwa kamar itu bukanlah kamar miliknya dan Gilang."Akhirnya kamu sadar juga. Aku senang sekali karena hari ini aku pasti sudah bisa melahapmu dengan kenyang." Seorang lelaki menyeringai masuk ke dalam kamar tersebut membuat Risa merasa takut.Risa bangkit dari tempat tidur, tapi seluruh tubuhnya terasa sakit bukan kepalang. Perempuan itu pun tetap berusaha dengan sekuat tenaga agar bisa menghindari lelaki yang terus menatapnya seperti seekor singa lapar."Siapa kamu sebenarnya. Apa maumu datang ke sini? Di mana aku?" Risa terus memberondong lelaki itu dengan pertanyaan. Dia berharap lelaki itu membebaskannya karena dia teramat sangat ketakutan."Tentu saja aku ingin memberikanmu kepuasan yang luar biasa. Bukankah kamu sangat sulit untuk mendapatkan keturunan? Aku akan memberikanmu keturunan yang banyak Jika kamu bersedia melayaniku dengan sepenu
"Tanda apa itu, Gi?" Gilang yang duduk di bangku belakang seketika mengerutkan keningnya ketika melihat tanda merah yang berkedip-kedip di GPS milik Gio.Lelaki berkacamata itu sangat paham bagaimana adiknya yang memang sangat pandai dalam urusan GPS. Dia sangat yakin jika istrinya saat ini berada di dalam bahaya."Sepertinya Kak Risa sedang bergelut dengan seseorang karena GPS itu akan memperlihatkan warna merah jika tubuh pemakainya terbentur sesuatu." Gio berkata dengan geram sambil terus menaikkan kecepatan mobilnya.Gilang merasa tidak tahan mendengar ucapan Gio. Lelaki itu pun segera pindah ke bangku depan dan memaksa Gio beralih posisi."Lo nggak akan bisa fokus membawa mobil kalau lo sedang emosi seperti ini." Gio memperingatkan Gilang sambil terus membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Namun Gilang tidak menyerah. Lelaki itu tetap memaksa agar dia yang membawa mobil karena dia tidak ingin jika sampai mereka terlambat menolong Risa.Sementara itu, di mobil belakang, Dela juga
Gilang segera membawa Risa pergi dari rumah tersebut. Istrinya itu dari tadi menangis ketakutan karena mendapat perlakuan tidak baik dari lelaki brengsek itu."Apa yang dilakukan oleh orang itu sama kakak?" Dela mengusap punggung Risa yang sejak tadi menangis tersedu-sedu di pelukan Gilang."Dia hampir saja melecehkan kakak. Kakak juga nggak tahu siapa dia. Tiba-tiba ketika bangun kakak sudah berada di ruangan tersebut dan dia langsung hendak melecehkan kakak," sahut Risa sambil menatap ke arah Dela."Kamu yakin yang menghubungi itu tadi Vani? Aku sudah bertemu dengan Vani dan dia malah tidak tahu menahu tentang kamu. Vani bilang ponselnya hilang sudah beberapa minggu yang lalu." Gilang mengusap rambut Risa dan mendudukkan istrinya itu di sebuah bangku yang terletak di atas trotoar.Dela segera memberikan air mineral kepada Risa agar Risa sedikit lebih tenang. Tak tega dia melihat kakaknya terus-terusan menangis karena hampir saja mengalami perlakuan buruk dari orang jahat.Dari kejau
"Orang yang dibawa ke psikiater bukan berarti orang gila. Aku melihat wajah ketakutan dari Kak Risa. Aku khawatir jika terjadi apa-apa padanya. Apalagi dia hampir saja dilecehkan oleh orang yang tidak dikenal." Tatapan mata Gio masih tertuju pada Risa yang tertidur dengan luas dan wajah yang dipenuhi ketakutan."Gio benar, Kak. Dela juga khawatir kalau sampai kak Risa mengalami trauma. Apalagi Kak Risa adalah seorang perempuan yang begitu pandai menjaga dirinya. Aku khawatir jika Kak Risa mengalami hal yang sangat buruk nantinya." Dela pun ikut menanggapi ucapan Gio. Ia lebih teramat sangat menghawatirkan keadaan Risa karena saat ini hanya Risalah satu-satunya anggota keluarga yang ia punya."Baiklah. Besok pagi kalian segera cari psikiater yang baik untuk merawat Risa. Mudah-mudahan Risa tidak mengalami trauma ataupun gangguan jiwa karena kejadian ini." Gilang duduk di samping Risa dan membelai rambut panjang istrinya.Betapa pedih hati Gilang melihat wajah Risa yang dipenuhi rasa ta